Kisah Pilu Korban KDRT Viral di Bima, “Langganan Disiksa Suami dan Seolah Tak Dianggap Oleh Mertua”
Mertua Hadir Saat JRP Dirawat di Puskesmas Namun Segelas Air Mineral Tak Diberikan?
JRP Sembari Menunjukan Surat Panggilan Resmi Dari penyidik Satreskrim Polres Bima Kota Untuk Dimintai Keteranganya
Visioner Berita
Kabupaten Bima-Kisah
nyata tentang penderitaan panjang yang dialami oleh salah seorangt Ibu Rumah
Tangga (IRT) cantik dan sangat baik di salah satu Desa di Kecamatan Langgudu-Kabupaten
Bima berinisial JRP hingga kini masih menjadi salah satu topik pembahasan
serius berbagai pihak, terutama di NTB. Peristiwa pahit yang dialami oleh JRP
tersebut, dinilai jarang terjadi pada IRT lainya termasuk di Bima.
Ia diduga disiksa oleh suami berinisial MIA yakni sejak berpacaran hingga sekitar lima hari sebelum kasusnya viral di beranda Media Sosial (Medsos). Yang tak kalah mirisnya, ia diduga disiksa oleh MIA di hadapan anak semata wayangnya yang kini masih berumur dua tahun.
Catatan penting Media Online www.visionerbima.com mengungkap, dukung moril sekaligus injeksi kekutan secara psikologis oleh berbagai pihak terutama para Netizen di beranda maya dimulai sejak JRP memposting status (TS) “saya butuh dukungan dari kalian semua” di pelatara Medsos dan terpantau masih berlangsung sempai dengan saat ini.
JRP yang semula “sengaja dilemahkan karena perbedaan status sosial”, kini disebut-sebut semakin kuat setelah derasnya dukungan dari berbagai pihak hingga mencipta “anti klimaks”. Yang memastikan aspek penegakan supremasi hukum bersifat mutlak atas kasus dugaan KDRT yang telah dilaporkanya secara resmi kepada Unit PPA Satreskrim Polres Bima Kota dan menegaskan akan segera menggugat cerai MIA di Pengadilan Agama (PA) Bima.
“Insya Allah saya harus mengakhiri penderitaan panjang yang sudah sekian lama terjadi ini. Penyiksaan itu bukan saja setelah kami menikah hingga kasus ini viral di beranda maya hingga dilaporkan secara resmi kepada Polisi.Tetapi saya disiksa oleh MIA sejak berpacaran,” ungkap sosok IRT yang juga disebut-sebut sebagai “tulang punggung” keluarga melalui berjualan tomat ini.
Pasca kasus ini viral di beranda maya hingga dilaporkan secara resmi kepada Polisi, JRP membongkar misteri di balik diamnya selama lebih dari tiga tahun berumah tangga dengan MIA. Ekspektasi (harapan) pernikahan membangun rumah tangga Sakinah Mawaddah Warrahmah (SAMAWA) bersama MIA, ditegaskan tak berbanding lurus dengan kenyataan yang dialaminya. Dugaan penyiksaan itu, diakuinya terjadi pada tiap minggu.
“Hukum harus ditegakan dengan seadil-adilnya. Tekad saya dan seluruh keluarga sudah sangat bulat. MIA harus mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatanya. Insya Allah, dalam waktu dekat saya akan mengugat cerai MIA di PA Bima. Saya dan anak sudah tinggalkan rumah itu. Kini saya dan anak tinggal di rumah orang tua saya,” tandas IRT murah senyum dan berkulit sawo matang (hitam manis) ini.
Ia kembali membeberkan dugaan misteri yang lebih dari tiga tahun lamanya dipendam karena pertimbangan tertentu. Sejak dugaan penyiksaan panjang oleh MIA yang dialaminya hingga kasusnya dilaporkan secara resmi kepada Polisi, JRP mengaku tak mendapat dukungan dari mertuanya. Kecuali, diduga Sang Mertua cenderung berpihak kepada MIA selaku anak kandungnya.
“Kedua orang tua saya tahu soal penderitaan panjang yang saya alami. Namun kedua orang tua saya memilih bersikap diam dan sabar. Mertua saya juga tahu soal itu, namun diduga kuat mereka cenderung berpihak kepada MIA. Sikap dan perilaku tidak seimbang itu terjadi sejak kami menikah hingga beberapa hari sebelum kasus ini dilaporkan secara resmi kepada Polisi,” ungkap JRP.
