Dari Rumah Panggung Sederhana Ini Lahir Seabrek SDM Potensial
Foto: Inilah Rumah Panggung di Desa Kala
Visioner Berita Bima-Kecamatan
Donggo-Kabupaten Bima, memiliki penduduk berjumlah puluhan ribu jiwa yang
tersebar di belasan Desa. Letak geografis seluruh Desa yang ada, berada di
perbukitan dan bahkan gunung. Maka tak heran, jika Donggo dikelilingi oleh
hutan, sawah dan kebun.
Sementara
untuk melintasinya baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat, model
jalur yang digunakan rata-rata tanjakan. Sementara jarak antara Desa yang satu
dengan yang lainnya, minimal rata-rata 3 KM lebih. Sementara kondisi hawa di
Donggo mulai sore pagi hari, sore dan malamnya, terasa sangat dingin. Dan
bahkan jauh lebih dingin dari Kecamatan Wawo dan di Desa Sambori.
Sedangkan aktivitas keseharian
masyarakat Donggo, lebih sebagai petani persawahan, perladangan dan perkebunan
yang musim panennya kebanyakan setahun sekali. Hasil pertanian sebagai sumber
kehidupannya adalah padi, jagung dan kedelai. Maka tak heran pula, kondisi
ekonomi kebanyakan masyarakat Donggo berada pada lewel menengah ke bawah.
Kendati demikian, Donggo tercatat
dan diakui sebagai salah satu wilayah teraman di Kabupaten Bima. Budaya
gotong-royong dan menyelesaikan setiap masalah melalui jalur musyawarah untuk mencapai
kata sepakat, juga menjadi tradisi luhur warga Donggo sejak dulu, dan masih
terjaga sampai saat ini. Tradisi lain yang masih terlestari dan tak kalah
menarik lagi, diatas jam 8 malam, wilayah itu terlihat sangat sepi.
Maksudnya, tak ada manusia yang
berkeliaran. Kecuali, mereka sudah berada di rumahnya masing-masing. Kondisi
itu, mencerminkan bahwa masyarakat Donggo sangat jauh dari hiruk-pikuk seperti
yang terjadi di Kota-Kota. Sementara suasana ramai yang dirasakan oleh warga
Donggo, hanya terjadi pada pelaksanaan pesta pernikahan yang rata-rata
berlangsung pada sore hari, dan kemudian malam harinya berlangsung acara orgen
tunggal.
Jalan raya, memang semuanya sudah
diaspal di seluruh wilayah di Kecamatan Donggo. Pun listerik juga menyala di
semua Desa di sana. Pun demikian halnya dengan dunia komunikasi dimana rata-rata
warga Donggo sudah bisa berkomunikasi menggunakan Hand Phone (HP). Tetapi,
kekurangan yang dirasakan oleh warga di beberapa Desa di Donggo seperti
Doridungga, Kala dan di beberapa Desa lain-lebih kepada soal air bersih.
Soal ari bersih ini, memang sebuah
masalah yang sejak dulu hingga sekarang, belum mampu diurai oleh Pemerintah. Untuk
mendapatkan air bersih bagi warga di sejumlah Desa tersebut, warga harus
mengantri secara bergiliran pada fasilitas penampung air yang dibangun oleh
Pemerintah. Maklum, sumber mata airnya hanya ada di puncak gunung di Desa Kala
dan Desa O’o.
Masih soal Donggo, rata-rata
warganya hidup di rumah panggung yang terbuat dari kayu jati dan kayu hutan
lainnya. Sementara rumah batu, di sana hanya dimiliki oleh warga yang berstatus
sebagai PNS, termasuk guru. Menempati rumah panggung yang terbuat dari kayu
tersebut oleh warga Donggo, juga dimulai sejak ratusan tahun silam, masih berlangsung
sampai sekarang, dan bahkan akan berlangsung sampai kapanpun. Sebab, hal itu
juga menjadi bagian terbesar dari tradisi turun-termurun yang berlaku di
Donggo.
Rangkaian cerita dan fakta tersebut,
adalah hasil dari jejak realitas sosial yang dilakukan oleh Visioner. Pada setiap
rumah panggung tersebut, isi dalamnya adalah sama dengan yang dimiliki oleh
pemilik rumah batu (bangunan permanen). Maksudnya, dari hasil kerja kerasnya, sebahagian
besar warga Donggo memiliki TV, lemari, Kulkas, tempat tidur yang layak dan
lainnya. Dan dari hasil pertaniannya, rata-rata di tiap rumah di Donggo, pun
memiliki kendaraan roda dua.
