Harga Bawang Merosot Warga Lambu Menjerit, Satu Kantor Disegel-Dua Lainnya Didemo

Inilah UPT Pertanian Lambu Disegel (17/9/2018)
Visioner Berita Kabupaten Bima-Petani bawang merah menjerit karena harganya merosot tajam di Kabupaten Bima, sesungguhnya bukanlah hal baru. Catatan media massa menjelaskan, hal tersebut terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini dan bahkan masih berlangsung hingga detik ini. Sementara usaha bawang oleh petani di atas hamparan dari area yang kecil hingga luas pun diakuinya tidak memperoleh keuntungan.

Tetapi, kadangkala impas dan bahkan tak sedikit petani yang menjerit karena merasa rugi. Jeritan para petani bawang di Bima tersebut, bukan saja opada merosotnya harga bawang dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, juga dinilai diperparah oleh kenaikan harga pupuk serta obat-obatan. Padahal Peraturan Mendagri nomor 27 tahun 2007 telah mengatur soal ketentuan harga bawang merah (het). Namun kenyataan dilapangan, seolah aturan tersebut tidak digunakan.  

Kecauli kesan yang terjadi, yang diduga diuntungkan adalah para tengkulak. Jeritan petani bawah di berbagai bawang di Kabupaten Bima khususnya, kini kian mewarnai terutama di Media Sosial. Sementara usaha bawang merah adalah satu-satunya sumber mata pencarian mereka, terutama untuk menyekolahkan anak-anaknya dan kebutuhan lain baik yang bersifat umum maupun mendsak.

Uniknya, Pemerintah baik secara Nasional maupun Daerah seolah bersikap abai terhadap masalah serius yang menimpa para petani bawang merash di Bima. Kehadiran Anggaran Dana Desa (ADD) yang salah satunya diarahkan untuk menampung potensi bawang merah pada masing-masing Desa sebagai upaya mempersempit langkah para tengkulak, justeru tidak berdaya. Indikasi itu, ditemukan oleh banyak pihak termasuk awak media massa melalui tak satupun BUMDes di Kabupaten Bima yang bergerak menggunakan ADD untuk mengcover potensi bawang merah.

Pada catatan umum lainnya dari media massa juga mengungkap, yang lebih pelik lagi adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima memiliki PD Wawo yang sesungguhnya bisa bergerak secara ekspantif hingga ke potensi bawang merah di Bima. Namun Perusahaan Daerah (PD) ini, dinilai tak lebih dari “bosan hidup tetapi mati tak mau” (stigma publik). Pasalnya, PD ini seolah bergerak secara spesiali hanya kepada potensi garam yang sejak dulu hingga detik ini tak pernah berkembang padahal penyertaan modal terus dilakukan oleh Pemkab Bima.

Aksi Demonstrasi ARTL di depan Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Bima 
Bima sesungguhnya kaya dengan Potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dinilai memungkinkan untuk dikelola secara komprehensif oleh PD Wawo dan BUMDes melalui dana ADD dengan nilai tak sedikit pada masing-masing Desa.

Menurut massa, menurunnya harga hasil pertanian saat ini tidak sepadan dengan meningkatnya harga pupuk serta obat obatan pertanian. Tetapi yang terjadi, dua pilar itu (PD Wawo dan BUMDes) terkesan menampakan ketidak-berdayaannya. Buktinya, usaha garam beryoidum seolah jalan ditempat, dan masalah bawang merah ini justeru diduga kuat memperikan peluang besar bagi para tengkulak untuk meraih keuntungan besar di atas keringat para petani bawang di sejumlah wilayah di Kabupaten Bima.

Catatan media massa, juga menjelaskan bahwa beberapa tahun silam Pemerintah Pusat menggelotorkan anggaran puluhan miliar untukpemberdayaan bawang merah di Bima. Dalilnya, lebih kepada prestasi dan bawang merah di Bima masuk ke level varietas berkualitas nomor tiga di Nusantara. Dan ketika itu, para petani bawang sangat diuntungkan terutama soal bibit hingga mereka terlihat sangat semangat.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, soal anggaran bawang merah di Bima seolah tak lagi dilirik oleh Pemerintah Pusat. Indikasi itu ditemukan melalui anggaran untuk bawang merah di Bima yang semula puluhan miliar turun drastis menjadi sekitar ratusan juta rupiah. Konon, informasinya karena dugaan adanya kelompok tertentu yang mengsik Dirjend Pertanian dan Holtikultura di Jakarta saat itu.

Aksi demo Long Marh ARTL menuju Dinas Perdagangan Kabupaten Bima
Singkatnya, karena terlalu lama menjerit atas merosotnya harga bawang merah ini pun sukses memicu reaksi para petani bawang. Kecamatan Sape dan Lambu Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan dua wilayah produksi bawah merah terbesar di Bima terlepas dari Kecamatan Soromandi dan di beberapa Kecamatan lain seperti Belo. Senin (17/9/2018) ratusan petani bawang di Lambu yang bergabung dalam Aliansi Rakyat Tani Lambu (ARTL) menggelar aksi demosntrasi.

