Ibu Hamil Bersama Suaminya Terancam Hukuman Pidana 32 Bulan

Ketua Panwaslu Kota Bima, Sukarman, SH

Visioner Berita Kota Bima-Sejumlah pihak sontak saja kaget. Pemicunya, ada sebuah peristiwa yang mengejutkan dan bahkan mengundang rasa ibah. Yakni, seorang ibu hamil asal salah satu Lingkungan di Kelurahan Ule Kecamatan Asakota terlibat pada sebuah kasus. Karenanya, dia terancaman hukuman pidana selama 32 bulan. Kasus dan ancaman yang sama, juga menimpa suaminya.

Usut punya usut, sepasang suami-isteri ini terlibat dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pemilu (Tipilu). Kasusnya, tertanggal 27 Juli 2018 yang bertepatan dengan puncak pelaksanaan Pilkada Kota Bima-suami isteri ini melakukan pencoblosan dua kali. Yakni, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di lingkungan So Nggela Kelurahan Ule Kecamatan Asa Kota-Kota Bima dan di TPS Amahami Kelurahan Dara Kota Bima.

Kasusnya, dilaporkan oleh Tim Hukum pasangan MANUFER yakni Al Imran, SH dkk ke Panwaslu Kota Bima. Atas laporan tersebut, sejumlah saksi dan pasangan suami-isteri ini telah dilakukan pemeriksaan oleh Petugas Panwaslu dan pihak Sentra Gakumdu. Dari data yang diperoleh Visioner menjelaskan, pasangan suami-isteri ini menghakui perbuatannya. Yakni, melakukan pencoblosan dua kali di dua TPS dimaksud pada moment Pilkada Kota Bima.

Dan atas kasus tersebut, pihak Panwaslu mengeluarkan rekomendasi yang isinya melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di dua TPS tersebut. Rekomendasi tersebut, ditujukan oleh Panwaslu Kota Bima kepada KPUD setempat. Sayangnya, rekomndasi tersebut dinyatakan tidak dapat diterima oleh pihak KPUD Kota Bima. Alasannya, karena laporan pihak pelapor terkait masalah itu dianggap telah kadaluarsa.

Ketua Panwaslu Kota Bima, Sukarman SH pun membenarkan adanya laporan terkait keterlibatan pasangan Suami-Isteri ini dalam kasus Tipilu. Atas laporan tersebut, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap pihak pelapor, saksi dan terlapor.

“Setelah dilakukan pemeriksaan, pasangan suami-isteri ini mengakui perbuatannya. Tahapan dalam penanganan kasus ini, sedang memasuki wilayah yang dinilai sangat serius. Unsur pelanggaran Tipilu yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri ini pun sudah terpenuhi. Oleh karenanya, keduanya terancaman hukuman pidana selama 32 bulan,” jelasnya.

Nama suaminya adalah Bambang Jamaludin. Sementara isterinya yang sedang hamil, yakni Fatun Khairunnisa. Benarkah pasangan suami-isteri ini adalah pendukung pasangan MANUFER pada Pilkada Kota Bima periode 2018-2023 yang kemudian dilaporkan oleh Tim Hukum pasangan MANUFER terkait kasus tersebut?, Sukarman hanya berkata dengan nada terkesan diplomatis. “Dugaannya seperti itu. Kami tidak tahu apakah pasangan suami-isteri ini adalah orangnya pasangan MANUFER atau bukan. Namun, merekalah yang membawanya ke Panwaslu untuk diperiksa terkait kasus tersebut,” tandasnya.

Sukarman juga mengungkap, keluarga pasangan suami-isteri ini juga sempat datang ke Panwaslu Kota Bima. Yang bersangkutan, diakuinya kaget atas peristiwa yang menimpa pasangan suami-isteri ini. “Kita ini orang yang tidak mengerti soal aturan, pak. Jika mencoblos dua kali di dua TPS itu memang tidak bisa dilakukan, maka beritahulah kami ini supaya tidak melaksanakan pencoblosan dua kali,”  ungkap Sukarman menirukan suara keluarga pasangan suami-isteri dimaksud.

Sukarman kemudian memaparkan, semula kasus keterlibatan pasangan suami-isteri ini dilaporkan oleh Ramlah (pendukung pasangan MANUFER) kepada Al Imran selaku tim kuasa hukum pasangan MANUFER.

“Ramlah juga telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Jika dalam proses pemeriksaan yang dilakukanb oleh polisi, kemungkinan besar kasus ini akan dikembangkan. Maksudnya, mungkin saja ada pihak lain yang mengarahkan pasangan suami-isteri ini untuk mencoblos di dua TPS pada pundak pelaksanaan Pilkada Kota Bima pada beberapa waktu lalu. Sampai saat ini kita belum bisa memastikan bahwa pasangan suami-isteri ini adalah pendukung pasangan MANUFER, namun soal indikasinya ya mungkin saja,” beber Sukarman.

