Realitas Kehidupan Sosial di Kota Bima, Fakta Menampar Keras Wajah Eksekutif dan Wakil Rakyat?
Potret kehidupan Sosial Sumarni dan Keluarganya itu-masih terbuka mata hati, telinga dan langkah pasti dalam menjawabnya?. Dok. Foto: Midun |
Visioner Berita Kota Bima-Berbagai pengakuan positif bahwa Kota
Bima Nusa Tengara Barat (NTB) secara bertahap mulai mengalami kemajuan atas
kinerja Pemerintah sejak wilayah ini meisahkan diri dari Ibukota Kabupaten
Bima, memang patut diapresiasi. Pembuktian dari pengakuan tersebut, nampak
jelas melalui pembangunan fisik yang dikendalikan oleh seluruh Instansi di Kota
bermotokan “Maja Labo Dahu” ini (Malu dan Takut).
Namun pada sisi yang lain yakni
soal realitas kehidupan sosial warga, ditemukan tak sedikit kekurangan yang
dinilai dipicu oleh “lemahnya kinerja” Eksekutif pada Instansi terkait maupun
Legislatif. Pada tataran realitas kehidupan soal ini, Visioner berkali-kali
dalam beberapa kurun waktu terakhir ini melakukan investigasi guna membuktikan
kebenaran dari informasinya. Alhasil, ternyata masih banyak warga di sejumlah
wilayah yang hidup di rumah yang dinilai tak layak dihuni.
Potret lemahnya aspek kinerja Pemerintah
dalam kaitan itu, salah satunya masih nampak di wilayah Kelurahan Manggemaci
Kecamatan Mpunda Kota Bima, terlihat masih banyak rumah warga pasca banjir
bandang tahun 2016 yang hingga saat ini belum disentuh oleh Pemerintah sebagai
pihak paling bertanggungjawab. Bahkan pada satu moment, Visioner juga menemukan
adanya warga yang membangun rumah terbuat dari kayu sisi banjir bandang di atas
pohon mangga. Fakta itu, di wilayah Kelurahan Monggonao Kecamatan Rasanae Barat
Kota Bima.
Tertanggal 18 Okrober 2018, Visioner kembali
menemukan sebuah pemandangan seksi di pinggir kali di Kelurahan Rontu Kecamatan
Raba-tepatnya di wilayah domisilinya Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH.
Pemandangan seksi tersebut, yakni ada sebuah rumah panggung sembilan tiang yang
tampaknya dibangun dengan sisa kayu pasca banjir bandang tahun 2016.
Rumah yang atapnya terlihat
ditutup dengan sebahagian genteng dan terpal serta berdindikan bilik dan kayu
ini adalah milik seorang janda bernama Sumarni. Sebuah kondisi memprihatinkan
ini, tampaknya sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Hanya saja, Wakil
Rakyat (Dewan) yang berdomisili di
wilayah itu “seolah tak sadar” dalam melihat kondisi kehidupan warganya itu.
Tampak dari depan dan sampingnya, terdapat sebatang kayu yang berdiri menahan rumah itu agar tak roboh, Terlihatkah?. Dok. Foto: Midun |
Kondisi riel yang nampak pada
bangunan rumah kayu tersebut, kini terlihat hampir roboh. Karenanya, pemilik
rumah mengaku takut tinggal di dalamnya karena khawatir akan jadi korban ketika
bangunan dari kayu itu roboh karena angin kencang.
“Cakrawala berpikir dan mata hati
Pemerintah baik Eksekutif maupun Legislatif, tentu sangat dibutuhkan untuk
menjawab secara nyata tentang sebuah kondisi dimaksud. Karena bagaimanapun
juga, Sumarni adalah warga Kota Bima yang wajib hukumnya nuntuk diperhatikan.
Dan, janda ini merupakan tulang punggung kehidupan bagi keluarganya,” ungkap
Midun, Kamis (18/10/2018).
Midun kemudian menjelaskan,
pihaknya sudah melakukan introgasi terhadap pemilik rumah yakni terkait bantuan
apa saja yang diberikan oleh Pemkot Bima terutama pasca terjadinya banjir
bandang tahun 2016.
“Kepada kami, ia mengaku hanya
menerima bantuan berupa uang sebesar Rp5 juta dari Pemkot Bima. Sementara dua
orang tetangganya menerima bantuan pasca banjir bandang tahun 2016 dari Pemkot
Bima masing-masing Rp69 juta. Padahal menurutnya, kondisi rumah dua orang warga
yang menerima dana bantuan ganti-rugi masing-masing Rp69 juta tersebut adalah
sama dengan rumah milik Sumarni ini. Dan, pencairan uang Rp5 juta kepada yang
bersangkutan yakni dalam kurun waktu tiga bulan pasca terjadinya banjir bandang
tahun 2016. Rasa-rasanya kebijakan penyerahan bantuan tersebut, selain aneh
juga sangatlah tidak adil,” keluh Midun.
