Ini Peristiwa Perdana di Bima, Ketua Dewan Dimosi Tidak Percaya Oleh Belasan Anggotanya

Ketua Dewan Nyatakan Bahwa Pokir itu Sama Dengan RKPD
Ketua DPRD Kota Bima, Alfian Indra Wirawan, S.Adm Sedangkan Membacakan Isi Mosi Tidak Prcaya Dari 15 Anggota Dewan
Visioner Berita Kota Bima-Dalam sejarah terbentuknya DPRD Kabupaten Bima maupun Kota Bima khususnya dan pada umumnya di Nusa Tenggara Barat (NTB) menjelaskan bahwa peristiwa dimana Ketua Dewan dimosi tidak percaya oleh anggotanya, diakui belum pernah terjadi. Namun hal sebaliknya di Kota Bima. Di penghujung Desember 2019, sebanyak 15 anggota Dewan dari hampir semua Fraksi secara resmi menyerahkan surat mosi tidak percaya yang telah ditandatangani terhadap Ketua DPRD setempat, Alfian Indra Wirawan S.Adm.

Dan mosi tidak percaya tersebut, ditujukan oleh belasan anggota Dewan kepada Alfian Indra Wirawan selaku Ketua DPRD Kota Bima sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar) setempat. Peristiwa perdana yang terjadi dalam sejarah belasan tahun DPRD Kota Bima terbentuk ini, berlangsung pada moment Rapat Parpurna Dewan, Kamis (26/12/2019). Peristiwa politik itu pun disaksikan oleh seluruh Kepala SKPD dan OPD Kota Bima, Sekda Kota Bima, Sekwan Kota Bima beserta jajaranya, sejumlah awak media dan delegasi di FKPD.

Belasan anggota Dewan tersebut mengaku, menyatakan kesepakatan mengajukan mosi tidak percara terhadap Ketua Dewan itu didasari oleh sejumlah alasan. Yakni Ketua Dewan tersebut dinilai inkonsisten dan mengambil keputusan sepihak pada moment rapat Banggar tentang RAPBD 2 Kota Bima tahun 2020 di gedung Dewan setempat beberapat waktu lalu. Maksudnya, keputusan sepihak yang diambil oleh Ketua Dewan sekaligus Ketua Banggar tersebut yakni tanpa dibicarakan terlebih dahulu dengan anggota Banggar.

Lagi-lagi, keputusan sepihak dimaksud disebut-sebut diambil tanpa meminta persetujuan kepada seluruh anggota Banggar. Hal lain yang memicu terjadinya mosi tidak pecaya terhadap Ketua Dewan tersebut yakni Beberapa program sudah dirasionalisasi malah kembali dimasukan dalam APBD tahun 2020. Lagi-lagi soal mosi tidak percaya yang dilayangkan kepada Ketua Dewan tersebut, hanya Fraksi Gabungan Golkar dengan Perindo yang tidak ikut menandatanganinya. Namun, ada juga beberapa anggota Dewan pada Fraksi lain yang tidak ikut menandatangani mosi tidak percaya terhadap Ketua Dimaksud.

Masih soal mosi tidak percaya terebut, berbagai pihak menyatakan bahwa kisah nyata itu merupakan peritiwa politik perdana yang terjadi sejak belasan tahun DPRD Kota Bima terbentuk. Pun dalam catatan berbagai pihak dimaksud, kisah dimana anggota Dewan memosi tidak percaya Ketua Dewan pun belum pernah terjadi di berbagai Kota-Kabupaten dan bahkan di DPRD NTB. Drs. Amirudin menduga, mosi tidak percaya yang diarahkan oleh 15 orang anggota Dewan kepada Ketua DPRD Kota Bima itu salah satunya dipicu oleh “buntunya arus komunikasi bagi penyelesaian peristiwa politik” di gedung Legsilatif itu pula.

