RDP Dipimpin Samsurih Dinilai Aneh dan “Ilegal” Karena Bertabrakan Dengan Tatib Dewan

Kabag Humas Setda Kota Bima, HA. Malik, SP, M.AP
Visioner Berita Kota Bima-Setelah Viral dalam kasus pernikahan di musim Covid-19 beberapa waktu lalu, kini Wakil Ketua DPRD Kota Bima Samsurih, SH kini dinilai kembaliu membuat sesuaitu yang diduga bertabrakan dengan Tata Tertib (Tatib) Dewan setempat. Yakni mengundang Walikota Bima serta OPD terkait secara resmi untuk hadir pada kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan pera demonstran yakni Front Masyarakat Peduli Transparan (FMPT) Kota Bima terkait air bersih, anggaran penanganan Covid-19 dan pembangunan rumah relokasi di Oi Fo’o Kota Bima pada Senin (22/6/2020). Sementara soal aksi demosntrasi oleh Lembaga Pemantau Pengawas Korupsi (LPPK) belum lama ini soal penguasaan laut tidak di angkat dalam pembahasan RDP oleh Dewan setempat.

Apa yang dilakukan oleh Samsurih dalam kaitan itu dituding telah melanggar Tatib DPRD Kota Bima nomor 1 tahun 2019 ("ilegal"). Lagi-lagi, dalam kaitan itu Samsurih dinilai bersikap aneh karena soal RDP merupakan domaintnya Komisi Dewan. Sebab, idealnya soal RDP dalam Tatib Dewan hanya melibatkan Komisi-Komisi Dewan dan OPD terkait dan tidak melibatkan masyarakat umum. Sementara dalam Tatib Dewan juga menyebutkan bahwa keterlibatan masyarakat, diakui hanya ada pada RDPU.

Tak hanya itu berbagai pihak juga menegaskan, dalam sejarah DPR di seluruh Indonesia baru Samsurih yang mengundang Eksekutif untuk hadir pada kegiatan RDP yang melibatkan para demonstran. Menanggapi hal tersebut, Walikota Bima melalui Kabag Humas Setda setempat yakni HA. Malik, SP, M.AP menuding bahwa RDP yang dipimpin oleh Samsurih tersebut telah melanggar Tatib Dewan. “Bisa juga disebut ilegal karena telah keluar dari Tatib Dewan,” tuding Malik menjawab Visioner di ruang kerjanya, Senin (22/6/2020).

Mantan anggota DPRD Kota Bima ini (Malik, Red) kemudian mendesak Samsurih untuk membaca kembali Tatib yang dibuat oleh DPRD Kota Bima nomor 1 tahun 2019. “Aneh memang, baru kali ini aksi demonstrasi di RDP. Yang lebih aneh lagi, Eksekutif diundang secara resmi untuk ikut pada kegiatan RDP yang melibatkan para demosntran. Jika terjadi kericuhan antara eksekutif dengan para demonstran pada moment RDP dimaksud, lantas siapa yang menjaminya?. Untung saja Eksekutif tidak hadir. Eksekutif tidak hadir pada kegiatan yang dipimpin oleh Samsurih tersebut karena bertabrakan dengan Tatib Dewan,” terang Malik.

Malik kemudian membeberkan, Samsurih selaku Wakil Ketua DPRD Kota Bima memanggil Walikota Bima melalui surat resmi pada tanggal 18 Juni 2020 guna menghadiri RDP dengan pihak FPR pada Senin (22/6/2020). “Setelah kita membaca surat ini, yakni menijndaklanjuti hasil demonstrasi. Dari hasil demonstrasi ini ditindaklanjuti oleh DPRD setempat, meminta kepada Walikota Bima untuk menghadirkan Dinas Kesehatan, Dinas Perkim, Disos, Dinas PUPR, Bappeda, dan BPBD Kota Bima guna menghadiri RDP dengan Pimpinan DPRD Kota Bima. Dengan melihat substansi dari surat Pak Samsurih ini, Eksekutif menyatakan tidak sejalan dengan Tatib Dewan setempat nomor 1 tahun 2019 (tentang Tatib DPRD Kota Bima),” tuding Malik.

