Ketua OKK Gerindra Tegaskan Kasus di Kawasan Amahami Lebih Sadis Dari PIK-Tangsel

 “Ada Konspirasi”, Prabowo Diminta Segera Bersikap Tegas

Mantan Legislator DPRD Kota Bima Yang Juga Ketua OKK Partai Gerinda Setempat, Sudirman SJ, SH

Visioner Berita Kota Bima-Kasus dugaan penguasan lahan Negara di Kawasan pantai Amahami-Kota Bima hingga muncul aksi pemagaran jalan dua arah oleh oknum “warga keturunan” berinisial BC, hingga kini tercatat masih menjadi tema pembahasan paling serius berbagai kalangan di Kota Bima, tak terkecuali Pemerintah setempat yang dinakhodai oleh Walikota-Wakil Walikota, H. A. Rahman H. Abidin, SE-Feri Sofiyan, SH (Man-Feri).

Jum’at pagi hingga siang hari (21/3/2025) Man-Feri  dikabarkan menggelar “Rapat Koordinasi Khusus” (“Rakorsus”) yang melibatkan berbagai pihak guna penyelesaian masalah dimaksud. Namun hingga berita ini ditulis, belum diketahui tentang kesimpulan sementara dari “Rakorsus” dimaksud.

Konon kabarnya bahwa “Rakorsus” tersebut dalam rangka melahirkan solusi terbaik bagi penyelesaian antara BC dengan Pemkot Bima terkait hal itu. Dan pada moment “Rakorsus” tersebut dijelaskan adanya keterlibatan Ketua DPRD Kota Bima yang juga sebagai Wakil Ketua Pansus soal kawasan Amahami tahun 2019.

Sementara Kabag Prokopim Setda Kota Bima, Syahrial Nuryadin, S.IP yang dimintai komentarnya enggan berkomentar. Namun ia membenarkan bahwa saat ini Walikota-Wakil Walikota Bima tersebut sedang menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dengan berbagai pihak penting yang berkaitan dengan soal BC memagar jalan dua arah di kawasan Amahami.

“Untuk kepentingan informasi, silahkan konfirmasi Kadis Kominfotik Kota Bima. Sebab, Kadis Komifotik Kota Bima adalah Juru Bicara (Jubir) dari Pemkot Bima,” sahut Riyal melalui saluran WhatssApp kepada Media Online www.visionerbima.com, Jum’at siang (21/3/2025).

Sayangnya sampai dengan detik ini Kadiskominfotik Kota Bima, H. Mahfud belum berhasil dimintai tanggapanya. Bahkan berkali-kali diupayakan untujk dihubungi melalui saluranh selulernya, Mahfud pun enggan mengangkat Handphone (HP). Sedangkan sejumlah pertanyaan yang diarhkan melalui saluran WA, hingga berita ini ditulis belum dibaca oleh Mahfud.

Masih soal kasus itu, kini mantan Legilastor Kota Bima asal Partai Gerindra, Sufirman DJ, SH kini bersuara keras dan lantang. Salah satu Pengacara senior Kota yang juga Ketua OKK Partai Gerindra Kota Bima yang akrab disapa DJ ini menegaskan, kasus di kawasan Amahami tersebut lebih sadis dari kasus soal Pantai Indah Kapuk (PIK) yang terjadi di Tangerang Selatan (Tangsel)-Jawa Barat (Jabar).

“Ya, kasus di Amahami ini lebih sadis dari kasus PIK di Tangsel-Jabar. Kalau kasus PIK itu, mereka hanya diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama Pengusaha atau Kelompok oleh BPN setempat. Tetapi beda dengan   di kawasan Amahami itu, BPN Kota Bima justeru menerbitkan Sertifikat hak Milik (SHM) perorangan. Sementara pihak DKP Provinsi NTB mermastikan bahwa aktivitas penguasaan lahan di kawasan Amahami itu adalah ilegal,” tegas DJ kepada sejumlah Awak Media, Jum’at (21/3/2025).

