Pansus Tegaskan Ada Dugaan Kegiatan Kriminal di Kawasan Amahami

Sakura H. Abidin Ngaku Beli Laut di Sana Rp17,5 Juta Dari Almarhum H. Amin Darusman

Ketua Pansus Kawasan Amahami, H. Armansyah, SE
Visioner Berita Kota Bima-Kinerja Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Bima dibawah kendali H. Armansyah, SE (duta PKS) terkait kawasan laut Amahami yang telah dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas termasuk pengkavlingan laut menjadi milik lahan pribadi sejumlah oknum, saat ini telah mengalami kemajuan yang dinilai signifikan. Konsultasi Pansus dengan Dinas Kelautan Perikanan Provinsi NTB dan Bappeda NTB serta Departemen Kelautan dan Perikanan RI dengan pihak Pansus tersebut, menyimpulkan bahwa teluk Bima termasuk di dalamnya Amahami telah lama ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) oleh Pemerintah Pusat.

“Jika kawasan Amahami telah ditetapkan sebagai KSN, maka tidak boleh dibangun aktivitas tanpa izin dari Pemerintah Pusat apalagi mengkavlingnya dan kemudian dijadikan sebagai lahan milik perorangan. Namun pada kenyataannya, terdapat banyaknya kegiatan ilegal yang terjadi di kawasan Amahami itu. Merujuk pada aturan yang berlaku, diduga ada kegiatan kriminal di kawasan Amahami. Salah satunya, yakni pembabatan hutan mangrove oleh oknum tertentu,” ungkap Ketua Pansus DPRD Kota Bima, H. Armansyah, SE kepada Visioner, Rabu (6/3/2019).

Armansyah menegaskan, untuk memulai aktivitas dalam bentuk apapun di kawasan Amahami itu terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Pemprov NTB melalui BKPRD. “Kalau kita menilik soal teluk Bima secara keseluruhan, sesungguhnya itu sudah adalah perda RTRW dari Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kota dan Kabupaten. Di sana tetap mengamanatkan hanya tiga fungsi yang bisa dilakukan oleh masyarakat maupun Pemerintah yang berkaitan dengan Teluk Bima ini. Yakni Konservacy, budidaya dan Pariwisata. Maksudnya, Pertanian, Perikanan dan Pariwisata. Itu tentu saja amanat dari RTRW,” terangnya.

Jadi, fungsi itu tegas dikatakan dalam Perda RTRW bahwa fungsi teluk Bima hanya tiga poin dimaksud yang bisa dikembangkan. Namun fakta yang terjadi, di kawasan itu justeru dijadikan sebagai areal perdagangan, dilakukan reklamasi dan sebagainya.

“Sebenarnya itu tidak ada masalah dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat. Tetapi, harus mendapatkan izin dari Pemprov NTB sebagai pemilik kewenangan. Namun faktanya berdasarkan hasil konsultasi kami dengan Pemprov NTB mengungkap, semua kegiatan yang terjadi di Amahami itu sampai sekarang belum memiliki izin alias ilegal,” bebernya.

Jika ada stigma yang dibangun bahwa aktivitas pembangunan yang terjadi di Amahami oleh pemkot Bima tidak melanggar tata ruang atau salah pemanfaatan ruang, Armansyah mendesak mereka agar belajar banyak dan tidak asal bunyi (Asbun). “Jika Pemkot Bima berstigma seperti itu, suruh saja buka UU dan Perda tentang RTRW. Kan mereka juga yang punya produk dan mereka pula yang mengkaji dan sebagainya pada saat itu (puluhan tahun silam),” ungkap Armansyah.

Kegiatan ilegal yang terjadi di kawasan Amahami tersebut, diakuinya bukan saja soal sejumlah item pembangunan yang sudah dilaksanakan. Tetapi timpalnya, masyarakat yang melakukan reklamasi kawasan Amahami (pengkavlingan) adalah sesuatu yang sangat fatal pula. “Semementara luas lahan yang dikuasai menjadi milik perorangan di kawasan itu sekitar puluhan hektar. Hutan mangrove yang ada dalam kawasan tersebut, juga nyaris tak tersisa karena dibabat. Itu adalah kasus kriminal yang harus ditindaklanjuti,” imbuh Armansyah.    

