Dalam Sejarah Kasus Kejahatan Terhadap Anak di Indonesia, Hanya di Bima Ketua PN Turun Langsung Olah TKP


                                             Ketua PN Raba-Bima, A. Harris Tewa, SH, MH

Visioner Berita Kota Bima-A. Harris Tewa, SH, MH adalah darah Arab kelahiran Ambon-Maluku Indonesia. Tercatat sudah lebih dari setahun, level senior dalam dunia foto grafi ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (Ketua PN).

Khususnya di Bima, mantan Ketua PN Manggarai Raya (Ruteng) NTT ini, diakui cukup dikenal. Ia dikenal sangat kocak di luar namun bak singa ketika memimpin persidangan, terutama dalam kasus kejahatan terhadap anak di bawah umur. Pada perkara tindak kejahatan terhadap anak, palunya tak mengenal kata toleransi terhadap penjahatnya. Yakni divonis sampai dengan 20 tahun penjara.

“Saya sangat sayang kepada yang namanya anak-anak. Di manapun saya bertugas, anak siapapun selalu saya berikan boneka. Saat memberikan boneka kepada anak-anak tersebut, saya membisik semoga kalian kelak bisa menjadi Hakim yang baik dan adil. Bagi saya, tidak ada toleransi bagi para pelaku tindak pidana kejahatan terhadap anak. Anda lihat sendiri di Bima, tak ada vonis ringan bagi pelaku tindak pidana kejahatan terhadap anak. Dalam kaitan itu, saya tidak pedulu pelaku berpangkat apa, datang dari golongan mana dan siapa pula yang berada di belakangnya,” tegas si Ambon Manise ini.

Lepas dari kasus tindak pidana kejahatan lainya, namun yang paling ia benci adalah peristiwa kejahatan terhadap anak-anak di bawah umur. Kebencian itu, tentu saja punya alasan, bukan bersifat serta-merta..

“Tak seorang manusia terutama ibu-ibu yang tidak teriris dan terluka hatinya ketika anak-anak perempuanya yang masih kecil diperlakukan secara tak manusiawi oleh para pelaku kejahatan. Dan akibatnya, mimpi, harapan dan cita-cita besar bagi masa depan anak menjadi terputus oleh ula para pelakunya.

Falam sejarah kasus kejahatan terhadap anak yang terjadi di Bima, peristiwa yang menimpa Katarina Selina Putri Jimut alias Putri (9) oleh Pedilius Asman (35). Betapa tidak, kasus ini diakui tergolong sangat sadis.  Putri dipaksa, disetubuhi, dibunuh lalu digantung di depan pintu kamar kosnya. Menggantung Putri di depan pintu kamar kosnya oleh pelaku, dipola sedemikian rupa seolah Putri bunuh diri.

“Sadis sekali, cita-cita besar dan masa depan korban diputus dengan cara biadab. Kisah nyata ini, juga memicu penderitaan tak ada kata akhir bagi kedua orang tua dan keluarga Putri. Sekali lagi, sungguh tragis. Namun terkait penanganan kasus ini yang sesaat lagi akan diputuskan oleh kami di PN Raba-Bima, namun saya tidak ingin menjelaskan materi perkaranya kepada Visioner,” ujarnya.

Dalam kasus terbunuhnya Putri saat itu, ia kemudian menerangkan bahwa dirinya turun langsung ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Tujuanya, yakni ikut terlibat dalam Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Namun sebelumnya, Harris Tewa mengaku diajak oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba-Bima. Dan dalam kaitan itu, "mungkin" ia (Harris Tewa) adalah Ketua PN yang pertama kali di Indonesia yang turun langsung ke lapangan dalam kegiatan oleh TKP  bersama pihak-pihak terkait.

“Yang saya tahu, baru kali ini dalam sejarah Ketua Pengadilan di Indonesia turun langsung ke TKP. Tiba di TKP di Tanjung waktu itu, kami melihat berbagai pihak mencucurkan air mata, tangisan histeris dari kedua orang tua dan keluarga Korba dan semua bersedih termasuk dunia Pendidikan di Kota Bima. Selama berada dik TKP itu, saya benar-benar sedih, dan melihat beragam fenomena kemanusiaan yang terjadi,” terangnya.

