Penolakan Terhadap PT. Naga Resort di Lambu Kian Kuat

Sejumlah Tokoh Kecam Oknum Makelar Tanah Sebagai Pintu Masuk Kesengsaraan Rakyat
Owen
Visioner Berita Bima-Sejarah mencatat, tiga tahun silam warga Lambu yang diback up oleh hampir seluruh aktivis ternama, berhasil menggagalkan upaya oknum tertentu dalam mengkavling Pulau Kelapa yang diduga untuk kepentingan salah seorang Warga Negara Asing (WNA). Padahal, oknum WNA tersebut diduga telah mengeluarkan banyak uang melalui sumber daya lokal yang ditengarai sengaja diutusnya untuk mengajak kelompok-kelompok untuk mengkavling Pulau Kelapa.

Camat Lambu saat itu, Drs. H. Mustafa juga berdiri tegak bersama rakyat Lambu-melakukan perlawanan terhadap investor ilegal yang hendak mancaplok Pulau Kelapa. Alhasil, informasi menyebutkan sang pemilik modal mengalami kerugian, dan terduga kaki tangannya pun gigit jari.

Dipenghujung Mei 2018, warga Kecamatan Lambu sedang dihadapkan dengan sebuah peristiwa. Yakni, ada oknum yang diduga sengaja memperalat rakyat untuk mengkavling tanah di pesisir pantai, tepatnya di kawasan Pantai Lawariti (watasan Desa Sumi dan Desa Soro) yang ditengarai untuk menggolkan kepentingan salah seorang oknum WNA. Pun di duga, dibelakang peristiwa tersebut ada PT. Naga Resort yang bertujuan membangun hotel di lokasi itu.

Akibatnya, Warga Lambu yang diback up oleh Tokoh-Tokoh penting termasuk para aktivisynya menyatakan kesepakatan akan mengusir keluar Perusahaan tersebut dari tanah Lambu. Jasmin A. Malik S.Pd yang merupakan Ketua Komite Pembentukan Kabupaten Bima Timur (KPKBT) misalnya, berhasil membongkar dugaan praktek mafia mengkavling tanah negara yang kemudian dijual ke WAN melalui makelarnya untuk tujuan membangun hotel dikawasan dimaksud. Dan, Jasmin pulalah yang menggaungkan penolakan terhadap kehadiran Perusahaan tersebut di tanah Lambu dan kemudian berhasil mendorong kesepakatan Tokoh-Tokoh, para aktivis dan umumnya masyarakat setempat untuk mengusir Perusahaan itu di tanah yang “dikenal saksi dengan Temba Rombanya itu” (Lambu).

“Konsolidasi penolakan sudah, sedang dan akan terus dilakukan untuk menolak kehadiran perusahaan tersebut di tanah Lambu. Jika semua kawasan pesisir Lambu dikuasai oleh oknum WNA melalui makelarnya, maka habislah aset negara ini. Oleh karenanya, warga Lambu siap berjihad menghadapi sejumlah oknum makelar yang diduga sebagai kaki tangan WNA dimaksud,” tegas Jasmin.

Penolalakan terhadap kehadiran perusahaan tersebut di Lambu, juga sangat ramai dibahas di pelatara Media Sosial (Medsos). Para aktivis asal Lambu melalui akun Facebooknya (FB), menyatakan kesepakatannya untuk berjihad melawan Perusahaan dimaksud.

“Alhamdulillah, adik-adik mahasiswa, aktivis dan tokoh-tokoh di Lambu sudah sepakat dan sangat siap untuk melakukan perlawanan. Anda bisa lihat sendiri bagaimana reaksi mereka di Medsos. Ini bukan sekedar ancaman, tetapi akan dibuktikan di dunia nyata jika Perusahaan itu masih memaksakan kehendak membangun hotel di watasan Sumi dengan Soro. Pasalnya, semua pihak tersebut tidak rela tanah Lambu dikuasai oleh WNA,” imbuh Jasmin.