“Dugaan kedua, mosi tidak percaya tersebut juga menggambarkan tidak harmonisnya hubungan antara pihak yang memosi dengan yang dimosi. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan secara arif dan bijaksana, tentu saja akan berdampak buruk akselerasi pembangunan daerah. Sebab, Dewan merupakan salah satu penentu dari akselerasi itu pula. Dan terhambatnya roda akselerasi bagi pembangunan daerah, tentu saja akan berdampak kepada kerugian bagi seluruh rakyat Kota Bima. Sekali lagi, saya berharap agar “disharmonisasi” antara Ketua Dewan dengan belasan anggotanya tersebut harus segera diakhiri,” harapnya.

Menanggapi mosi tidak percara dari 15 anggota Dewan dari hampir semua Fraksi tersebut, Ketua DPRD Kota Bima sekaligus Ketua Banggar setempat, Alfian Indra Wirawan, S.S.Adm menegaskan bahwa hal tersebut sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi APBD 2 Kota Bima tahun 2020 yang telah disahkan. “Berbagai tahapan dan proses pembahasan APBD 2 Kota Bima tahun 2020 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Walk outnya 15 anggota Dewan yang mengaajukan mosi tidak percaya terhadap saya selaku Ketua Dewan dan Ketua Banggar merupakan sesuatu yang sangat aneh. Anehnya, mereka walk out di saat Paripurna Dewan hendak ditutup. Kalau mau walk out yang dari awal dong,” sahutnya kepada sejumlah awak media.

Tudingan 15 anggota Dewan bahwa dirinya memutuskan secara sepihak tentang sejumlah program yang dibahas di tingkat Banggar, pun dibantahnya. “Yang mengatakan bahwa saya mengambil keputusan sepihak pada rapat Banggar itu siapa?. Pertanyaan saya, apakah mereka bisa mempertanggungjawabkan tudinganya tersebut?,” tanyanya.

Ia memastikan bahhwa sejak awal RAPBD 2 Kota Bima tahun 2020 hingga di Paripurnakan menjadi APBD telah melewati proses dan tahapan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan dalam kaitan itu katanya, semua Fraksi di DPRD Kota Bima. “Semua Fraksi di DPRD Kota Bima melalui pandangan umumnya menyetujui berbagai tahapan dan proses pembahasan RAPBD 2 Kota Bima tahun 2020 hingga disahkan menjadi APBD. Sementara mosi tidak percaya yang mereka tandatangani itu sangat aneh. Sebab, tak seorang pun anggota Bangga yang memprotes kebijakan yang diterapkan saat itu,” tandasnya.

Dari 4 Fraksi Dewan yang mengajukan mosi tidak percaya terhadap dirinya, ada juga anggotanya yang tidak ikut menandatanganinya. Yakni dari Fraksi PBB dan Fraksi Gerindra. “Tiga point yang tertuang dalam pernyataan mosi tidak percaya tersebut, sampai sekarang kita belum mengerti. Oleh karenanya, hal tersebut akan dikaji tentang apa maksudnya. Hal ini juga akan kami nilai, jangan sampai tudingan tersebut akan kembali kepada mereka. Sebab, ini terkait dengan Pemerintah. Tudingan bahwa saya tidak konsistenm pada pembahasan Banggar, itu lucu. Pada pembahasan Banggar bukan saja anggota Banggar yang terlibat di dalamnya, tetapi juga seluruh SKPD/OPD Kota Bima,” terangnya.

Rapat Paripurna Dewan yang sudah dilaksanakan itu itu lebih kepada membahas dengan RAPBD tahun 2020 yang telah dievaluasi oleh Pemprov NTB. “Semua prorgram yang tertuang di dalamnya telah dievaluasi oleh Pemprov NTB termasuk soal silva sebesar Rp97 miliar.  Oleh kami selaku Pimpinan Banggar, hal tersebut tidak harus dibahas lagi karena Bangga sudah selesai. Sementara Paripurna ini lebih kepada membacakan seluruh item program yang sudah dievaluasi oleh Pemorov NTB. Kenapa silva bisa bertambah, itu karena kami meminta kepada pihak TAPB mengkroscek bebrapa proyek pembangunan fisik yang masa akhirnya kontraknya sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Sejumlah OPD seperti Dikes, BNPB dan lainya telah menuntaskan proyek pembangunan fisik hingga 100 porsen. Dan atas dasar itu pula kami mengumumkan silva. Hal itulah yang dilakukanpenyesuaian-penyesuaian, dan tidak perlu lagi dibahas di tingkat Banggar. Sebab, Banggar soal ABPDB 2 Kota Bima tahun 2020 sudah selesai,” ulasnya.