Ratusan warga yang juga melibatkan elemen lain tersebut, “menyasar” tiga instansi yang ada di Pemkab Bima. Gerakan tergolong dahsyat pertama yang dilakukan oleh ratusan warga tersebut adalah menyegel Kantor UPT Pertanian dan Tanaman Pangan di Lambu. Usai menyegel instansi tersebut, ratusan warga kemudian “menyasar” sejumlah instansi yakni DPRD Kabupaten Bima, Dinas Pertanian Perkebunan dan Holtikultura dan Dinas Perdagangan Kabupaten Bima, dan Bulog Wilayah Bima.

Hasil aksi demosntrasi yang juga sempat ricuh dengan aparat kepolisian hingga salah seorang pendemo yakni Muhammad Doni sempat diamankan beberapa jam oleh aparat Polres Bima Kota ini, sukses mencapai beberapa kesepakatan yang orientasinya akan ada perhatian dari Pemkab Bima terkait jeritan warga Lambu terkait merosotnya harga bawang merah ini. Hal tersebut, diperoleh sejumlah awak media melalui pertemuan ARTL dengan Kadis Pertanian Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten Bima, Ir. H. Indra Jaya yang juga melibatkan Kabid terkait setempat.

Humas ARTL, Muhammad Ramadhan usai pertemuan penting tersebut menjelaskan beberapa poin tuntutannya. Pertama, menstabilkan harga bawang sesuai dengan Perarturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) nomor 27 tahun 2017. Yakni harga dasar bawang merah adalah Rp15 ribu per Kg (harga dasar). Sementara harga maksimal bawang kering adalah Rp2.250.000 per kwintal (100 Kg).

Tuntutan kedua, yakni memaksimalkan harga pupuk sesuai dengan kebutuhan petani bawang. Hilangkan pemaketan pupuk, dan stabilkan harga pupuk sesuai dengan standar nasional (harga het). Keempat, yakni Pemerintah harus memaksimalkan pengawasan terutama yang berkaitan dengan obat-obatan yang dibutuhkan oleh para petani bawang baik yang subsidi maupun non subsidi.

“Sementara harga bawang di lapangan sekarang hanya Rp400 per Kg dan paling tinggi Rp600 per Kg. Artinya, harga bawang di Bima sekarang terutama di Lambu hanya Rp400 per Kg dan maksimal Rp600 per Kg. Ini masalah serius dan telah jelas bertabrakan dengan Permendag RI nomor 27 tahun 2017,” tandasnya.

Pemandangan "Unik" saat ARTL saat aksi demonstrasi di depan Dinar Perdagangan Kabupaten Bima
Harga bawang yang berlaku pada tingkat petani bawang di Bima khususnya di Lambu sekarang, diakuinya justeru membuat para petani semakin merugi. Petani juga diakuinya kian menjerit karena harga obat-obatan untuk bawang dengan nilai sebesar Rp400 ribu per botol. “Artinya, harga obat-obatan per botolnya ini adalah sama dengan harga bawang 100 Kg. Fakta inilah yang kian membuat petani bawang di Bima makin menerit. Oleh karena, Pemerintah baik di daerah maupun di Pusat harus memiliki perhatian khusus,” desaknya.

Apakah jeritan petani terkait merosotnya harga bawang merah hinggga melonjaknya harga obat-obatan itu lebih karena dugaan kelakuan para tengkulak dan atau dimana sesungguhnya letak kelemahan paling mendasar?, ia kemudian hanya menawarkan solusi. “Ada kelemahan besar yang terjadi dalam kaitan ini. Salah satunya, Pemerintah seolah tidak bisa mengakomodasi mitranya seperti Bulog. Dan kesan yang terjadi, Pemerintah lepas tanggungjawab terkait jeritan para petani bawang di Bima,” tudingnya.

Ia kemudian menyatakan, Pemerintah tidak adil baik dari segi modal dan tenaga. Kondisi tersebut, diakuinya bahkan bisa berakibat fatal dengan putusnya sekolah bagi anak-anak para petani bawang khususnya di Kecamatan Lambu. Padahal,k Kecamatan Lambu adalah mayoritas petani bawang merah.

“Disamping itu, para petani bawang di Lambu juga rela berhutang dan mengambil uang kredit dengan bunga yang besar demi perawatan hasil taninya yang menggunakan pestisida. Dari hasil pertemuan dengan Kadis Pertanian Perkebunan dan Holtikultura tadi, ada penandatanganan kesepakatan soal tuntutan kami. Kesepakatan tersebut, yakni dalam waktu 1x24 jam. Jika tidak, maka aksi demosntrasi yang lebih besar lagi akan terjadi di Kabupaten Bima,” imbuhnya.

Liputan langsung sejumlah awak media melaporkan, usai menggelar aksi dan pertemuan dengan Kadis Pertanian Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten Bima-massa aksi kemudian melanjutkan aksi yang sama di Dinas Perdagangan Kabupaten Bima. Aksi tersebut, tidak disertai degan orasi. Namun, hanya bertemu dengan pihak Instansi dimaksud. Selanjutnya, massa kemudian inggin melanjutkan aksi demonstrasi di Gudang Bulog di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Namun, aksi tersebut tidak dilanjutkan karena ada kesepakatan bersama dalam kubu massa aksi itu pula. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.