1952 Wilayah Laut Hingga ke Pasar Amahami, Tahun 1962 Mulai Dibangun Tambak

 Sisa Mangrove Jadi Saksi Hidup Bahwa Wilayah Laut Telah “Digarap”
Proyek Rp12 M di Amahami Oleh Mulyono alias Baba Ngeng
Visioner Berita Kota Bima-Dimana pohon mangrove itu tumbuh maka disitulah batas antara laut dengan darat. Kisah di kawasan Amahami Kota Bima Nusa Tenggara Barat (NTB), baru sekarang tepatnya di masa Pemerintahan Kota (Pemkot) Bima dibawah kendali Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri) dipermasalahkan.

DPRD Kota Bima misalnya, telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas untuk menelusuri tentang berbagai permasalahan yang terjadi di kawasan Amahami. Tiga mega proyek di zaman Pemerintahan Walikota-Wakil Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin-H.A.Rahman H. Abidin, SE (kakak-adik) alias Qurais-Man yakni pembangunan taman berpagu Rp8,5 M, proyek pembangunan jalan yang dikerjakan oleh Mulyono alias Baba Ngeng sebesar Rp12 M, pembangunan Masjid Terapung dengan nilai belasan miliar rupiah pun kini telah masuk ke meja Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

Berbagai media massa di NTB termasuk di Bima misalnya, menguak sejumlah persoalan menarik tentang penanganan kasus dugaan korupsi terkait tiga mega proyek dimaksud. Baik PPK, konslutan maupun pihak ketiga sebagai pelaksananya pun diinformasikan telah dilakukan Pemeriksaan oleh Penyidik Kejati NTB. Tak hanya itu, Kajati NTB pun telah melakukan pemeriksaan terhadap PPK hingga ke PPK dalam kasus mega proyek DAM pasca bencana tahun 2016 dibawah kendali Kepala BPBD Kota Bima, Ir. H. Sarafudin. Terdapat dua DAM yang diduga telah rusak belum waktunya, sementara pagunya bernilai miliaran rupiah.

H. Ahmad Muju Sedang Menunjuk Wilayah Laut di Amahami Sembari Memberikan Penjelasan Kepada Visioner
Namun, hingga detik ini menyebutkan bahwa penanganan sejumlah kasus tersebut masih dalam wilayah peyelidikan oleh pihak Kejati NTB. Kembali ke persoalan seksi di kawasan Amahami, Walikota-Wakil Walikota Bima sekarang menyebutkan terdapat banyaknya dugaan pelanggaran yang terjadi di kawasan itu. Seperti bangunan-bangunan berdiri pada ruang terbuka hijau (RTH) yang sarat dengan melanggar Perda.

Pasalnya, dikawasan itu bukan ruang terbangun sebagai mana yang tertera dalam Perda Kota Bima. Tak hanya itu, dugaan masalah yang terjadi di kawasan Amahami adalah penimbunan laut, pembababtan hutan mangrove yang jauh sebelumnya tumbuh subur secara bebas, terbitnya sertifikat secara sporadis yang diduga adanya permainan orang dalam, kasus dugaan adanya keinginan seorangwarga mencaplok aset daerah di blok 70 seluas 54 are, kasus penjualan areal laut seluas 1 hektar di sebelah utara Masjid Terapung.

Hasil konsultasi pihak Pansus DPRD Kota Bima dibawah kendali H. Arman (duta PKS) dengan pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTB beberapa waktu lalu, muncul tudingan bahwa seluruh aktivitas di kawasan Amahami Kota Bima adalah ilegal karena tidak ada izin dari pihak Pusat melalui Pemprov NTB sebagai pemilih kewenanga pada wilayah laut mulai dari titik nol dan seterusnya.

Ujung Barat Timbunan di Amahami
Sementara soal penanganan yang sedang dilaksanakan oleh pihak kejati NTB saat ini, disinyalir karena adanya dugaan korupsi yang terjadi. Dan bahkan, diduga ada keterkaitannya dengan aktivitas ilegal alias tanpa izin dari Provinsi di kawasan Amahami. Peristiwa “menggasak” secara hukum tentang sejumlah persoalan dimaksud oleh pihak Kejati NTB, diduga praktis telah membuat pihak-pihak tertentu menjadi “tak bisa tidur nyenyak”.  