Perkara ini diakuinya sangat unik. Karena tantanganya, pihaknya membutuhkan kemapuan untuk menganalisa dan lainya. Soal kematian tak wajar yang dialami oloeh Putri, diakuinya sebagai perkara yang sangat serius. Karena itu, kajari Raba-Bima mengajaknya terlibat pada kegiatan olah TKP.

“Seumur-umur baru kali ini Ketua Pengadilan di Indonesia terlibat dalam olah TKP. Saya diajak oleh Pak Kajari waktu itu, mungkin saja dianggapnya bahwa perkara ini sangat serius. Dan kasus tindak pidana kejahatan terhadap Putri itu, saya mau bilang sangat sadis,” paparnya.

Dalam sejarah peradilan terhadap anak di bawah umur di Indonesia ujarnya, mungkin ini yang sangat. sadis. Namun soal peristiwa persetubuhan terhadap anak di bawah umur, selama ini adalah hal yang dianggap biasa terjadi di mana-mana.

“Namun soal Putri, korban disetubuhi, dibunuh, digantung dan dipolakan seolah-olah ia bunuh diri. Strategi pelaku dalam kaitan itu tergolong sangat unik, dan tentu saja membutuhkan kemampuan kita untuk melakukan analisa, kajian secara matang,” ulasnya.

Sikap Konsisten Saksi Kunci Sejak Diperiksa Ahli Psikologi Sampai Sidang Pembuktian

Liputan langsung Visioner pada sidang perdana (pembuktian) terkait kasus ini di PN Raba-Bima, Visioner menemukan hal paling unik yang dilakukan oleh Harris Tewa yang saat itu menjadi Ketua Majelis Hakim. Maksudnya, ia memindahkan TKP dari lingkungan kos korban ke ruang sidang PN Raba-Bima.

Pada moment persidangan itu, Harris Tewa terlihat menggendong saksi kunci. Namun, saat itu sidang di karena kondisi saksi kunci yang terlihat kurang sehat. Selanjutnya, sidang dilanjutkan pada hari berikutnya. Dan pada hari itu pula, Harris Tewa minta kepada JPU untuk memindahkan TKP di ruang sidang PN Raba-Bima. Dan akhirnya JPU melaksanakanya.

Masih dalam liputan langsung Visioner pada moment sidang pembuktian perkara tersebut di PN Raba-Bima, Harris Tewa terlihat membuat ruang sidang seolah sebagai TKP aslinya (seolah kejadian perkaranya ada di situ), membuat sediorama, menjadikan ayah kandung korban (Putri) untuk berperan sebagai korban, dan diakhir persidangan Harris Tewa memberikan robot (mainan) dan mainan lainya kepada saksi kunci ini sambil menggendongnya. Usut-punya usut, itu dimaksudkan agar saksi kunci tersebut lebih mengenal Majelis Hakim.

Dari kisah ini, saksi kunci kemudian tampil secara mengejutkan. Ia mau digendong dan menerima mainan yang diberikan oleh Harris Tewa (di akhir persidangan, Red). Selain itu, pada moment  tersebut terlihat nyata betapa lengketnya antara saksi kunci ini dengan Harris Tewa.

Namun pada saat sidang pembuktian itu dimulai, Harris Tewa langsung melepaskan Toga karena pertimbangan hukum terkait peradilan anak tetapi masih berseragam Hakim. Namun, Toga kembali digunakanya saat saksi-saksi dimintai keteranganya dalam persidangan dimaksud. Dan saat itu pula Haris Tewa menjadi Ketua Majelis Hakim.  

Pada saat persidangan pembuktian berlangsung, berbagai pertanyaan Majelis Hakim terkait persitiwa yang menimpa kakaknya (Putri), terlihat dijawab secara sempurna oleh saksi kunci. Namun jawabanya bukan melalui suara, tetapi lewat gerakan tangan dan lainya.

Berulang-ulang kali disampaikan pertanyaan yang sama terkait peristiwa yang menimpa Putri, ia pun sangat konsisten menjawabnya. Dan melalui gerakan tanganya, saksi kunci ini menunjuk bahwa Pedilius Asmanlah yang mensetubuhi dan membunuh kakaknya (Putri).

Pada saat sidang pembuktian berakhir, Ketua Majelis Hakim kemudian menyusun strategi lain untuk tujuan membuktikan kembali sikap konsisten saksi kunci yang masih berumur tiga tahun itu. Bentuknya, Harris Tewa meminta kepada tiga orang untuk berdiri (dua orang dari tamu sidang dan Pedilius Asman).