Oleh sebab itu DJ atas nama Partai Gerinda mendesak Presiden RI, Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto segera mengambil sikap tegas dan kongkriet terkait dugaan penguasaan lahan Negara di kawasan Amahami Kota Bima oleh terduga kelompok mafia. Dan dalam kaitan itu, DJ mengaku menemukan ada hal baru yang ditudingnya teramat lucu dan bahkan “sarat konspirasi” antara BC dengan oknum-oknum di Setda Kota Bim.

Dugaan itu diperolehnya melalui Kuasa Hukum BC yakni Muhammad Haekal, SH, M.Hum beberapa waktu lalu. Pada moment itu ungkap DJ, Haekal mengaku datang menagih kompensasi yang dijajiikan Pemkot Bima kepada klienya penggunaan bahu jalan di Amahami untuk pembangunan jalan dua arah oleh Pemerintah Kota.

“Belum lama ini saya mendapat informasi valid dari salah seorang informan. Informan tersebut melaporkan kepada saya tentang adanya pertemuan rahasia antara Kuasa Hukum BC dengan Asisten I SDetda Kota Bima, H. Alwi yasin dan Delegasi kepala Inspektorat Kota Bima dibawah kendali H. Fakhrunrazi (Inspektur). Dalam kaiktan itu, informasinya Kuasa Hukum BC datang menagih biaya kompensasi sesuai dijanjikan tentang tanah yang dipagar seng itu digunakan untuk pembangunan jalan dua arah dimaksud.Namun karena Pemkot Bima tidak memiliki uang ganti rugia senilai Miliaran Rupiah itu, akhirnya Yasin dan Fakhrun menyarankan agar pihak haekal menggugat secara perdata di PN Raba-Bima.. Lho, kok Pemkot Bima melalui Asisten 1 dan Kepala Inspektorat itu menyuruh orang gugat. Padahal kawasan Amahami itu merupakan lahan Negara jika merujuk pada putusan Pansus DPRD Kota Bima, ketegasan pihak DKP Provinsi NTB, Perda tentang RTRW dan lainya,” tanyanya dengan nada serius.

Atas saran dua oknum pejabat tersebut terang DJ, pihak Haekal pun mengajukan gugatan perdata secara resmi kepada PN Raba-Bima. Dalam kaitan itu, BC memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Muhammad Haekal dengan nomor: 289/SK/PDT/X/2024.PN Rbi tanggal 19 November 2024.  Dalam kaitan itu ada dua pihak yang digugat secara perdata oleh BC. Tergugat 1 adalah pemkot Bima dan terdgugat II adalah DPRD Kota Bima.

“Pada persidangan terbuka di PN Raba-Bima tertanggal 30 Januari 2025, lahir sebuah putusan dalam bentuk Akta perdamaian antara penggugat dengan kedua pihak tergugat. Secara umum isi perdamaian itu yakni menyerahkan obyek sengketa kepada penggugat dan menanggung administrasi penyerahanya. Kesepakatan perdamaian ini sangat konyol dan tercatat sebagai kejadian perdana di Indonesia,” tegas DJ.

Pasalnya ungkap DJ, Pemkot Bima yang menyuruh BC untuk menggugat untuk membuktikan keberan sesungguhnya dari obyek itu dan dalam kaitan itu pula sejatinya pihak Pemkot Bima  dan DPRD Kota harus mempersiapkan secara matang alat bukti dan lainya untuk melawan BC di muka persidangan. Namun faktanya beber DJ, kedua pihak tergugat justeru membangun kesepakatan damai sebelum fight secara sungguh-sungguh di ruang persidangan perdata itu.

“Ini semacam ada konspirasi antara pihak penggugat dan kedua tergugat. Kalau nantang orang menggugat ya tentu saja kedua pihak tdergugat harus mempersiapkan secara matang bahan-bahan untuk fight di ruang sidang melawan BC. Tetapi ini aneh, Pemkot Bima dan DPRD Kota Bima justeru menyerah sebelum bertanding di ruang sidang melawan BC,” ulas DJ.

Awal mulanya saran agar BC menggugat secara perdata kepada PN Raba-Bima itu, dijelaskanya terjadi dui zaman Drs. H. Muhtar Landa menjabat sebagai Pj. Walikota Bima dan Dedi Irawan, SH, MH selalu Kabag Hukum Setda Kota Bima. Dedi dalam akta perdamaian tersebut merupakan salah satu Kuasa Khusus dari Pemkot Bima.