Pansus DPRD Kota Bima, tercatat hingga kini masih terus bekerja. Setelah melakukan konsultasi dengan pihak DKP Provinsi NTB, kini Pansus sedang berada di Jakarta dan kemudian diinformasikan telah berkonsultasi dengan Kementerian Kelautan Perikanan dan RI. Informasi terkini yang diperoleh Visioner mengungkap, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menegaskan bahwa Teluk Bima sudah tercatat sebagai Kawasan Strategis Nasiona (KSN) yang tidak boleh digarap tanpa izin.

Masih menurut informasinya, yang diduga telah dipatok dan ditimbun di kawasan Amahami tersebut juga masuk dalam kawasan teluk Bima. Seorang sumber terpercaya menyebutkan, terkait kawasan Amahami yang sudah banyak dijadikan sebagai hak milik sejumlah orang di sana, tentu akan dilakukan pendalaman yang kemudian disesuaikan dengan Perda Provinsi NTB nomor 12 tahun 2017. Perda tersebut, diakuinya terkait dengan perizinan.

Jalan Raya Bagian Barat Pasar Amahami Menuju ke Bagian Utara
Diakuinya pula, terdapat sejumlah persoalan penting yang terjadi di kawasan Amahami itu. Hanya saja, persoalan tersebut belum bisa dibuka secara detail karena masih harus dilakukan pendalaman. Singkatnya, terkait persoalan di Amahami menjelaskan bahwa pihak Kajati NTB masih berkerja dan demikian pula halnya dengan pihak Pansus DPRD Kota Bima.

Kisah Amahami pun kian menarik, Sabtu (2/3/2019) crew Visioner mencoba mengelilingi lokasi itu.  Proyek pembangunan jalan besar yang dilaksanakan oleh Baba Ngeng itu dinyatakan sudah selesai dengan pagu Rp12 M tahun 2018-tepatnya di masa Pemerintahan Qurais-Man. Disebelah selatannya, berdiri kokoh sebuah bagunan Masjid Terapung yang didesin oleh Universitas Kristen Petra Surabaya dengan pagu belasan miliar pula. Sementara di depan Masjid Terapung juga dibangun taman dengan pagu Rp8,5 M dan dinyatakan telah selesai tetapi masih dalam masa pemeliharaan.

Pun status pembangunan jalan yang dikerjakan oleh Baba Ngeng tersebut, juga diakui oleh pihak Dinas PUPR Kota Bima masih dalam masa pemeliharaan. Karenanya, pihak BPK maupun BPKP NTB belum melakukan pemeriksaan terhadap. Sabtu siang, Visionerpun menemukan seseorang yang sepertinya tahu soal apa dan bagaimananya Amahami sejak tahun 1952. Dia adalah H. Ahmad Muju yang sejak saat itu mengaku bekerja sebagai tukang jahit.

Tanah Warga Yang Terlihat dan Yang Sudah Ditimbun dan Masih Ada Yang Belum di Bagian Barat Pasar Amahami
“Tahun 1952, laut masih terlihat hingga ke pasar raya Amahami itu. Pohon mangrove juga tumbuh besar secara secara bebas dan rindang hingga ke pasar raya itu pula. Pada tahun itu pula, masyarakat masih dengan mudahnya untuk mendapatkan kepiting besar dan hasil laut lainnya,” tandas Pak Haji masih terlihat kuat mendayung sepeda clasik ini.

Ia juga kembali mengungkap, wilah laut juga termasuk pada dua bagunan milik warga non pribumi yang berdiri kokoh di Tempat pelelangan Ikan (TPI) Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat. Di jalan yang dibangun oleh Baba Ngeng mulai dari sebelah selatan Masjid Terapung hingga ke ujung bagian baratnya juga areal laut yang ditimbun. Dan di sekitar itu juga dulu diakuinya terdapat pohon mangrove yang sangat rimbun.

“Pohon-pohon mangrove yang masih tumbuh alias sisa tebangan di di kawasan Amahami ini adalah wilayah laut. Pokoknya dimana anda melihat tumbuhnya pohon mangrove maka disitu pula adalah wilayah laut yang sekarang terlihat jelas sudah ditimbun. Dulu burung-burung apa saja masih terlihat berbain bebas di di pohon mangrove di sini. Namun sekarang, suara burung pun sudah tak terdengar lagi,” bebernya.