Malik kemudian menjelaskan, berbicara tentang RDP tentu harus mengacu kepada Tatib Dewan nomor 1 tahun 2019 pasal 108. “Kalaupun ini merupakan Tupoksi Dewan, kami juga ingin melihat bahwa tugas dan fungsi DPRD dalam pengawasan yang mengatakan bahwa RDP itu bisa dari hasil aksi demonstrasi. Dan jika mengacu pada Tatib tersebut, tidak ditemukan adanya landasan bahwa hasil demonstrasi untuk RDP,” terang Malik.

RDP kata Malik merupakan rapat antara Banggar, Komisi, Gabungan Komisi, Badan Pembuat Peraturan Daerah (Baperda) atau Panitia Khusus (Pansus) dengan Pemerintah Daerah. “Selama ini, RDP oleh DPRD Kota Bima selalu menghadirkan masyarakat dan para OPD. Sebenarnya, RDP semacam itu tentu saja tidak sesuai dengan Tatib Dewan itu sendiri,” beber Malik.  

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan Dewan yang membahas berbagai persoalan, selama ini diakuinya ada. Hal tersebut, diakuinya tertuang dalam Tatib pasal 108 ayat 15. “Hal tersebut namanya bukan RDP. Tetapi namanya Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Jika mengacu pada pasal 18 sebagaimana dalam Tatib Dewan, itu ada dua hal. Yakni RDP, dan di ayat 15 disebutkan adanya RDPU. RDPU itu merupakan rapat dengan Banggar, Komisi, Gabungan Komisi, Baperda dengan masyarakat baik perseorangan, kelompok maupun organisasi atau badan swasta. Sekali lagi, dalam Tatib itu tidak ada RDP yang melibatkan Eksekutif, Legislatif dan masyarakat. Namun selama ini, yang terjadi justeru seperti itu,” tutur Malik.  

Malik kembali mengulas, di dalam Tatib Dewan dimaksud tidak ada RDP dengan Pimpinan DPRD. Yang ada hanyalah RDP yang melibatkan Komisi, Gabungan Komisi, Baperda atau Pansius dengan Pemerintah Daerah. “Jadi tidak ada masyarakat, sementara apa yang dilakukan oleh Samsurih sebagai Wakil Ketua DPRD itu tentu saja tidaki sesuai dengan Tatib yang dibuat oleh DPRD itu sendiri. Bisa saja hal itu dikatakan aneh karenha tidak sesuai Tatib Dewan. Karena, Tatib ini mengatakan bahwa RDP itu adalah dengan Pemerintah Daerah, Banggar, Komisi, Gabungan Komisi dan Baperda. Sekali lagi, tidak ada Pimpinan Dewan yang RDP dengan kita di Eksekutif,” ulasnya lagi.

Malik kembali menegaskan, apa yang dilakukan oleh Samsurih selaku Wakil Ketua DPRD Kota Bima tersebut telah melanggar Tatibnya sendiri. “Apa yang tertuang dalam Tatib Dewan tetu saja menjadi pedoman. Jadi, Tatib itu semacam rambu atau kompas yang harus ditaati oleh Dewan. Sementara dalam surat panggilan yang kami terima dari Pak Samsurih ini adalah rapat dengan Pimpinan DPRD setempat. Sekali lagi, tidak RDP dengan Pimpinan DPRD, coba suruh dia buka kembali pasal per pasal yang ada di dalam Tatib yang mereka buat itu,” desaknya.

Lagi-lagi, Malik menegaskan jika  DPRD Kota Bima ingin melibatkan masyarakat tentu saja adanya di RDPU. Di dalam Tatib tersebut juga dijelaskan adanya Rapat Kerja (Raker). “Raker ini adalah rapat antara Komisi, Gabungan Komisi, Baperda, Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Sementara di surat yang kami terima ini, itu berarti ada pada Tatib Dewan pasal 108 ayat 14. Kami sengaja tidak menghadiri RDP hari ini. Dalam kaitan ini kita justeru membantu DPRD Kota Bima ini jangan sampai mereka melanggar Tatibnya.

