Dae Yandy Laporkan Tiga Oknum Aktivis ke Polisi, HMI MPO “Berang”-Mantan Ketum HMI Cabang Bima Bicara Tegas

Mantan Ketum HMI Cabang Bima, Gufran
Visioner Berita Bima-Beberapa minggu terakhir ini, nama Sultan Muda Bima (Jenateke) yang juga Ketua DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Feriyandi, S.IP diduga dihina oleh tiga oknum aktivis di Media Sosial (Medsos). Bentuknya, foto seorang wanita bertato dan hasil screen shoot video call (VC) antara Dae Yandi dengan wanita tersebut disebar luaskan di Medsos.

Sekedar catatan penting berdasarkan pengakuan Dae Yandy, foto dan VC yang discreen shoot dan disebarluaskan di Medsos itu adalah sebelum dirinya menjadi anggota DPRD Kabuoaten Bima periode 2019-2024. Namun diduga, tiga oknum aktivis tersebut mengkait-kaitkan dengan jabatan Dae Yandy sebagai anggota DPRD Kabupaten Bima.

Setelah sekian lama diam dan sabar, akhirnya Dae Yandy menempuh jalur hukum. Bentuknya, melaporkan ketiga oknum aktivis tersebut kepada Polisi. Laporan tersebut berdelig dugaan penghinaan melalui Medsos yang erat kaitanya dengan UU ITE. Yandy melalui sejumlah Kuasa Hukumnya melaporkan ketiga oknum aktivis tersebut pada Minggu lalu di Subdit Cyber Crime Polda NTB.

Kini kasus tersebut tengah ditangani secara serius oleh Polda NTB. Dalam kasus ini pula, baik pihak pelapor maupun sejumlah saksi yang diajukanya sudah mulai dimintai keteranganya oleh Polisi. Dan Dae Yandy melaporkan kasus ini secara resmi ke Polisi karena merasa nama baiknya dicemarkan melalui Medsos.

Terkait laporan Dae Yandy ke Polisi tersebut, nampaknya ada pihak yang diduga “berang”, sebut saja Ketua Badko HMI MPO Bali-Nusra yakni Arif Kusnadi. Pada salah satu media online, Arif Kusnadi menuding bahwa Dae Yandy arogan dan anti kritik. Tak hanya itu, Arif Kusnadi menyatakan bahwa sekarang bukanlah zaman Orde Baru (Orba).

Tak hanya itu, Arif Kusnadi menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Dae Yandy dalam kaitan itu merupakan erosi bagi demokrasi. Tak hanya itu, Arif juga mengingatkan bahwa laporan tersebut berlangsung jelang Pilkada Kabupaten Bima periode 2020-2025. Bukan itu saja, atas laporan tersebut Arif meminta agar Dae Yandy segera mengundurkan diri dari jabatanya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima.

Lagi-lagi karena Dae Yandy melaporkan ketiga oknum aktivis tersebut, Arif Kurniadi menyatakan akan mengangkat bendera perlawanan. Sebab, laporan Dae Yandy tersebut katanya justeru akan bahkan akan memunculkan instabilitas demokrasi yang tidak sehat. Masih menurut Arif Kurniadi, jika pihak Polda NTB memaksa terkait laporan Dae Yandy itu maka kemungkinan efeknya sangatlah besar.

Nampaknya pernyataan Arif Kurniadi, kini justeru ditanggapi secara tegas oleh mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (Ketum HMI) Cabang Bima, Gufran. Melalui realis yang disampaikanya kepada sejumlah awak media pada Minggu (14/6/2020), Gufran menuding bahwa statemen Arif Kurniadi tersebut merupakan bentuk pembangkangan terhadap sistem ketatanegaraan.

“Kebebasan menyampaikan pendapat (kritik, saran, masukan dan pandangan) di muka umum dan kesamaan kedudukan dihadapan hukum, merupakan dua hal yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional kita sebagai warga negara Indonesia,” tegas Gufran.

Mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan kepentingan masyarakat umum merupakan hal yang lazim dan bagian dari dinamika politik di negara demokrasi. Hal itu sepanjang tidak mengandung unsur penghinaan dan ujaran kebencian. “Di negara demokrasi tidak ada pejabat publik yang kebal terhadap kritik dan tidak boleh anti kritik. Sebab kritik merupakan salah satu ruang partisipasi politik masyarakat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan,” terang Gufran.

Kritik yang membangun dan untuk kemajuan mesti mendapat apresiasi positif dari pihak manapun, tapi jika masyarakat lebih cenderung menyerang pribadi, dengan cara menghujat, memaki, menghina dengan ujaran kebencian. Maka masyarakat tidak boleh merasa kebal hukum dengan alasan apapun, sebab setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. “Oleh karena itu mari kita junjung hukum dan perundang-undangan agar demokrasi bisa berjalan dengan baik, demi terwujudnya kehidupan sosial yang tertib dan berkeadilan,” imbuh Gufran.

Gufran kembali menegaskan, statemen saudara Arif Kurniadi selaku Ketua Badko HMI MPO Bali-Nusra yang mengancam akan menciptakan instabilitas di Kabupaten Bima jika aparat kepolisian memproses laporan Ketua DPRD Kabupaten Bima terhadap tiga orang aktivis, merupakan bentuk pembangkangan terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai negara hukum, dan bahkan sikap tersebut bertentangan dengan komitmen Kader HMI.

“Penegakan hukum bukan untuk membungkam sikap dan pikiran kritis dari para aktivis, tetapi bertujuan untuk menciptakan kehidupan sosial yang tertib dan berkeadilan serta menghindari terjadinya anarkisme yang dapat menciderai nilai-nilai demokrasi,” pungkas Gufran. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.