“Sebagai Kabag Hukum Setda Kota Bima sekaligus Kuasa Khusus yang diberikanya untuk menghadapi gugatan perdata tersebut, tentu saja Dedi tidak bekerja sendiri. Tetapi bermula dari adanya koordinasi dengan atasanya saat itu (Muhtar Landa selaku Pj Walikota Bima). Mirisnya, dalam kaitan itu Dedi sukses menampilkan prestasi terburuknya. Yakni sepakat damai denn pihak BC sebelum fight sesungguhnya di ruang sidang. Ya, ini mengesankan bahwa Negara telah dikalahkan dengan mudah oleh terduga mafia tanah di Amahami,” duga DJ.

DJ kembali membeberkan, perubahan perilaku kebijakan terkait kawasan Amahami tersebut yakni sejak Muhtar Landa menjabat sebagai PJ. Walikota Bima. Dan pada saat yang sama, Samsurih menjabat sebagai Pimpinan DPRD Kota Bima. Yang bersangkutan juga adalah Wakil Ketua Pansus Kota Bima soal Amahami tahun 2019.

 “Untuk menyelamatkan wajah Pemkot Bima dari tamparan keras BC tersebut, maka Walikota-Wakil Walikota saat ini harus segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Muhtar Landa selaku Sekda dan Dedi selaku Kabag Hukum setempat. Di era H. Muhammad Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima, semua terduga mafia tanah di Amaham tiarab alias tak berkutik hingga Pemkot Bima memasang larang keras terhadap berbagai bentuk aktivitas serta kegiatan di Amahami. Namun kini beda, BC baru kali ini berani muncul memagar jalan dua arah di Amahami. Oleh sebab itu, saya atas nama Ketua OKK Partai Gerindra Kota Bima mendesak Presiden RI agar segera turun tangan soal kawasan Amahami tersebut,”

Secara terpisah Walikota Bima, H. A. Rahman H. Abidin, SE melalui Kadis Kominfotik setempat, H. Mahfud mengaku belum tahun hasil kesimpulan sementara dari “Rakorsus” tersebut. Pasalnya, Mahfud mengaku tidak terlibat di moment “Rakorsus” dimaksud.

Meski demikian, Mahfud menyatakan bahwa soal yang terjadi di Amahami tdersebut telah dijadikan sebagai atensi oleh Walikota Bima dan pihak Kejaksaan setempat. Sementara soal akta perdamaian tersebut, mahfud juga menegaskan tidak tahu.

“Yang saya tahu, soal damai itu terjadi di zaman Muhtar Landa menjabat sebagai PP. Walikota Bima. Soal siapa pejabat yang diberi Kuasa Khusus untuk menangani masalah itu oleh PJ Walikota Bima tersebut, saya juga tidak tahu. Pun Mahfud tidak tahu apakah kesepakatan damainya dengan BC sebagaimana tertuang dealam akta dimaksud sudah terkoordinasi dengan pihak Forkopimda setempat. Tetapi sepanjang yang saya tahu, dalam kaitan itu Pemkot Bima sudah memberikan Kuasa Khusus Kepada Kejaksaan setempat sebagai pengacara Negara,” tegas Mahfud, Jum’at (21/3/2025).

Mahfud menerangkan, jalan dua arah di di sebelah selatan Masjid Terapung Amahami itu sudah tercatat secara resmi sebagai aset milik Pemkot Kota Bima. Status itu diakuinya berlaku di masa Pemerintah sebelum Man-Feri menjabat sebagai Walikota-Wakil Walikota Bima.

“Karena itu sudah tercatat sebagai aset milik Pemkot Bima, maka akan sangat berbahaya jika membayar kompensasi kepada BC. Sementara soal seperti apa langkah-langkah kongkriet selanjutnya yang ditempun Pemkot Bima, Insya Allah akan kami kabarkan kembali kepada rekan-rekan wartawan,” pungkas Mahfud. (JOEL/RUDY/AL/DK)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.