Lagi-lagi, Armansyah membongkar adanya 15 lembar sertifikat atas nama perorangan yang telah terbitkan di kawasan Amahami itu. Hanya saja, pihaknya bisa menjelaskan tentang nama pemilik sertifikat dan terkait dengan bagaimana alur proses hingga sertifikat itu diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Yang jelas ada 15 lembar seritifikat milik perorangan di kawasan Amahami. Sekarang kami masih terus melakukan pendalaman terkait dengan aturan dan perundang-undagan yang berkaitan dengan fungsi lahan itu dulu,” sahutnya.

Kembali Armansyah, sertifikat itu tidak menunjukan kemeilikan yang absoulut. “Jadi soal sertifikat tersebut ketika ditemukan ada satu penyimpangan, maka sertifikat tersebut bisa dicabut kapanpun. Sekali lagi, sertifikat dimaksud bukanlah kepemilikan yang bersifat mutlak. Jika sertifikat tersebut diterbitkan tidak sesuai dengan aturan yang ada dan di sana bukan haknya dia, tentu saja hal tersebut adalah sesuatu yang salah. Jadi, terbitnya sertifikat pada KSN dan di teluk Bima secara keseluruhan adalah sesuatu yang salah. Sebab, wilayah laut itu bukan merupakan milik negara alias bukan milik per orangan,” ujar Armansyah.

Setelah melakukan konsultasi dengan Bappeda NTB dan DKP NTB dan Departemen Kelautan Perikanan RI, maka selanjutnya pihaknya akan melakukan penelusuran. “Pertama, kami akan memanggil pihak BPN yang berkaitan dengan terbitnya sertifikat-sertifikat secara sporadik di sana. Kedua, kami akan menelusuri sejarah adanya hak kepemilikan tanah-tanah yang ada di sana baik perorangan, kelompok maupun group dan lainnya,” ucapnya.

Terkait masalah serius yang terjadi di kawasan Amahami tersebut ujarnya, Pemerintah Pusat belum menyatakan sikap. Kecuali, baru pada tahapan memberikan penjelasan yang terkait dengan fungsi teluk Bima, keberadaannya tercatat sebagai KSN dan hak-hak pengelolaannya harus mendapatkan izin resmi dari Pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku.

“Soal kapan dan pada Pemerintahan siapa mulai terjadinya penyimpangan pada kawasan itu, sekarang belum bisa kami pastikan. Tetapi jika kita tilik salah satu persolan yang terjadi di sana, pada saat Pemkot Bima membeli tanah di kawasan itu untuk kepentingan pembangunan terminal AKAP dan selanjutnya dibangung pasar semi moder-itukah masuk menjadi persoalan hukum. Secara historis tanah itu adalah milik negara yang kemudian berubah status menjadi milik perorangan, dan selanjutnya Pemerintah membelinya untuk kepentingan pembangunan terminal AKAP,” bebernya lagi.

Jika persoalannya dimulai dari hal itu, dulu diakuinya belum ada aktivitas secara sporadic seperti yang terjadi sekarang ini. “Dulu yang dipermasalahkan secara hukum adalah pembelian tanah seluas 5 hektar itu, namun sampai sejauh mana penanganannya sampai sekarang belum juga diketahui,” tandasnya.

Disentil bahwa Pansus terbentuk sarat kaitannya dengan upaya menaikan popularitas Dewan dimana sesaat lagi agar berlangsung Pileg periode 2019-2024, Arman menegaskan bahwa asumsi tersebut sangatlah berlebihan serta tidak berdasar.

“Tidak ada kaitannya Pansus soal Amahami dengan Pileg. Saya kan Pileg di Dapil 3, bukan di Dapil Rasanae Barat. Kawasan Amahami berada di wilayah Rasanae Barat. Oleh karenanya, saya tidak punya kepentingan secara langsung di Dapil Rasanae Barat. Dan semua orang tahu bahwa masalah di Amahami itu sama sekali tidak memiliki dampak politis dengan kita, kan begitu,” ucapnnya.