Eksekutif-Legislatif, Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Dinas Sosial, Camat Raba dan Lurah
Rontu-didesaknya agar segera turun ke lapangan dalam rangka melihat secara
langsung tentang bagaimana kondisi sesungguhnya yang dialami oleh Sumarni ini.
Sebab, Midun menegaskan bahwa kondisi itu sudah berlangsung bertahun-tahun
lamanya.
Midun S.Sos (satu dari kiri), Sumarni (Tengah) dan seorang sahabat (paling kanan) |
Masih soal itu, 2 KK dengan
jumlah enam orang yang dihidup dalam rumah tak layak huni tersebut, sampai
sekarang masih dihantui oleh kewas-wasan. Kewas-wasan tersebut, muncul karena
musim angin kencang yang melanda Kota Bima dan sekitarnya sekarang ini. “Karena
tidak memiliki tempat tinggal yang lainnya, sampai sekarang mereka masih
bertahan hidup di rumah tak layak huni tersebut. Jika anda melihat langsung
kondisi itu, maka keprihatinan jelas akan dirasakan,” papar Midun.
Pada sebuah kondisi
memprihatinkan itu, Sumarni diakuinya sebagai salah satu pejuang yang telah
membuktikan keberhasilannya dalam memenangkan pasangan Lutfi-Feri menjadi
Walikota-Wakil Walikota Bima untuk periode 2018-2013. Oleh karenanya, Midun
mengakui bahwa Sumarni merupakan salah satu Sri Kandi Lutfi-Feri yang telah
membuktikan perjuangan keras dibalik kondisi kemiskinan yang menimpanya sejak
lama dan kemudian diperparah oleh kondisi rumah tak layak dihuni serta jauh
dari kata sehat.
“Semoga Jargon PERUBAHAN usungan oleh Pemerintahan Lutfi-Feri, salah satunya dapat
menjawab secara riel tentang kondisi kehidupan sosial yang dialami oleh Sumarni
beserta keluarganya ini. Berangkat dari kondisi itu, kita bukan hanya
meminta-tetapi juga memohon agar segera dituntaskan sehingga mereka bisa hidup
dalam kelayakan seperti tetangganya yang lainnya,” pintanya.
Midun kembali mengutarakan, untuk
menopang kehidupan keluarganya selama ini, Sumarni mencari nafkahinya melalui
usaha serabutan. Yakni, menjual ayam potong pasokan dari salah satu Perusahaan.
Dari hasil usaha serabutan tersebut, Perusahaan ayam potong tersebut hanya
memberikan keuntungan sebesar porsen kepada Sumarni jika laku terjual.
“Tampaknya, usaha serabutan
tersebut tentu saja tidak mampu mencukupi kehidupan Sumarni dan keluarganya
yang tinggal di rumah itu,” tandas Midun yang juga salah satu pilar perjuangan
sekaligus kemenangan pasangan Lutfi-Feri pada Pilkada Kota Bima periode
2018-2023 ini.
Lantas dari biana biaya tambahan
bagi kelangsungan hidup dan kehidupan Sumarni beserta keluarganya ketika usaha
serabutan tersebut belum bisa mencukupinya?, lagi-lagi dari hasil wawancaranya
Midun mengungkap bahwa hal itu diperoleh dari uang kiriman menantunya yang
bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Brunai Darussalam. “Ya selain
diperoleh melalui usaha serabutann tersebut, Sumarni dan keluarganya bisa
menyambung hidup dari kiriman menantunya yang bekerja sebagai TKW di sana,”
beber Midun.
Keinginan janda sekaligus sebagai tulang
punggung bagi keberlangsungan hidupnya dengan kelaurganya papar Midun, lebih
kepada memiliki modal untuk membuka usaha ayam potong sendiri. Sebab, usaha
serabutan yang menumpang pada sebuah Perusahaan dimaksud diakuinya belum mampu
mencukupi kehidupannya beserta keluarganya untuk setiap harinya.
“Hanya itu permintaan yang beliau sampaikan kepada
kami saat wawancara, dan selanjutnya perlu disampaikan kepada Pemerintah dengan
harapan agar mampu menjawabnya secara segera. Tetapi, kita semua percaya bahwa
Walikota-Wakil Walikota Bima sekarang akan menjawabnya. Dan, kami yakin bahwa
Lutfi-Feri akan membaca berita ini, semoga,” pungkas Midun. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda