Kisah Persahabatan-Kebersamaan Panjang Antara Mu’amar Ramadhoan Dengan Farhan Mustakim Berakhir Tragis

Mu'amar dikala hidupnya (kiri), Farhan (kanan) pasca dibekuk oleh Polisi
Tragaedi mengenaskan yang terjadi pada Senin pagi (21/1/2019), praktis saja mengguncang Bima. Pemuda Lutfi sekaligus anak yatim bernama Mu’amar Ramadhoan (23) tewas mengenaskan. Leher hingga kerongkongannya terputus hingga gumbalan dan bercak darahnya mewarnai kamar tidurnya di rumah Muma Eko di Lewi Sape Kelurahan Sarae-Kota Bima.

Perstiwa kematian Mu’amar secara tak wajar alias dibunuh, tak hanya membuat publik sedih. Tetapi juga menyisakan duka dan tangisan tak berujung dari keluarga, sahabat dan kerabatnya. Mu’amar merupakan seorang remaja ganteng berbadan tinggi, berkulit sawo matang, ramah dan jarang bicara. Ia boleh jadi menjadi sosok remaja terganteng di wilayah Kelurahan Sarae.

Pasca tragedi pembunuhan terhadap remaja yang dikenal sangat baik itu, Polisi maupun TNI ikut berpartisipasi melakukan pengungkapan terhadap pelakunya. Berbagai upaya, tahapan, proses dan lainnya pun dilakukan. Alhasil, setelah melewati sejumlah proses dan tahapan sebagaimana prosedur yang berlaku akhir Polisi memastikan bahwa pembunuhnya adalah sahabat baik korban yakni Farhan Mustakim (23), warga asal Lingkungan Gilipanda Kelurahan Sarae Kota Bima.

Beragam desakan agar Polisi segera mengungkap motif dan pelaku pembunuhan sadis tersebut, terus mengalir khususnya dari keluarga korban baik yang di Kabupaten maupun di Kota Bima. Media Sosial (Medsos), pun dijadikan sebagai sarana bagi publik (nitizen) tuk meluangkan beragam ekspresi ketidakterimaannya atas kematian tak wajar yang menimpa korban.

Alhasil, hanya butuh waktu seminggu bagi Polres Bima Kota melalui Tim Opsnal dibawah kendali Kasat Reskrim Iptu Akmal Novian Reza, S.IK untuk mengungkap pelaku dan motif pembunuhan sadis ini. Selasa malam (29/1/2019) sekitar pukul 21.20 Wita, Tim Opsnal berhasil membekuk Farhan Mustakim di Desa Lepadi Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu.  

Catatan Polisi, sebelum ditangkap yang bersangkutan sempat mengelabui petugas dan melakukan perlawanan. Namun, aparat pun bersikap tegas. Timah panas (peluru) pun melayang pada bagian kakinya Farhan hingga tak berdaya. Selanjutnya Farhan digelandang ke RSUD Bima oleh Tim Opsnal ke ruang IGD RSUD Bima guna mengeluarkan peluru yang masih bersarang pada bagian kakinya.

Setelah beberapa menit di rawat di RSUD Bima, Farhat akhirnya dibawa ke ruang Reskrim Polres Bima Kota untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif oleh penyidik. Kepada Visioner, Farhan selain meminta maaf juga mengakui membunuh korban karena alasan dendam akibat diolok-olok oleh korban pula. Namun, Farhan tidak menceritakan tentang penyebab dirinya diolok-olok oleh korban.

Farhan pun mengakui mengeksekusi korban hanya seorang diri alias tanpa melibatkan orang lain. Catatan lainnya mengungkap, Farhan menggorok korban hingga tewas mengenaskan dan darah berceceran di mana-mana di kamar itu dengan menggunakan pisau cater. Dugaan lainnya, kasus pembunuhan terhadap korban oleh farhan diduga telah direncanakan secara matang.

Kasat Reskrim Polres Bima Kota mengungkap, peristiwa pembunuhan sadis ini bermotifkan dendam dan diduga erat kaitannya dengan masalah transgender. Dan Polisi masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini guna memastikan apakah pelakunya tunggal atau lebih dari itu. “Gear perkara dalam kasus ini akan dilaksanakan pada hari ini juga (30/1/2019). Namun, Farhan telah ditetapkan sebagai tersangka dan secara resmi ditahan di sel tahanan Polres Bima Kota. Kasus ini masih terus kami dalami guna memastikan apakah terduga pelakunya bersifat tunggal atau lebih dari itu,” tegas Akmal.

Persahabatan Yang Kental Berakhir Tragis

Hasil penelusuran umum Visioner mengungkap, keakraban hubungan persahabatan antara korban dengan Farhan terjalin sejak keduanya kecil hingga beberapa hari sebelum tragedi kematian tragis yang menimpa Mu’amar Ramadhoan terjadi. Umur keduanya adalah sama-sama 23 tahun.

Berbagai sumber baik di Lingkungan Lewisape maupun Gilipanda mengungkap, hubungan keakraban, persaudaraan dan persahabatan keduanya terbangun sejak SD, SMP SMA hingga beberapa hari sebelum Mu’amar dibunuh secara sadis oleh Farhan. Korban adalah alumni MAN I Kota Bima, sementara Farhan adalah alumni MAN 2 Kota Bima.

Kendati berbeda sekolah, keduanya tetap berkumpul bersama bak sanak saudara. Kekentalan hubungan keduanya itu, pun masih terjalin setelah mengakhiri dunia pendidikan pada dunia pendidikan SMA sederajat itu (MAN 1 dan MAN 2). Dari pagi, siang maupun malam, keduanya selalu berkumpul bersama di sejumlah tempat dengan kawan-kawannya yang lain, termasuk di rumah Muma Eko alias TKP terbunuhnya Mu’amar.

Jauh sebelum Mu’amar dibunuh secara sadis, keduanya diakui pernah makan sepiring berdua, rokok sebatang dihisap bersama, tidur sebantal berdua dan hal lainnya termasuk bermain game bersama yang mencerminkan kentalnya hubungan persaudaraan-persahabatannya.

Tetapi, kekentalan hubungan yang seolah telah melekat sebagai keluarga itu justeru berakhir tragis. Mu’amar tewas secara tragis bukan di tangan orang lain. Tetapi, dilakukan oleh Farhan hanya karena persoalan sepele yang sesungguhnya bisa diselesaikan dengan cara-cara kemanusiaan. Maksudnya, hanya karena diolok-olok, Farhan membunuh Mu’amar dengan cara tak manusiawi.

Sebuah tragedi mengenaskan yang menimpa Mu’amar oleh Farhan ini, pun sesuatu yang tak diduga-duga oleh teman, kerabat, sahabat maupun keluarganya. Hal yang sama pun muncul dari sebahagian orang khsusunya yang berdomisili di Lewisape maupun Gilipanda. Maksudnya, semuanya terkejut ketika mendengar bahwa Mu’amar dibunuh secara sadis oleh sahabat akrabnya sendiri.

Tindakan tak lazim yang dilakukan oleh Farhan terhadap korban, bukan saja sukses mengusung tangisan, duka teramat dalam, penyesalan dan sejenisnya dari berbagai pihak terutama kalangan sahabat-sahabatnya. Tetapi, beragam cercaan dan bahkan makian dari publik khususnya di Medsos masih saja berlangsung hingga saat ini.

Benarkah Farhan membunuh sahabat akrabnya sendiri (Mu’amar) hanya karena diolok-olok atau karena ada hal lain “yang teramat penting”, hingga kini masih dipertanyakan oleh berbagai pihak. Berbagai pihak pun menduga, adanya “hal lain” yang memicu korban mengolok-olok Farhan. Konon dugaannya korelasinya dengan seorang transgender berinisial ZN.

Tetapi untuk membuktikan kebenaran dari dugaan tersebut, hingga saat ini Polisi masih terus mendalaminya. Namun, sejumlah sumber pun menduga bahwa baik korban, Farhan maupun ZN pernah berkumpul pada rumah Muma Eko alias Tempat kejadian Perkara (TKP) alias tempat Mu’amar dibunuh secara sadis.

Masih soal kekuatan kebersamaan antaran korban dengan Farhan, keduanya pun pernah berada pada salah satu pilar perjuangan memenangkan pasangan Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan (Lutfi-Feri) pada Pilkada setempat periode 2018-2023. Pilar perjuangan yang menghimpung keduanya itu diberi nama “Pemuda Lutfi”. Sejak awal proses hingga Lutfi-Feri mendudki kursi Walikota-Wakil Walikota Bima, baik Mu’amar maupun Farhan diakui sebagai pilar perjuangan penting di dalamnya.

Singkatnya, beragam kisah baik itu justeru pupus karena emosi tak terkontrol dan dinilai telah mengabaikan nilai-nilai penting bagi kehidupan sesama. Korban (Mu’amar) tewas dia atas tempat tidurnya dalam kondisi tragis. Leher bagian depan hingga kerongkongannya putus akibat sabetan cater dari sahabat baiknya sendiri (Farhan). Di TKP itu, gumpalan darah dan bercaknya terlihat nyata adanya di kamar itu mulai dari tempat tidur hingga ke lantai.  

Catatan penting dari peristiwa ini, di dalamnya terdapat banyak hikmah yang bisa dipetik oleh semua pihak. Lisan terkadang berubah menjadi musibah bagi orang-orang yang tidak mengedepan nilai-nilai bagi pemecahan setiap persoalan. Agama dan Kita apapun di dunia ini, tentu saja tidak membenarkan membnunuh sesama. Sebab, kematian adalah kewenangan Allah SWT.

Orang Bima baik dalam kacamata sejarah (history) maupun budaya sangat kental dengan nilai-nilai budaya, Agama, sosial hiongga kebersamaan. Tiga hal tersebut, menjadi kekhasan orang Bima termasuk di mata daerah lain. Kasus tersebunuhnya Mu’amar secara sadis itu, setidaknya terdapat sebuah pesan moral yang wajib untuk disampaikan. Yakni, salah satunya tidak boleh lagi terjadi oleh siapapun di kemudian hari.

Pesan lainnya, tak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara paling terhormat. Musyawarah untuk mencapai kata mufakat, merupakan warisan leluhur (adat) orang Bima dan bahkan masih berlaku sampai sekarang, pun diakui oleh sejumlah daerah di seluruh penjuru Nusantara. Peristiwa teganya Farhan membunuh sahabatnya sendiri, bisa saja muncul karena telah terjadi pergeseran nilai yang berjalan seiring dengan pergembangan global.

Tetapi, kedepannya hal itu perlu diantisipasi dengan melibatkan semua pihak agar kasus yang sama tak terjadi di kemdian hari. Setiap persoalan yang akan muncul di tengah-tengah masyarakat khususnya di Bima, Agama, budaya dan nilai-nilai penting lainnya termasuk penegakan hukum merupakan sarana yang wajib digunakan bagi penuntasannya. (CATATAN PENTING MANAGEMEN VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.