Penanganan Kawasan Amahami Kian Serius, FKPD Gelar Inspeksi

Pansus Akan Lakukan Upaya Paksa Jika BPN Kota Bima Tak Pantuhi Deadline Waktu
Moment Inspeksi FKPD di Kawasan Amahami Kota Bima (23/7/2019)
Visioner Berita Kota Bima-Sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Bima dibawah kendali Walikota-Wakil Walikota, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri) terkait kawasan Amahami yang telah telah ditimbun dan dimiliki secara perorang oleh sejumlah oknum, tampaknya bukan sekedar basa-basi. Betapa tidak, Pemerintahan Lutfi-Feri yang diback up oleh FKPD setempat (Kodim 1608 Bima, Polres Bima Kota, Sat Brimob Pelopor Den C Bima, Kompi Senpan A Yonif 742, Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba-Bima, Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima dan DPRD setempat telah melakukan dua hal penting.

Yakni mengeluarkan larangan aktivitas atau membangun apapun di atas kawasan itu sesuai ketentuan Perda RTRW yang menegaskan bahwa di sana merupakan ruang terbuka hijau (RTH), bukan ruang terbangun. Langkah kedua, DPRD Kota Bima telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang dipimpin oleh H. Armansyah, SE. Dan sejak terbentuk, Pansus terus bekerja keras untuk menuntaskan kawasan Amahami yang dialih-fungsikan oleh oknum-oknum tertentu secara "ilegal".

Catatan Visioner mengungkap, terdapat sejumlah persoalan penting yang terjadi di kawasan Amahami itu. Yakni pembabatan hutan mangrove seluas puluhan hektar, laut ditimbun yang kemudian diterbitkan sertifikat secara sporadik atas nama perorangan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima dan SPPT atas nama individu pula. Tak hanya itu, di kawasan Amahami juga menguak dugaan jual-beli tanah yang dilakukan oleh sejumlah oknum, salah satunya oknum pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bima, Ramli SH.

Menindaklanjuti berbagai persoalan penting yang terjadi di kawasan Amahami itu, Senin siang (23/7/2019) Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi yang didampingi oleh Sekda setempat Drs. H. Muhtar Landa, Kapolres Bima Kota AKBP Erwin Ardiansyah, SH, S.IK, Kaden Brimob Den C Bima, Kapolsek Rasanae Barat, Kepala Kesbangpol setempat, H. Ahmad Fathoni, SH, Kajari Bima Widagdo MP, SH, M.Hum, Komandan Kompi A Yonif 742, delegasi dari PN Raba-Bima, dua wakil Ketua DPRD Kota Bima yakni Sudirman Dj, SH dan Alfian Indra Wirawan, SE, delegasi dari Dandim 1608 Bim, SKPD terkait dan Wartawan melakukan inspeksi yang dimulai dari sebelah barat pasar tradisional modern Amahami hingga ke sebelah utara Masjid Terapung.

Pada moment yang berlangsung sekitar satu jam lamanya itu, Walikota Bima bersama Pimpinan FKPD dan dua orang Ketua DPRD Kota Bima itu terlihat membicarakan banyak hal penting. Salah satunya, yakni sikap tegas yang akan dilakukan oleh Pemerintah terhadap rumah warga yang ada di sebelah barat Amahami. Sebab, bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik negara.

Bukan itu saja, Walikota Bima bersama rombongan tersebut juga melihat secara langsung hutan mangrove seluas puluhan hektar yang di babat dan kemudian lokasi itu di timbun oleh sejumlah oknum untuk milik pribadi. Pada moment itu juga, Walikota Bima menunjukan kepada rombongan tentang laut ditimbun untuk dijadikan sebagai milik perorangan hingga sertifikatnya diterbitkan secara sporadik maupun SPPT atas nama perorangan pula.

 Usai melakukan inspeksi seluruh kawasan Amahami tersebut, Walikota Bima H. Muhammad Lutfi, SE menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah kongkriet terkait kawasan Amahami ini setelah keputusan Pansus yang menanganinya. “Saat ini Pansus masih bekerja. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pansus, antara lain meminta semua dokumen kepemilikan lahan atas nama perorangan di Amahami kepada pihak BPN Kota Bima. Menurut informasi yang saya peroleh, sampai sekarang BPN Kota Bima belum menyerahkan dokument dimaksud kepada Pansus Dewan,”

Politisi handal asal Partai Golkar sekaligus mantan anggota DPR RI dua periode ini mengungkap, di kawasan Amahami itu selain adanya belasan lembar sertifikat atas nama perorang yang diterbitkan secara sporadik oleh pihak BPN pada tahun 2014, juga ada SPPT atas nama perorangan dan ada pula oknum warga yang tidak memiliki surat-surat alias tanah tak bertuan. “Persoalan sertifikat sebagai bukti hak milik perorangan di dalam kawasan itu, tentu saja akan bisa ditinjau kembali jika semua alur proses penerbitannya bertabrakan ketentuan yang berlaku. Sementara masalah SPPT, itu sifatnya mereka hanya menggunakan tanah itu dan selanjutnya bisa diambil alih oleh Pemerintah,” tegasnya.