Silva sebesar Rp97 miliar tersebut katanya, diluncurkan kepada program-program pembangunan yang belum dituntaskan pada tahun 2019. Ia menerangkan, Silva tersebut bersumber dari pihak pelaksana proyek pembangunan yang telah diputus kontarkanya oleh pemerintah karena fisik pekerjaanya hingga 31 Desember 2019 masih dibawah 90 porsesn,” ungkapnya.

Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun Visioner dari sumber “tertentu” menduga, bahwa kesenjangan yang terjadi juga dipicu oleh tidak adilnya penerapan nominal (angka) dana Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Dewan tahun 2020 antara Ketua Dewan Dengan dua orang Wakil Ketua Dewan, anggota Dewan senior (lama) dengan yang baru, dan anggota Banggar dengan yang non Banggar. Lagi-lagi, informasi tersebut menduga bahwa dana pokir untuk Ketua Dewan setempat tahun 2020 senilai lebih dari tujuh miliar rupiah. Sementara dua orang Wakil Ketua Dewan, ditengarai masing-masing hanya akan mendapatkan  nilai kurang dari dua miliar rupiah.

Masih soal Pokir itu, diduga masing-masing anggota Dewan senior (lama) ada yang dijatahi Pokir tahun 2020 senilai lebih dari 1 miliar, Rp700 juta dan Rp500 juta. Sementara jatah Pokir tahun 2020 untuk anggota Dewan yang baru diduga hanya dijatahi masing-masing Rp300 juta. Masalah yang satu ini pun ditanggapi secara serius oleh Alfian Indra Wirawan. “Karena ente sudah membuka soal Pokir, sekarang saya tanya apakah anggota DPRD yang baru punya Pokir atau tidak, jawab saja biar saya buka semuanya. Inikan semacam upaya-upaya bagaimana mencari kesalahan saya selaku ketua DPRD Kota Bima,” tudingnya.

Ia kembali menegaskan, adalah sangat lucu jika anggota DPRD yang baru membahas soal Pokir. Sebab, Pokir hanya diperuntukan kepada anggota DPRD yang lama. Sementara anggota Dewan yang baru diakuinya tidak punya Pokir. “Anggota Dewan baru melaksanakan reses, dan hasil resesnya akan disampaikan pada tahun 2020. Sementara anggota Dewan yang lama sudah sudah menyampaikan hasil resesnya,” urainya.  

Bukankah definisi dan makna Reses dengan Pokir itu sama?. “Reses itu menyerap aspirasi rakyat. Hal itu akan dirangkum oleh kami, mengistilahkanya dalam Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Dewan. Inilah yang kita sampaikan kepada pihak Eksekutif,” sebutnya.

Artinya definisi dan makna Pokir dengan Reses itu beda, dan apakah mata anggaranya juga berbeda?. “Antara Pokir dengan Reses ya jelas beda lah. Soal anggaran Pokir, itu tergantung kepada kemampuan keuangan daerah,” ucapnya.

Apakah pemberlakuan Pokir Dewan memiliki landasan formal yang bisa dipertanggungjawabkan?. “Sebenarnya antara Pokir dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) itu sama. Kalau kami sebegai wakil rakyat, tentu saja menyerap aspirasi melalui Reses. Dan inilah yang kami perjuangan dan dalam konstitusi kami istilahkan sebagai Pokir,” katanya lagi.