Saat dilakukan pemeriksaan oleh pihaknya apakah ibu hamil dimaksud adalah pendukung pasangan MANUFER, Sukarman mengaku bahwa pihaknya sempat bertanya soal itu. Namun, yang bersangkutan tidak mau menjawabnya. “Mungkin saja dia enggan menjawab saat ditanya karena kemunkinan sedang dalam kebingungan. Namun detailitas penanganan kasus tersebut, tentu saja akan dilakukan pada tingkat penyidikan oleh pihak Kepolisian. Kasus tersebut, kini memasukan ranah pembahasan kedua. Tetapi, kami meyakininya telah memenuhi unsur Tipilu,” terang Sukarman lagi.

Yang tak kalah mengejutkan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihaknya, ibu hamil tersebut mengaku pada puncak Pilkada Kota Bima mendapatkan dua lembar C-6. “C-6 yang satu dia gunakan pada salah satu TPS di So Nggela. Dan C-6 yang satunya lagi ia gunakan di TPS Amahami. Saat di TPS Amahami, katanya kepada Ketua RT di TPS Amahami itulah yang menyuruh memilih. Makanya, kita juga mau panggil Ketua RT tersebut untuk diperiksa. Saat dilakukan pemeriksaan, ibu hamil ini mengaku bahwa pada Pilkada sebelumnya juga melakukan pencoblosan dua kali,” beber Sukarman lagi.

Menjawab tentang dimana sumber kelemahan sehingga pasangan suami-isteri ini melakukan pencoblosan dua kali, Sukarman mengaku belum tahu. Namun, pihaknya membutuhkan klarifikasi dengan pihak KPPS. “Kok pasangan suami-isteri ini bisa lolos melakukan pencoblosan dua kaki, ini yang mau kita klarifikasi dengan pihak KPPS. Padahal menurut pengakuan suami isteri ini pada saat dilakukan pemeriksaan apakah saat menyoblos di TPS Amahami masih ada tinta dijarinya sebagai bukti bahwa sebelumnya telah melakukan pencoblosan, keduanya mengaku masih ada. Sekali lagi, demikian pengakuan suami-isteri ini saat kami periksa,” tutur Sukarman.

Atas kasus yang telah memenuhi unsur Tipilu tersebut, Sukarman mengakui mengirimkan rekomendasi PSU yang ditujukan kepada pihak KPUD Kota Bima. Namun seiring dengan perjalanan proses dan tahapan kajian oleh KPUD setempat, rekomendasi tersebut tidak dapat diterima karena lasan laporan pihak pelapor dianggap sudah kadaluarsa oleh ketentuan yang berlaku.

“Mereka juga mendemo Panwaslu. Katanya Panwaslu tidak melakukan investigasi terkait laporan mereka itu. Padahal, sejumlah proses, tahapan dan mekanisme terkait penanganan kasus tersebut telah dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku. Karerna mereka ngotot menyalahkan Panwaslu, akhirnya kami mendesaknya untuk melaporkan kepada DKPP. Yang jelas, yang berhak menyatakan laporan itu kadaluarsa atau tidak adalah kewenangan pihak KPUD Kota Bima. Oleh sebab itu, kami tegaskan tidak bisa mengintervensi kewenangan KPUD Kota Bima,” tegas Sukarman.

Sukarman menambahkan, total jumlah pemilih di dua TPS dimaksud sekitar 1030 orang. Dan pada dua TPS tersebut tandasnya, dimenangkan oleh pasangan Lutfi-Feri. “Pelanggaran itu terjadi pada dua TPS tersebut. Karena fakta pelanggaran terjadi pada dua TPS tersebut, akhirnya kami merekomendasikan ke KPUD Kota Bima agar dilakukan PSU. Namun, pada kesimpulannya KPUD menolak PSU karena alasan bahwa laporan pihak pelapor sudah kadaluarsa dengan merujuk pada ketentuan yang berlaku,” tambahnya.

Seluruh rangkaian penanganan kasus tersebut oleh pihaknya, diakuinya telah usai. Selanjutnya, kasus tersebut telah dilimpahkan penangananya kepada pihak Polres Bima Kota untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. Oleh karenanya, pihaknya belum mengetahui secara rinci tentang sudah sejauhmjana penanganan kasus ini oleh pihak Kepolisian di Polres Bima Kota. “Selanjutnya silahkan anda menanyakan perkembangan penanganan kasus itu kepada pihak Polres Bima Kota,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditulis, Katimriksa Ipda Dediansyah belum berhasil dikonfirmasi. Pun demikian halnya dengan Kapolres Bima Kota, AKBP Ida Bagus Winarta, SIK. Beberapa kali dihubungi melalui salulran seluler, keduanya belum mengangkat Handphonenya kendati masih dalam keadaan on. (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.