Untuk menyikapi bangunan rumah warga yang masih berdiri di bagian barat kawasan Amahami itu, pihaknya akan kembali menggelar rapat dengan FKPD guna memastikan langkah-langkah yang akan dilaksanakan. “Yakin saja bahwa Pemerintah akan menyikapinya. Selain itu, kami juga masih menunggu hasil keputusan Pansus guna memastikan langkah-langkah penting yang akan dilakukan dalam menyikapi masalah yang terjadi di kawasan Amahami,” ujarnya.

Lutfi kembali menjelaskan, untuk menghentikan kegiatan pembangunan oleh oknum tertentu di kawasan itu pihaknya sudah memasang papan larangan. Sebab, di atas lahan tersebut merupakan RTH sebagaimana telah dijelaskan di dalam Perda RTRW Kota Bima. “Ruang terbangun hanya boleh ada di sebelah utara pasar Amahami. Bangunan pasar di Amahami itu, merupakan kawasan ekonomi dan boleh membangun. Tetapi di sebelah timur, barat dan bagian selatan pasar Amahami merupakan RTH alias bukan ruang terbangun,” urainya.

Secara terpisah, Ketua Pansus DPRD Kota Bima H. Armansyah, SE yang dimintai komentarnya menegaskan bahwa Pansus masih bekerja dalam menangani masalah yang terjadi di kawasan Amahami itu. Dalam kaitan itu, Pansus telah melakukan sejumlah persoalan penting. Antara lain melakukan konsultasi dengan DKP Provinsi NTB, Bappeda NTB dan Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta. “Hasil konsutasi itu mengungkap sejumlah persoalan penting, salah satunya alih fungsi lahan di kawasan Amahami adalah ilegal,” beber duta PKS ini kepada Visioner, Selasa (23/7/2019).

Armansyah kemudian mengungkap, pihaknya telah mengumpulkan sedikitnya 15 lembar foto copy sertifikat atas nama perorangan di kawasan Amahami itu yang diterbitkan secara sporadik oleh pihak BPN Kota Bima. Namun yang disayangkan oleh Pansus, pihak sampai sekarang BPN Kota Bima belum menyerahkan dokumen yang kami minta itu. “Padahal, sudah dua kali kami meminta agar BPN Kota Bima segera menyerahkan seluruh dokument yang mereka miliki terkait kawasan Amahami itu. Sekali lagi, kami tegaskan bahwa sikap BPN Kota Bima tersebut telah menghambat kinerja Pansus,” tudingnya.

Arman menandaskan, pihak BPN Kota Bima malah meminta kepada Pansus Dewan untuk melayangkan surat resmi kepada Kanwil Pertanahan NTB guna mendapatkan dokument dimaksud. “Hari ini (23/7/2019) kami akan melayangkan surat resmi kepada Kanwil Pertanahan NTB. Andaikan saja pihak BPN Kota Bima telah menyerahkan dokument yang diminta itu, tentu saja kinerja Pansus dalam menuntaskan masalah di Amahami pun sudah lama diselesaikan,” sebutnya.

Untuk mempercepat penyerahan dokumen tersebut kepada Pansus, pihaknya memberikan deadline waktu kepada pihak BPN Kota Bima sampai dengan hari Jum’at (26/7/2019). Dan, deadline waktu yang diberikan kepada pihak BPN Kota Bima tersebut tidak boleh di undur-undur lagi. “Ini warning terakhir kami kepada pihak BPN Kota Bima. Jika pada hari Jum’at (26/7/2019) pihak BPN Kota Bima tidak menyerahkan dokument tersebut kepada Pansus, maka akan dilakukan upaya paksa. Ini bukan semata-mata gertakan, tetapi pada hari Jum’at (28/7/2019) Pansus akan bersama aparat untuk melakukan upaya paksa terhadap dokument tersebut di kantor BPN Kota Bima,” imbuhnya.

Jika dokument tersebut diserahkan oleh pihak BPN Kota Bima pada saat pertama kali Pansus meminta, tentu saja kinerja lembaga ini dalam menuntaskan persoalan yang terjadi di kawasan Amahami tidak harus menunggu sampai dengan bulan September 2019. “Jika dari awal dokument itu diserahkan kepada Pansus, tentu saja penanganan masalah kawasan Amahami akan dapat dituntaskan pada bulan Agustus 2019,” pungkasnya.

Masih soal kawasan Amahami yang sedang ditangani oleh Pansus DPRD Kota Bima, warga Kelurahan Dara Kecamatan Rasanae Barat pun telah menyatakn sikap tegasnya yakni akan bersama-sama dengan Pemerintah Kota Bima baik Eksekutif maupun Legisalatif. Tak hanya itu, warga Dara pun mendesak Pansus agar segera menuntaskan penanganan masalah di kawasan Amahami, dan selanjutnya harus lahir sebuah rekomendasi menggiring persoalan itu ke lembaga hukum. Pernyataan tegas tersebut disampaikan oleh salah seorang Tokoh Dara, Herman S.Pd.

“Gugatan kami di Pengadilan Tinggi (PT) Mataram NTB terkait masalah di Amahami itu ditolak. Gugatan tersebut ditolak karena kami tidak memiliki legal standuing. Oleh karenanya, upaya yang tengah dilakukan oleh eksekutif maupun Legisatif Kota Bima soal kawasan Amahami ini adaah sangat tepat. Sebab, lahan yang ditimbun oleh oknum hingga memiliki sertifikat atas nama pribadi adalah milik negara. Oleh sebab itu, negara menggugat oknum-oknum dimaksud pun sangat tepat,” timpal Herman. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.