Setelah ketiga orang tersebut berdiri, Harris Tewa meminta kepada saksi kunci tersebut untuk menunjuk siapa yang mensetubuhi dan membunuh kakanya. Selanjutnya Harris Tewa terlihat meminta kepada saksi kunci untuk menunjuk siapa dari tiga orang tersebut yang mensetubuhi dan membunuh kakanya. Hasilnya, saksi kunci ini langsung menunjuk Pedelius Asman.

Cara itu nampaknya belum berakhir sampai di situ. Ia kemudian meminta kepada dua orang tamu sidang yang lainya dan Pedilius Asman untuk berdiri di ruang sidang itu, Ketua Majelis Hakim (Harris Tewa) meminta kepada saksi kunci untuk menunjuk siapa yang mensetubuhi dan membunuh Putri. Lagi-lagi yang ditunjuknya oleh saksi kunci adalah Pedilius Asman.

Fase ketiga yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada sidang pembuktian perkara tersebut saat itu (masih dalam liputan langsung Visioner), Ketua Majelis Hakim kemudian meminta tiga orang tamu undangan sidang (tanpa Padelius Asman) untuk berdiri. Tujuanya adalah sama, yakni ketua Majelis Hakim (Harris Tewa) meminta kepada saksi kunci untuk menunjuk siapa dari ketiga orang yang berdiri itu yang mensetubuhi dan membunuh Putri. Hasilnya, tak satupun dari ketiga orang tersebut yang ditunjuk oleh saksi kunci ini.

Apa yang dilakukan oleh saksi kunci tersebut, diinformasikan sama ketika saksi kunci ini diperiksa oleh Ahli Psikologi dari Unram Mataram-NTB. Dan dari saksi kunci itulah yang salah satu menambah keyakinan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Raba-Bima untuk menuntut Padelius Asman dengan hukuman seumur hidup.

Ketua Majelis Hakim Tidak Menemukan Adanya Kendala Selama Sidang Perkara Kematian Putri

Sejak awal persidangan hingga pada sidang pembacaan tuntutan (10/3/2021) terkait kasus persetubuhan dan pembunuhan Putri tersebut, Ketua PN Raba-Bima, A. Harris Tewa menyatakan tak menemukan adanya kendala. Namun tantanganya, pihaknya harus berpikir keras karena kasus ini lebih dari perkara biasa.

“Tidak ada kendala yang kami temukan, namun seperti itulah tantanganya. Soal apakah keterangan saksi kunci juga sama dengan keterangan dari Ahli Psikologi, tentu saja tidak bisa kami kemukakan saat ini. Sebab, itu merpakan materi perkara yang akan kita dengarkan bersama pada sidang pembacaan putusan (22/3/2021),” tegas Harris Tewa.

Yang jelas, dalam kasus ini diakuinya ada sejumlah saksi yang telah dimintai keteranganya. Yakni saksi petunjuk, saksi kunci, dan lainya. Dan ada pula saksi yang mengetahui bahwa saat Putri tewas dalam posisi digantung, daan saat itu pula Pedilius Asman sedang berada dalam kamar kosnya, pintu kosnya diketuk berkali-kali namun yang bersangkutan tidak bangun-bangun. “Ada banyak saksi yang sudah diminta keteranganya dalam persidangan,” tandasnya.

Sementara soal bagaiman Padelius berhubungan dan bagaimana petunjuknya dalam kasus ini, ditegaskanya bahwa saat ini pihaknya belum bisa menjelaskan kepada Visioner. Sebab, pertanyaan tersebut adalah menyangkut dengan materi perkara.

“Namun yang jelas selama saya menjadi Ketua Majelis Hakim dalam perkara kekerasan seksual tersebut anak, peristiwa yang menimpa Putri inilah yang paling sadis. Sekali lagi, peristiwa yang menimpa Putri inilah yang tersadis. Kalau selama ini, memang ada perkara orang tua mensetubuhi anak, kakek yang mensetubuhi cucunya, ayah tiri mensetubuhi anak tiri, oknum guru mensetubuhi muridnya. Namun kasus tersebut, tidak ada yang mengakibatkan kepada korban meninggal dunia. Tetapi soal anak kita Putri (Almarhum), benar-benar diperlakukan secara sadis oleh pelakunya,” pungkas Haris Tewa. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.