Kenapa Pansus Amahami baru terbentuk sekarang sementara sebelumnya justeru dingin-dingin saja?. “DPRD ini bukan melahirkan keputusan secara pribadi. Tetapi Pansus soal Amahami ini merupakan keputusan kolektif. Nah, di sana muncul dinamika-dinamika, dan bukan berarti itu tercermin adanya kepetningan-kepentingan yang bersifat pribadi atau kelompok. Karena cara pandang, cara menilai dan sebagainya itu kan ber beda-beda sehingga butuh proses,” sebutnya.

Persoalan Amahami ini, diakuinya sudah lama. Sehingga, pihaknya di Dewan mengkaji tentang sejauhmana ketika Pansus dibentuk dan kemudian seperti apa dampaknya. “Kajian kita soal itu sangat banyak. Endingnya akan seperti apa, dan bagaimana pula dampaknya setelah lahirnya sebuah keputusan. Intinya, Pansus ini dibentuk bukan dengan cara sembarangan. Sekali lagi, Pansus soal Amahami ini akan bekerja secara profesional dan terukur,” janjinya.

Kinerja Pansus, diakuinya juga akan melebar hingga ke persoalan aset Pemkot Bima di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami. “Tanah itu kan sudah lama mau dikuasai oleh oknum warga. Tapi, kan tanah itu sudah menjadi milik Pemkot Bima dan tercatat sebagai aset daerah ini pula. Target tuntasnmya kinerja Pansus ini bukan berpatokan pada Pileg. Tetapi, berpataokan kepada pada masa jabatan kami yang akan berakhir pada Septmber 2019. Insya Allah di masa akhir jabatan ini, kami akan bisa melahirkan yang bisa dijadikan sebagai patokan,” pungkas Armansyah.

Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Bima Samsurih SH menegaskan enggan mencampuri Tupoksim Pansus soal Amahami. Namun, duta PAN yang dikenal tegas dan ramah ini menghimbau kepada masyarakat agar yakin dan percaya bahwa akan ada ending dari kinerja Pansus dimaksud.

“Bayangkan saja sudah 17 tahun Kota ini terbentuk, baru sekarang Pansus soal Amahami ini ada. Olehnya demikian, kita semua harus apresiatif, bangga dan berterimakasih. Pansus ini akan bekerja soal Kawasan Amahami secara menyeluruh, tak terkecuali terkait aset Pemerintah yang ada di blok 70 seluas 54 are di kawasan itu pula,” tegas Samsurih.

Sakura H. Abidin, kepada Visioner mengaku bahwa dirinya memiliki tanah di kawasan Amahami yang dibeliknya sebesar Rp17,5 juta kepada Almarhum H. Amin Darusman pada tahun 2004. Namun, anggota DPRD Kabupaten Bima utusan Partai Demokrat ini mengaku tak hafal soal luas lahan yang dibeliknya itu."Tadinya, yang saya beli itu masih dalam bentuk laut. Namun, selanjutnya saya timbun menggunakan uang pribadi. Tetapi jika saya tidak boleh menguasai lahan tersebut, kenapa yang lain bisa," tanya Sakura, Rabu (6/3/2019).

Tanah yang dibelinya di kawasan tersebut, sampai sekarang belum disertifikat dan belum juga diterbitkan SPPTnya. Proses transaksi jual-beli tanah tersebut bukan saja melibatkan Almarhum H. Amin Darusman-tetapi juga salah seorang mantan oknum Wartawan sekaligus anak kandung dari Pak Ilyas. 

"Dari total luas tanah tersebut, diantaranya 4 are saya beli dari Ilyas.Intinya, dulu yang saya beli itu adalah laut. Namun sekarang sudah saya timbun. Soal tanah itu, Pemkot Bima tidak boleh mengambil begitu saja tanah saya di sana. Tetapi, harus membayar ganti rugi. Di lokasi pembangunan jalan baru itu, juga mengambil sebahagian dari tanah saya yang sampai sekarang tidak diberikan ganti rugi oleh Walikota Bima," ujar Sakura. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.