Hutan Mangrove Terlihat Masih Tumbuh Subur di Kawasan Yang Sudah jadi Milik Warga di Amahami
Masih segar dalam ingatannya, wilayah laut yang ada di kawasan Amahami mulai ditimbun alis digarap yakni sejak tahun 1962. Semula, ada beberapa warga yang mengawalinya dengan bangunan tambak, ada juga warga pribumi yang diduga beraviliasi dengan non pribumi yang ikut menggarapnya.

“Saya tidak tahu apakah orang-orang berduit menggarapnya setelah memberi dari masyarakat atau sebaliknya. Tetapi yang jelas, mereka juga ada di kawasan itu. Bersamaan dengan itu pula, tambak-tambak warga juga terlihat banyak, dan masih nampak sampai sekarang,” ujarnya.

Soal kawasan tersebut rata-rata sudah menjadi hak miliki sejumlah orang dalam bentuk sertifikat, ia mengaku tidak tahu. Pun, ia menegaskan tidak mengerti bagaimana proses SPPT hingga sertifikat milik orang-orang itu diterbitkan padahal lokasi tersebut adalah kawasan laut.

“Saya hanya bercerita saja tentang apa yang diketahui saat itu. Dari dulu hingga sekarang, yang saya tahu bahwa di lokasi ini dulu adalah laut. Hanya saja sejak tahun 1962 sampai sekarang wilayah seluas ini sudah ditimbun, dipatok-patok, dibangun pasar, dibangun jalan raya dan ada pula aktivitas lain di dalamnya seperti yang sedang anda saksikan,” ucapnya.

Pohon Mangrove dan Karang di Tengah Timbunan di Atas Lahan Warga di Kawasan Amahami
Sembari menunjuk batasan-batasan laut pada kawasan tersebut sampai dengan di TPI dan Pemukiman sejumlah warga, ia hanya bertanya-tanya tentang timbunan serta patokan yang sudah sampai ke ujung barat kawasan Amahami. Peristiwa penimbunan yang sangat intens oleh warga di kawasan itu tandasnya, yakni di zaman Walikota Bima, Drs. HM. Nur A.Latif  (Almarhum).

Di Era Nur Latif pula, di kawasan itu ada rencana pembangunan terminal AKAP di mana lahannya sudah dibebaskan kepada warga selaku pemilik tanah. namun di lahan yang awal direncanakan bagi pembangunan terminal AKAP tersebut telah diganti dengan bangunan pasar oleh Pemerintahan Qurais-Man. Tetapi, saya juga tidak tahu sekarang terminal AKAP dibangun. "Sebenarnya dulu yang saya tahu bahwa di sini mau dibangun Pelabuna. Namun, saya tidak  tahu kenapa rencana itu tidak terlaksana sampai sekarang," katanya.

Sisa Pohon Mangrove, Lahan Dipatok dan Terlihat Bangunan Berdiri di Ruang RTH di Kawasan Amahami
Kawasan laut tersebut yang telah berubah secara drastis telah dimanfaatkan untuk hal lain, pun membuatnya sangat terkejut. “Dari rumah sampai ke sini, saya hanya ingin melihat adanya perubahan kawasan ini yang sejak tahun 1952, sementara setelah itu sampai saat ini sudah ada timbunan, pematokan dan bangunan-bangunan lain di dalamnya baik milik Pemerintah maupun masyarakat biasa. Karena anda bertanya tentang sampai di mana saja batasan-batasan laut di sini, maka perlu dijawab dengan apa yang saya tahu,” paparnya.

Singkatnya, dia menceritakan bahwa di kawasan itu sangat sepi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, juga telah terlihat adanya perubahan. “Di sini sudah ada pasar, jalan raya yang telah dihotmiks, ada orang-orang berjualan, anak-anak yang bermain, orang-orang yang berolah raga, anak anak-anak muda yang nongkrong dari siang hingga malam. Dan perubahan yang drastis di sini adalah wilayah laut telah ditimbun, sejumlah bangunan berdiri dan hutan mangrove yang tadinya subur namun kini nyaris tak tersisa,” pungkasnya. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.