Jasmin menjelaskan, sebagai bentuk penolakan warga Lambu atas kehadiran Perusahaan tersebut, Senin (28/5/2018) sudah merencanakan menggelar audiensi di Kantor Camat Lambu dengan melibatkan camat setempat. “Namun, audiensi gagal dilaksanakan, karena pak Camat ada cara dengan Bupati Bima di Mutmaina Home Stay-Kota Bima. Olehnya demikian, rencana audiensi terpaksa dilakukan pada hari berikutnya. Yang jelas, reaksi penolakan terhadap kehadiran Perusahaan tersebut masih sangat kuat di Lambu,” terang Jasmin.

Pernyataan keras yang sama, juga muncul dari seorang aktivis kawakan asal lambu-sebut saja Ansari alias Owen. Tokoh muda yang dikenal tegas dan berani sekaligus Calon Legislatif (Caleg) 2019 melalui Partai Nasdem Dapil Sape-Labu ini, dengan suara lantang mengecam keras  oknum makelar tanah untuk kepentingan WNA sebagai pintu masuk kesengsaraan warga Lambu.  

“Kami tak butuh program yg aneh-aneh. Tanah leluhur Kami di jual oleh makelar ke investor asing. Itu mirip konspirasi dengan mengatasnamakan pariwisata. Namun, sesungguh hal itu itu telah mencedrai Undang-Undang (UU) Pokok agraria. Mereka ingin membangun hotel di kawasan Lariti, tepatnya di watasan Desa Sumi dengan Desa Soro. Oleh karenanya, kami tegaskan menolak keras dan mengecam oknum makelar tanah sebagai pintu masukinya kesengsaraan rakyat,” kecam Owen melalui selulernya, Minggu malam (27/5/2018).

Jasmin A. Malik S.Sp
Owen kembali menegaskan, cukup sudah jadi bangsa kuli dan kini harus bangkit menjadi bangsa yang mandiri. Diakuinya, tanah Lambu adalah tanah “keramat”. Maka selanjutnya papar Owen, perlawanan terhadap kehadiran WNA dengan tujuan membangun hotel di kawasan itu adalah harga mati bagi warga Lambu. “Perlawanan itu pasti Bung, catat dan katakan kepada dunia bahwa ini bukan sekedar ancaman,” imbuh Tokoh yang juga menjabat sebagai Pengurus Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di Kabupaten Bima ini.

Owen kemudian menyampaikan pesan kepada Pemerintah, maksudnya agar memastikan Sumber Daya Manusia (SDM( dan Sumber daya Alam (SDA) di lambu khususnya dikelola dengan baik sebagaimana amana Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945. “Salah satunya memastikan harga bawang dan lainnya stabil dengan kisaran Rp20 ribu/Kg. Dan yang paling penting lagi, adalah hadirnya Pemerintah menjadi mediator atau mitra strategis bagi dunia pertanian, peternakan dan kelautan perikanan di Sape dan Lambu,” desak Owen.

Kembali kepada peristiwa kehadiran Perusahaan yang ingin membangun hotel di kawasan Pantai Lariti tersebut, Owen mencurigai oknum sebagai donaturnya adalah orang yang sama yang saat itu menggunakan tangan-tangan sejumlah oknum makelar untuk mengkavling Pulau Kelapa.

“Namun berkat bersatunya warga Lambgu yang didukung oleh kekuatan media (Visioner Group), berhasil menggagalkan upaya mereka. Oleh karenanya, kami patut berapresiasi dan berterimakasih kepada seluruh warga Lambu dan Visioner Group. Siingkatnya, perlawanan terhadap kehadiran PT. Naga Resort dengan tujuan membangun hotel yang didalamnya terdapat tujuan besar WNA dimaksud adalah harga mati. Apresiasi dan terimakasih, juga saya sampaikan kepada adik-adik mahasiswa dan aktivis yang siap melakukan perlawanan terhadap kehadiran Perusahaan tersebut di tanah Lambu,” pungkas Owen.