Malik kemudian menghimbau agar DPRD Kota Bima tidak keluar dari Tatib yang dibuatnya. Sebab, dalam Tatib tersebut tidak ada rapat dengan Pimpinan DPRD. Dan di dalam Tatib itu pula, sesungguhnya tidak ada skema rapat antara Legislatif, Eksekutif dengan masyarakat. Kalau mereka mau membangun rapat dengan jenis RDP maupun RDPU, silahkan mengacu pada Tatib yang dibuatnya. Jika kegiatan tersebut telah keluar dari Tatib Dewan, tentu saja hasilnya tidak diakui,” timpalnya.

Malik menambahkan, masalah air bersih yang dituntut itu bukan merupakan kewenangan Pemkot Bima, tetapi Pemkab Bima melalui PDAM. Namun dalam kaitan itu, Malik mendesak semua pihak untuk berterimakasih kepada Pemkot Bima karena telah membantu memperbaiki pipa PDAMJ dan lainya sehingga masyarakat telah menikmatinya. Sedangkan soal anggaran penanganan Covid-19, pihaknya tidak menemukan adanya masalah. Pun demikian halnya dengan soal pembangunan rumah relokasi di Oi Fo’o.

“Soal pembanguna rumah relokasi tersebut tidak ada masalah karena tidak ada dalam LHP BPK. Pemerintah ini tentu saja ada tatananya. Soal pertanggungjawaban Walikota itu bersifat tahunan. Dan pada LPJ Walikota Bima juga tidak ada masalah. Pernahkan DPRD setempat mempermasalahkan soal rehab rekon tahun 2019, kan tidak ada. Sedangkan tahun 2020 ini, pembangunan rumah relokasi tersebut sedang berlangsung. Baru bisa dikatakan bermasalah yakni setelah diaudit. Sementara aturan audit itu sudah jelas, pak. Dan itu yang melaksanakanya adalah BPK, ada itu dilaksanakan paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran selesai. Soal transparansi, yang tentu saja semuanya tertuang dalam APBD 2 Kota Bima kok,” pungkas Malik.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Bima Samsurih, SH yang dimintai komentarnya justeru membantah semua tudingan dimaksud. “Sebenarnya RTP tadi tidak ada akal-akalan, bukan titipan dan lainya sebagaimana yang diduga itu. Tetapi, semuanya dilakukan sebagaimana biasanya. Dan ini lazimk dilakukan selama ini sebagaimana konteks tugas dan fungsi kami di Dewan. Sekali lagi, ini hal yang biasa saja. Dan RDP yang dilakukan tadi, itu tidak melanggar Tatib Dewan, tetapi hal yang lumrah saja,” sahutnya, Senin (22/6/2019).

Kata Samsurih mengakui, RDP yang sudah dilaksanakan itu memang melibatkan FMPT Kota Bima. Diakuinya, FMPT diundang pada moment RDP tersebut karena mereka datang menyampaikan pendapat, pandangan, harapan dan tuntutan kepada pihaknya.

“Hal itu kemudian kami sikapi dengan RDP. Dan sekali lahgi, RDP ini kan hal yang biasa saja dan tidak ada masalah. Maksud saya, RDP tadi berjalan dengan baik. Berjalan sesuai dengan norma-norma yang ada. Lalu peserta menanyakan kepada saya, di mana pihak Eksekutif. Kewenangan kami di Dewan hanya mengundang. Bila mana pihak Esekutif tidak hadir, tentu saja memiliki alasan. Salasatu contoh, Setwan DPRD Kota tadi memberikan alasan bahwa para OPD tidak hadir dalam RDP karena ada pembahasan rapat,” pungkasnya. (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.