Namun tak dinafikanya, Mertuanya hadir di Puskesmas saat JRP dirawat di Puskesmas Langgudu usai diduga kuat disiksa oleh MIA. Seperti apa perhatian khusus Sang Mertua dan seperti apa ketegasanya terhadap MIA terkait peristiwa “terpahit ini”?.
“Mertua hadir menjenguk saya saat dirawat di Puskesmas Langgudu. Perhatian khususnya saat itu?. Jangankan biaya perawatan, segelas air mineralpun tak ia tak berikan kepada saya. Saat di Puskesmas Langgudu, ia menyaksikan sendiri luka yang saya alami. Namun sikap tegasnya kepada MIA selalu anak kandungnya itu sangat sepi dari pendengaran,” terang JRP.
Dugaan penyiksaan panjang oleh MIA yang dialaminya, ditegaskanya diketahui oleh Mertuanya. Namun JRP menduga bahwa Sang Mertua terkesan membela anak kandungnya itu (MIA). Kesan situasi soal kecenderungan tersebut, diakuinya sangat berbeda dengan kehidupan rumah tangga lainya, antara lain tetangga di sekitarnya.
“Saya bukan saja menantunya. Tetapi pada hakekatnya setelah menikah, sesungguhnya saya adalah anaknya. Dan dalam kaitan itu pula, sesungguhnya JRP adalah menantu sekaligus anak dari kedua orang tua saya. Namun sentuhan nilai dari hakekat pernikahan tersebut, secara jujur dan tegas saya nyatakan tidak pernah saya rasakan. Saya disiksa tiap minggu oleh MIA dan Metua saya tahu itu. Tetapi tak ada sikap tegas dari Metua saya terhadap MIA selaku anak kandungnya itu,” ulas JRP.
Lebih dari satu tahun lamanya dugaan penderitaan secara fisik maupun piskologis itu dialaminya. Dan selama itu pula, ia mengaku enggan membongkar dugaan misteri itu karena pertimbangan privacy. Tetapi dugaan penyiksaan terakhir yang dialaminya (beberapa hari sebelum kasus ini dilaporkan secara resmi kepada Polsek Langgudu), ditegaskanya sebagaui klimak dari kesabaran yag sekian lama ia pendam.
“Pasca penyiksaan yang terakhir kalinya oleh MIA itu, saya mulai memberanikan diri mengambil sikap meminta dukungan semua pihak melalui Medsos. Dukungan dan kekuatan moril khususnya di Medsos pun terus mengalir. Dalam kaitan itu saya dibantu oleh keluarga saya, antara lain Nia Arista dan Nila serta lainya. Para Netizen dan para Pegiat Perempuan dan Anak Indonesia dan sahabat-sahabat saya pun hadir menginjeksi kekuatan saya secara moril. Atas hal itu, hanya do’a terbaik dan kata terimakasih tak terhingga yang bisa saya ucapkan kepada semuanya,” ucap JRP.
JRP kembali menegaskan, tak seorang IRT di dunia ini yang menghendaki adanya perceraian. Tetapi dugaan penderitaan panjang yang dialaminya itu, diakuinya mengharusnya memilih dua jalan. Yakni aspek penegakan supremasi hukum yang bersifat mutlak dan segera menggugat cerai MIA kepada PA Bima.Upaya ini ditegasknya akan dilakukan dalam waktu segera.
“Saya tahu bahwa sesungguhnya perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Tetapi atas nama Allah SWT pula, mohon maaf bahwa sesungguhnya saya sudah tidak kuat lagi menahan penderitaan baik secara fisik maupun secara psikologis ini. Mungkin tidak bisa dibayangkan dan tentu saja semuanya sangat prihati. Saya disiksa oleh MIA itu terjadi secara terus menerus. Lebih jelasnya, tiap minggu saya disiksa oleh JRP. Rata-rata peristiwa itu terjadi karena hal sepele. Dan yang terakhir kalinya, saya disiksa oleh dia lantaran kopinya ditumpahi oleh anaknya. Maaf, saya kira istri manapun tak sanggup menghadapi situasi seperti yang saya alami,” tutur JRP.
