Polisi Sarankan Restoratif Justice dan Ganti Rugi Soal Laporan Ahyar, Pemkot Bima Tegas Menolak

Kabag Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan,SH, MH

Visioner Berita Kota Bima-Penanganan kasus laporan Ahyar Anwar oleh pihak Polda NTB di mana Pemkot Bima sebagai  pihak terlapor tahun 2022, hingga kini disebut-sebut belum mengalami kemajuan berarti. Laporan tersebut yakni terkait dengan dugaan pengerusakan sejumlah fasilitas yang dibangun oleh Ahyar di atas tanahdi blok 70 di kawan Amahami Kelurahan Dara Kecamatan Rasanae Barat-Kota Bima.

Berdasarkan catatan pentng Media online www.visionerbima.com mengungkap, soal tanah di bok 70 itu dijelaskan sebagai objek tukar guling antara Maman Anwar (kakak kandung Ahyar) dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima puluhan tahun silam. Dijelaskan pula bahwa tanah tersebut ditukar guling dengan tanah yang berada si So Wila Kecaatan Monta-Kabupaten Bima yang jauh lebih luas dengan tanah di blok 70 itu.

Uniknya, Ahar melalui Kuasa Hukumnya yakni Al Imran, SH tak mengakui itu. Menurut mereka, tukar guling tersebut itu dianggapnya tidak sah karena Ahyar sebagai ahli waris tidak ikut menandatanganinya. Oleh karenanya, tanah tersebut masih mereka klaim sebagai milik Ahyar Anwar. Sayangnya, alas hukum berupa sertifikatnya hingga kini tak mampu mereka buktikan.

Hal menarik lainya terkait kasus tersebut, kendati menyatakan tukar guling tersebut dianggapnya tidak sah namun hingga detik ini pihak Ahyar tidak menggugat pihak Pemkab Bima secara hukum baik secara pidana maupun perdata. Kecuali, pihak Ahyar diduga keras lebih memilih menyerang pihak Pemkot Bima yang sesungguhnya hanya menerima aset tersebut dari pihak Pemkab Bima.

Kasus ini telah berhulir lama. Laporan soal kasus ini di Polres Bima Kota sejak beberapa tahun silam pun hingga kini dinilai tak jelas junterungan penangananya. Leps dari itu, tanah di blok 70 tersebut telah tercatat secara resmi dalam daftar aset Pemkot Bima.

Pertanyaan tentang seperti apa perkembangan terkini terkait penanganan kasus tersebut oleh pihak Polda NTB pun terjawab. Pihak terkait di Pemkot Bima termasuk di dalamnya Sekda Kota Bima,Drs. H. Muhtar Landa, MH telah dimintai keteranganya oleh Penyidik Polda NTB. Pun dikabarkan bahwa dalam kasus ini, penyidik Polda NTB menyarankan kepada pihak Pemkot Bima untuk dilakukan restoratif justice dan membayar ganti rugi kepda pihak pelapor.

Hal itu dibenarkan oleh Kadis Kominfotik Kota Bima melalui Kabag Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan, SH, MH. Terkait saran tersebut, Dedi memastikan bahwa pihaknya tetap pada pendirian awal. Yakni menolaknya dengan keras.

“Terkait hal itu, kami tetap menolak upaya restoratif justice dan memberikan ganti rugi kepada pihak pelor. Pasalnya, tanah di blok 70 itu adalah aset Pemkab milik Pemkab Bima yang telah diserahkan secara resmi kepada Pemkot Bima. Dan tanah tersebut telah tercatat secara resmi ke dalam daftar aset daerah Kota Bima,” tegas mantan Kasi Penkum Kejati NTB ini kepada Media ini di ruang kerjanya, Kamis (19/1/2022).

Menyoal laporan Ahyar ke Mapolda NTB tersebut, Dedi menegaskan bahwa yang dilakukan oleh pihak Pemkot Bima saat itu bukan melakukan pencurian atau pengerusakan aset milik pihak pelapor dimaksud. Tetapi upaya yang dilakukan oleh pihkanya saat itu adalah penertiban di atas lahan di blok 70 itu yang sudah tercatat secararesmi sebai aset daerah Kota Bima pula.

“Pada moment penertiban tersebut dipimpin secara resmi oleh Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE yang juga melibatkan Kapolres Bima Kota dan dan Dandim 1608/Bima. Upaya penertiban tersebut tentu saja dilakukan secara resmi. Pijakanya adalah SK kolektif. Sementara kedudukan Kapolres Bima Kota dan Dandim 1808/Bima dalam kaitan itu adalah sebagai Penasehat/Penlidung pada Tim Pengamanan Aset Daerah (TPAD) Kota Bima,” tegas Dedi.

Oleh karenanya, Dedi kembali memastikan bahwa upaya penertiban oleh Tim bersifat legal. Dan lgalitas soal itu diakuinya tertuang secara resmi ke dalam SK kolektif yang sampai saat masih ada di tangan pihaknya. Dan diakunya, pihak Sat Pol PP Kota Bima juga terlibat pada upaya penertiban dimaksud.

“Sebelum upaya penertiban tersebut dilakukan, tentu saja Walikota Bima menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dengan pihak terkait dan di dalamnya ada TNI dan Polri setempat. Selanjutnya, SK kolektif sebagai landasan penertiban pun diterbitkan dan ditandatangani secara resmi oleh Walikota Bima. Sekali lagi, kami menegaskan bahwa upaya penertiban tersebut tidak dilakukan secara serta merta,” tegasnya lagi.   

Namun hingga kini Dedi mengaku belum mengetaui tentang seperti apa perkembangan terkini terkait penanganan kasus yang dilaporkan oleh Ahyar oleh phak Polda NTB. Tetapi Dedi membenarkan bahwa pihak Polda NTB menyarankan agar dilakukan restoratif justice dan mengganti rugi kepada pihak pelapor (Ahyar).

“Sekali lagi, terkait kasus yang dilaporkan itu kami tetap kekeuh menolak restoratif justice dan membayar ganti rugi kepada pihak pelapor. Yang jelas, dalam kasus ini sejumlah pihak terkait di Pemkot Bima termasuk Sekda Kota Bima sudah berkali-kali dipanggil secara resmi dan telah memberikan keterangan secara resmi pula kepada pihak Polda NTB. Dalam  kasus ini pula. Sekda Kota Bma kembali dipanggil secara resmi oleh pihak Polda NTB pada tanggal 6 Desember 2022 dan hadir memberikan keterangan secara resmi pada tanggal 8 Desember 2022. Dan sampai sekarang Sekda NTB tak dipanggil oleh oleh pihak Polda NTB,” pungkas Dedi. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.