Lagi-lagi-seorang aktivis kawakan asal Lambu, Adi Suriyadi, SPd alias Japong juga bersikap sama dengan jasmin, Owen, aktivis, mahasiswa dan para tokoh yang ada di Lambu terkait kehadiran PT. Naga Resort yang ingin membangun hotel di kawasan Pantai lariti tersebut.

“Lho, penolakan terkait kehadiran perusahaan btersebut oleh seluruh elemen di Lambu itu sudah viral di Medsos ya. Jujur, saya baru mendengarnya sekarang dan belum membaca beritanya. Tetapi pada prinsipnya, saya bersama beberapa Aliansi Masyarakat Pesisir (AMP) di lambu dan sekitarnya menolak tegas kehadiran Perusahaan tersebut di tanah Lambgu,” tegas Japong melalui selulernya, Senin (28/5/2018).

Namun sebelumnya, Japong mengakui telah mengetahui adanya keinginan pihak-pihak untuk mengelola 30 titik destinasi wisata di Kecamatan Lambu. Atas hal itu, pihaknya juga pernah melakukan audiensi dengan Dinas Pariwisata dan Dinas Kelutan Perikananan Kabupatenj Bima.

Adi Supriadi S.Pd (Japong)
“Dan beberapa pernyataan kami, jelas-jelas menolak keras pengelolaan 30 titik destinasi wisata dan rencana pembangunan hotel milik PT. Naga Resort itu. Namun, pernyataan sikap tersebut belum belum ditindaklanjuti. Tetapi setelah ditindaklanjuti, saya bersama-sama kawan-kawan asal lambu dan Sape sempat membahas soal itu di Pandopo Bupati Bima untuk membahas soal itu. Namun, saat itu saya hanya diam saja. Yang jelas, sampai hari ini saya bersama beberapa AMP masih tegas menolak pengelolaan 30 titik destinasi wisata dan pembangunan hotel dimaksud,” ulas Japong.

Kendati belum melakukan verifikasi terhadap rangkaian kasusnya, namun gambaran secara umumnya papar Japong, kehadiran Investor yang mengelola pariwisata termasuk membangun hotel dimaksud jelas-jelas akan merugikan warga Lambu. “Sebab, aset-set itu telah jelas menjadi milik WNA. Untuk itu, hal tersebut jelas akan menggangu teman-teman yang ada di kawasa pesisir. Banyak kelompok penolakan yang kami rekrut untuk melakukan perlawanan, yakni mulai dari Desa Lambu, Soro, Bajo Sarae dan Busu. Dan kelompok-kelompok yang direkrut tersebut, juga membahas terkait tujuan besar mereka termasuk pembangunan hotel dimaksud,” tandasnya.

Japong kemudian mengungkap, awalnya mereka ingin membangun pariwisata koperasi di sana. Bahkan ungkap Japong, saat ini mereka sedang membuat master plan. “Jujur, kita sedang mencari siapa sebenarnya dibalik semua ini. Namun akhir-akhir yang ini, yang kami dengar bahwa AHY lah yang menjadi makelarnya. Jika persoalannya adalah sama yang dibeberkan oleh Jasmin, maka kami menduga kuat bahwa AHY lah yang menjadi makelar tanah di kawasan pesisir dimaksud. Singkatnya, kami bersama AMP siap bersama semua pihak di Lambu untuk melakukan perlawanan terhadap kehadoran Investor yang berencana membangun hotel di sana,” pungkas Japong.

Bagaimana komentar Camat Lambu, Abdurrahman S.Sos terkait masalah tersebut, melalui saluran selulernya pada Minggu malam (27/5/2018), ia mengaku tidak tahu. Dan, juga dia menyatakan tidak tahu tentang adanya rencana pembangunan hotel milik PT. Naga Resort di watasan Desa Sumi dengan Desa Soro atau tepatnya di kawasan Pantai Lariti itu. “Saya tidak tahu tentang masalah itu. Pun saya tidak tahu tentang adanya rencana para pihak yang ingin melaukan audiensi di kantor Camat terkait persoalan tersebut,” katanya. (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.