Upaya hukum yang sedang berlangsung dan rencana menggugat cerai MIA terkait kasus ini, diakuinya telah diketahui oleh JRP dan keluarganya. Pada saat yang bersamaan, JRP mengaku acapkali dihubungi oleh pihak tertentu agar menyelesaikan masalah yang terjadi secara damai dan kekeluargaan. Dan diakuinya ada pula yang menghendaki agar JRP tidak menggugat cerai MIA.
“Insya Allah semuanya sudah terlambat. Sebab, tekad saya dan keluarga sudah bulat untuk menempuh jalur hukum dan menggugat cerai JRP. Keputusan yang daimbil ini ibarat puncak gunung es, maafkan saya,” papar JRP.
Komunikasi terakhir dengan suami?. JRP mengaku bahwa pasca kasus ini dilaporkan secara resmi muncul permintaan MIA melalui saluran WhatssApp. Melalui saluran WA itu pula, JRP mengaku bahwa MIA menyatakan cukup dirinya (MIA) yang dipermalukan. Tetapi dia meminta agar JRP tidak menyakiti kedua orang tuanya (orang tua MIA).
“Sayang, cukup saya yang dipermalukan. Jangan lagi menyakiti orang tua saya. Dans aay ini Aji saya sedang sakit,” ungkap JRP mengutip narasi dalam percakapan melalui saluran WA dimaksud.
Singkatnya, tekad JRP dan keluarganya dalam menyikapi tegas kasus ini diakui sudah sangat bulat. Dukungan dan injeksi kekuatan moril terhadap JRP hingga kini terpantau masih mengalir deras. JRP yang dinilai terkesan trauma, ragu dan khwatir karena pertimbangan psikologis kini ditegaskan sudah sangat kuat.
Para pendamping Perempuan dan Anak Indonesia di Bima yang antara lain UPTD PPA Kabupaten Bima dibawah kendali Muhammad Umar, SH, MH, Peksos Perempuan dan Anak dari Kemensos RI di Bima yakni Abdurrahman Hidata, PUSPA dan lainya tercatat sejak awal hingga kini masih sangat konsisten mendampingi JRP. Tak hanya itu, Ikatan Advoka Indonesia (IKADIN) Cabang Bima dibawah kendali Muhajirin, SH pun hadir sebagai Pengacara gratis untuk JRP.
“Insya Allah, lahir bathin kami hadir secara atas nama jiwa dan kemanusiaan untuk JRP. Surat kuasa pendampingan hukum bagi JRP pun sudah ditandatangani secara resmi. Oleh sebab itu, langkah selanjutnya adalah mengawal proses hukum yang sedang berjalan. Peristiwa yang menimpa JRP ini, sungguh sangat tragis. Dan upaya hukum yang ditempuh oleh JPR tentu sangatlah tepat. Dan tentu saja MIA harus siap menerima konsekuensi hukum atas dugaan tindak pidana KDRT yang dilakukanya itu,” tegas Pengacar nyetrik yang dikenal tegas, humoris dan komunikatif ini.
Dukungan Advokat khususnya di Bima kini bertambah lagi untuk JRP. Advokat asal PERADI Cabang Bima, Arifin Tumpa, SH menyatakan kesiapanya untuk mendampingi JRP. Sosok Pengacara yang dikenal Humoris, cerdas, tegas, berani, komunikatif, dan baik dengan semua elemen masyarakat ini memastikan hadir mendampingi JRP secara suka rela atas panggilan jiwa dan kemanusiaan.
Namun terkait hal itu, Arifin mengaku siap hadir untuk mendampingi JRP saat menggugat cerai MIA kepada PA Bima. Namun sebelumnya, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak JRP yang kemudian dilakukan penandatanganan Surat Kuasa Pendampingan.
Dengan Bismillah, kami siap hadir untuk melakukan pendampingan hukum tanpa memungut biaya untuk JRP. Insya Allah, kami hadir secara sukarela atas penggilan jiwa kemanusiaan untuk JRP. Dari dugaan peristiwa tragis yang dialami JRP ini, tentu saja adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Jangan memarahi, apalagi menyiksa istri di hadapan anak-anak. Dampaknya sangat fatal, itu bukan saja secara fisik. Tetapi penderitaan secara psikologis itu tentu saja sangat panjang. Sekali lagi, tak ada pernikahan yang mengamini penyiksaan. Sebab, itu adalah kejahatan yang tentu saja dijerat oleh sanksi pidana,” imbuhnya, Jum’at (1/8/2026). (RIZAL/JOEL/RUDY/AL/DK/DINO)
Tulis Komentar Anda