Belajar Ber Ramadhan-Memaknai sebuah Keihklasan




























Oleh: Baharuddin

***Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren IMMIM Makkassar-Warga Asal Sape-Kabupaten Bima***

Memulai Catatan ini, saya   Mengutip Ungkapan Dari Syaikh Ibnu Athailah dalam kalam Hikmahnya Beliau Mengatakan.

“Amal Amal perbuatan Itu seperti kearangka yang tegak,Sedangkan Ruhnya adalah terdapat rahasia keikhlasan dalam amal amal itu”.

Melalui Kalam Hikmah ini, baik buruknya amal perbuatan dapat kita lihat dari dua dimensi. Dimensi pertama berkaitan dengan amal perbuatanya, dan kedua berhubungan dengan niat orang yang melakukanya. Kalau pertama menyangkut sisi material, maka yang kedua berkaitan dengan sisi spritual. Dari sini kita hanya mampu melihat dari sisi yang pertama, sedangkan sisi yang kedua hanya Allah saja yang tahu. Jika Sisi yang pertama kita bisa memberikan penilaian, maka pada sisi kedua menjadi wilayah penilaian Allah Saja.

Kalau bisa saya contohkan, banyak dari kawan kawan kita di Bima yang berangkat dari latar belakang aktivitas yang berbeda beda. Ada Komunitas komunitas sosial yang bergerak dari sisi kemanusian, memberikan pertolongan dan pendampingan kepada masyarakat miskin yang tidak bisa berobat,atau bantuan berupa alat alat medis berupa tongkat dan kursi roda bagi penyandang cacat.

Tentu Kita Akan mengatakan bahwa perbuatan perbuatan para Relawan maupun komunitas kemanusiaan ini sangat baik dan bermanfaat buat ummat.

Atau misalkan Bapak Walikota dan Wakil Walikota Bima pada satu momentum Ramadhan memberikan bantuan buat berbuka puasa kepada masyarakat miskin di Kota Bima, tentu kita akan mengatakan bahwa perbuatan pemimpin seperti ini patut kita contohi karna perbuatan ini baik.

Atau misalkan Bupati Bima setiap menghadiri Safari ramadhan, keliling ke beberapa Kecamatan  dan memberikan bantuan kepada Masjid Musholla atau guru guru ngaji-tentu kita yang melihat perbuatan ini sangat baik, karna bermanfaat buat banyak orang terutama masyarakat miskin.

Saudaraku….!

Kita hanya bisa menilai dari sudut ini, dengan kata lain kita hanya bisa melihat kondisi sosialnya. Namun tidak dapat melihat kondisi spritualnya. kita tidak tahu apakah niatnya di dorong oleh sikap riya’ ingin di lihat dan di puji oleh orang lain atau tujuanya di dasari oleh kepentingan kepentingan politik sesaat. Semua itu merupakan wilayah yang misteri bagi kita sebagai manusia Dhoif.

Tapi Apakah Allah akan mengukur amal amal perbuatan itu dengan ukuran yg kita gunakan?
Apakah hebatnya amal amal lahiriah itu membuat Allah terpukau sebagaimana kita terpukau?
Apakah banyaknya amal amal jasmaniah itu akan menjadikan Allah Terkesima ?
Tidak…!!

Allah tidak akan memberikan penilaian seperti penilaian kita. Sebab Allah dalam menilai suatu perbuatan bukan saja melihat dimensi jasmaniah, tapi lebih dari itu juga dimensi ruhaniah kita.
Allah SWT Berfirman dalam surat AL-Mulk ayat 2.

“ Dialah Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji engkau siapakah yang terbaik amalnya". Yang menarik dari ayat ini allah menggunakan ungkapan Yang terbaik Amalnya dan bukan yg terbanyak Amalnya. Dalam Bahasa Yang sangat sederhana, tolak Ukur nilai sebuah perbuatan di sisi Allah adalah kualitas dan bukan kuantitas. Boleh jadi sebuah perbuatan nilainya sangat tinggi dalam penilaian kita, namun menjadi tidak bermakna di sisi Allah, sebab didasari Riya semata.

Untuk mengahiri tulisan Ini, saya akan mengisahkan amal perbuatan yang dilakukan oleh Sayidina Ali dan Fatimah AZ-Zahra ketika Memberikan tiga gantang gandum yang sangat mereka butuhkan kepada fakir miskin. Kisah mereka di rekam dalam Alqur’an surat Al-insan ayat 9:

“Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan allah semata, kami tidak menhendaki balasan dari engkau dan tidak pula ucapan terima kasih".

Inilah suara hati mereka yang di ungkapkan Alqur’an. Luar biasa sekali, hanya dengan tiga gantang gandum tapi bisa mengantarkan kisah mereka di abadikan dalam Kitab Suci yang paling Agung dalam sejarah peradaban manusia.

Kenapa Sadaqah meraka menjadi istimewah?, karena di dalamnya ada rahasi Liwajhillah-hanya untuk mencari keridhaan Allah semata. Memang kalau kita lihat secara material, tiga gantang gandum boleh jadi tidak berharga sama sekali. Tamuni karna di balik itu ada nilai spritualnya, ada rahasia keikhlasan yang mendasarinya, maka amal mereka menjadi prestasi yang sangat gemilang di sisi Allah SWT.

Sekali Lagi, adanya keikhlasan yang menyertai amal amal lahiriah kita itulah sebagai ruh yang membuat segala amal kita tidak patah di langit. Oleh karena itu, mari dengan Ibadah puasa di bulan Ramadhan ini, kita belajar mengikhlaskan amal kita semata mata karna Allah agar ibadah kita di terima olehNya. Sebab, bagaimana mungkin ibadah kita di terima oleh Allah kalau tujuan kita selain Allah.

Inilah Maksud Allah Dalam hadist dengan mengatakan:
Semua amal anak Adam untuk dirinya sendiri Kecuali Puasa, karena sesungguhnya Puasa Itu Kepunyaanku Akulah Yang membalasnya Langsung. (HR Bukhari Muslim).

Semoga Allah, Ar Rasyid yg maha mendidik, berkenan mendidik kita untuk bisa merasakan Agungnya makna keikhlasan dalam hati kita, hingga betapapun kecilnya amal yang kita kerjakan akan tetap mempunyai nilai di hadapanya, Amin Ya Rabbal Alamin (***)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.