Artinya Pokir merupakan program dari Dewan?. “Itu pogram pemerintah yang kita pejuangkan. Ingat, mereka adalah wakil rakyat lho. Nah, hasil Pokir dan Reses inilah yang akan kami perjuangan dalam rangka penyusunan RKPD Kota Bima. Dan di dalam pernyataan mosi tiak percara yang mereka tandatangani itu, sama sekali tidak menyebutkan soal Pokir,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditulis, kisruh antara Ketua DPRD Kota Bima dengan 15 anggota Dewan yang menandatangani mosi tidak percaya tersebut belum juga usai. Sementara upaya-upaya untuk mengakhiri proses politik dalam bentuk mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD Kota Bima ini, hingga kini masih sepi dari informasi. Sementara menurut informasi yang dihimpun Visioner mengungkap, 15 anggota Dewan tersebut menandatangani dan melayangkan mosi tidak percaya terhadap Ketua Dewan dimaksud diduga dipicu oleh berbagai upaya yang dilakukanya kerap kali dihadapkan dengan jalan buntu.

Salah seorang anggota DPRD Kota Bima dari Partai Gerindra, Khalid Bin Walid menegaskan bahwa pernyataan mosi tidak percaya yang ditandatagani oleh 15 orang anggota Dewan dan telah diserahkan kepada Ketua Dewan itu, tentu saja memiliki landasan yang jelas dan kuat. Yakni, mosi tidak percaya yang ditujukan kepada Ketua Dwan tersebut lahir atas dasar adanya kesepakatan bersama dari 15 anggota Dewan dari hampir Fraksi yang ada di gedung Legislatif (minus Fraksi Golkar).

“Khusus dari Pertai Gerindra, saya dengan pak Sahbudin juga ikut menandatangani mosi tidak percaya tersebut. Dan Pak Sudirman DJ SH (Gerindra), sebelumnya juga telah ikut menandatangani mosi tidak percaya terhadap Ketua Dewan dimaksud, buktinya ada di saya selaku Ketua Partai Gerindra Kota Bima,” tegasnya kepada Visioner, Sabtu (28/12/2019).

Polisi yang sudah dua periode duduk di gedung Legislatif Kota Bima ini menyatakan, mosi tidak percaya yang ditujukan kepada Ketua Dewan terseut merupakan proses politik yang sama sekali tidak ada kaitanya dengan APBD 2 Kota Bima tahun 2020. “Mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Kota Bima tersebut, merupakan peristiwa politik dan tidak berkorelasi dengan pembahasan APBD 2 Kota Bima tahun 2020. Pembahasan APBD 2 Kota Bima tahun 2020 telah usai. Semua proses dan tahapanya telah dilalui sesuai ketentuan yang berlaku, dan isetujui oleh semua Fraksi yang ada di DPRD Kota Bima. Dan 15 orang anggota Dewan yang memosi tidak percaya Ketua Dewan itu, sepakat menyataka tidak ada korelasinya antara mosi tidak percaya dimaksud dengan APBD 2 Kota Bima tahun 2020,” terangnya.

Khalid Bin Walid kemudian mengungkap, akhir-akhir ini muncul isu-isu sesat yang menuding bahwa dirinya dengan belasan anggota Dewan yang menandatangani mosi tidak percaya tersebut sebagai pihak yang menghambat pelaksanaan APBD 2 Kota Bima tahun 2020. “Seluruh rangkaian proses dan tahapan pembahasan APBD 2 Kota Bima tahun 2020 yang juga telah disahkan itu, Alhamdulillah berjalan dengan aman, lancar dan sukses kok. APBD 2 Kota Bima tahun 2020 sudah disahkan, artinya sudah final. Sementara mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Kota Bima itu, kami ajukan setelah APBD 2 Kota Bima tahun 2020 disahkan. Sekali lagi, kami tegaskan bahwa sejak RAPBD dibahas ditingkat Bangga, dievaluasi ke Provinsi NTB hingga di Paripurnakan oleh Dewan juga telah diamini oleh seluruh Fraksi yang ada di Dewan pada moment pemandangan umum Fraksi Dewan. Oleh sebab itu, sungguh tidak rasional jika kami dituding sebagai penghambat pembahasan APBD 2 Kota Bima tahun 2020,” timpalnya. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.