Kendati tataran ekonomi warganya
berada pada level menengah ke bawah dan bertempat tinggal di rumah panggung, terdapat
sebuah fakta mengagetkan yang membanggakan dan bahkan membanggakan. Yakni, dari rumah panggung itulah lahir Sumber
Daya Manusia (SDM) berpotensial. Seabrek sarjana dari berbagai disiplin
ilmu, seabrek PNS mulai dari guru dan lainnya, sejumlah politisi baik di
Dewan-non Dewan, Dosen di sejumlah Perguruan Tinggi, sejumlah Wartawan-adalah
mereka yang lahir dari rumah panggung sederhana itu.
Dari rumah panggung itu pula, lahir
anak-anak bangsa dengan pendidikan minimal tamanat Sekolah Menengah Atas (SMA),
dan banyak pula yang melanjutkan kuliahnya di berbagai Perguruan Tinggi baik di
Bima maupun di berbagai daerah di Indonesia. Soal pendidikan, merupakan bagian
terpenting bagi seluruh masyarakat Donggo.
“Semiskin
apapun mereka, rata-rata anak-anaknya berpendidikan minimal SMA sederajat.
Sementara biaya untuk pendidikan anak-anaknya mulai dari sejak masuk SD hingga
menyelsaikan strudy S1, bersumber dari hasil pertanian sekali dalam setahun.
Dan, ada pula yang bersumber dari hasil peternakan-seperti sapi, kambing dan
kerbau,” jelas Kades Kala, Kecamatan Donggo Drs. Hazairin H Ibrahim saat
berbicang-bincang dengan Visioner, beberapa waktu lalu.
Menggeluti dunia pertanian dan peternakan,
bukan saja berlaku pada petani biasa. Tetapi, hal yang sama juga diperankan
oleh warga Donggo yang berstatus sebagai PNS di sejumlah Istansi Pemerintah,
guru PNS maupun Honor serta sukarela. “Saya selaku Kades saja, punya usaha
sampingan, baik di bidang pertanian maupun peternakan,” urainya.
“Bagi
mereka (PNS) yang tinggal di Donggo, mereka berusaha sampingan sebagai petani
dan peternak. Dan bagi PNS baik guru maupun lainnya yang tinggal di Kota Bima,
mereka juga ;punya usaha pertanian dan ternak di Kecamatan Donggo. Kecuali,
mereka yang sudah tinggal di luar Kota saja yang tidak punya usaha sampingan di
Kecamatan Donggo ini,” terangnya.
Lagi-lagi soal Donggo, di sana lahir
manusia-manusia yang berwatak kritis, memiliki pendirian yang kokoh, jujur,
taat ibadah, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan nilai kekinian bagi kehidupan
berbangsa dan benernegara, persatuan dan kesatuan yang kuat. Tetapi, warga
Donggo semuanya baik, santun dan ramah terhadap sesama warganya, maupun kepada
orang lain yang hanya datang berkunjung.
Diakuinya,
hidup rukun antar sesama warga, dan kedamaian masih terjaga di Donggo.
Silang-sengketa, diakui juga terjadi di Donggo, dan itu dianggap manusiawi. Tetapi,
semuanya berakhir di meja musyawarah. Hal tersebut, berlaku sejak dulu hingga
sekarang, dimana peran masing-masing tokoh di Donggo masih sangat dihargai.
Hazairin kemudian mempertegas, bahwa kekayaan nilai-nilai di Donggo, masih
sangat kuat kendatipun ada warganya yang berada pada level paling miskin.
“Setiap
tamu yang datang ke sini, selalu dijamu dengan baik di atas rumah panggung
mereka. Tradisi menyambut tamu yang sejak dulu sampai sekarang masih berlaku,
ya menyuguhkan kopi hitam dan menyiapkan nasi yang dilengkapi dengan ayam
kampung. Jika anda bertanya kepada mereka yang pernah datang ke ke sini, mereka
pasti bercerita dengan nikmatnya kopi hitam dan ayam kampung yang disuguhkan
oleh warga Donggo,” paparnya.
Kondisi dan tradisi yang sama, bukan
saja berlaku di Donggio. Tetapi, juga di Kecamatan Soromandi-Kabupaten Bima. Sebab,
antara warga Donggo dengan Soromandi adalah satu darah sejak dahulu kala.
“Kami hanya dipisahkan oleh administrasi saja.
Yakni, sejak SK Bupati Bima H. Ferry Zulkarnain ST membentuk Kecamatan
Soromandi yang semula menyatu dengan Kecamatan Donggo. Sementara karakteristik
dan budaya warga Donggo dengan Soromandi, tetap sama sampai kapanpun. Tradisi
rumah panggung, juga masih berlaku di Soromandi. Dan dari rumah panggung itu
pulalah, lahir SDM-SDM potensial di Soromandi,” ungkap Hazairin. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda