Dinas Dikbud Sunat Anggaran PAUD?, Alwi Justeru Menduga Adanya PAUD Bermasalah

Kadis Dikbud Kota Bima, Drs. H. Alwi Yasin, M.AP
Visioner Berita Kota Bima-Pertanyaan tentang adanya dugaan terjadinya penyelewengan anggaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tahun 2018 oleh Dinas Dikbud Kota Bima dibawah kendali Kadis, Drs. H. Alwi Yasin, M.AP, tampaknya bukan saja terjadi di dunia nyata. Tetapi, pertanyaan terkait hal itu juga mencuat di pelatara Media Sosial (Medsos). Catatan media ini menyebutkan bahwa sejak kemarin hingga hari ini (12/9/2018), masih menjadi pertanyaan sekaligus perdebatan yang beragam.

Informaasi yang sampai sekarang belum jelas kebenarannya ini, terkuak sejak dua harilalu, dan kononhal itu diungkap oleh beberapa orang pemilik PAUD di Kota Bima. Kabar lain soal itu, juga disebut-sebut akan dilaporkan kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba-Bima oleh beberpa personil pemilik PAUD.

Pun terkait informasi yang satu ini, beberapa pemilik PAUD menduga adanya penyerahan bantuan PAUD oleh Dinas Dikbud Kota Bima yang ditengarai keluar dari realnya (Juklak-Juknis). Salah satunya informasi yang diperoleh media ini menjelaskan, anggaran per PAUD sebesar Rp10 juta namun diserahkan dalam bentuk tunai sebesar Rp6 juta kepada masing-masing PAUD. Dan sisanya (Rp4 juta diserahkan, kabarnya oleh Dinas menyerahkan dalam bentuk barang dalam bentuk ATK yang semula dibelanjakan oleh Dinas. Pun hal itu, dianggap justeru menguntungkan oknum tertentu pada nstansi dimaksud.

Higga berita ini ditulis, Visioner mencoba “memburu” beberapa personil pemilik PUAD yangdiduga sebagai sumber awal dari informasi ini. Sayangnya, hingga detik ini mereka berlum berhasil ditemukan. Kecuali kesan yang muncul, kran informasi terkait masalah yang sempat mencuat di atas permukaan itu kian tertutup saja.  

Sementara di pelatara Medsos, berbagai pertanyaan tentang benar atau tidaknya dugaan penyimpangan dalam kaitan itu masih mewarnai, soal perdebatannya ada yang mendesak agar masalah ini diungkap secara tuntas dan ada pula yang membantahnya. Tetapi secara tegas dan gamblang, Kadis Dikbud Kota Bima Drs. H. Alwi Yasin M. AP menegaskan bahwa isu yang berkembang dalam kaitan itu tak lebih dari kebohongan sekaligus cenderung menyesatkan yang diduga bersumber dari beberapa oknum pemilik PAUD di Kota Bima.

“Soal pelaksanaan anggaran PAUD  tersebut, saya tegaskan telah dilaksanakan sesuai Juklak-Juknis. Dan dalam kaitan itu, saya pastikan tidak ada penyimpangan sedikitpun. Sementara reaksi yang muncul, itu diduga karena ulah beberapa oknum pemilik PAUD yang enggan “kebiasaan lamanya di rubah”. Misalnya, selama ini sebahagian anggaran PAUD mereka gunakan untuk belanja ATK bagi siswa namun diduga kualitas barangnya tidak sesuai Jullak-Juknis. Pun ditengarai tidak sampai ke tangan siswanya,” duga Alwi kepada Visioner melalui saluran selulernya, Selasa (12/9/2019).

Tak pelak, Alwi pun mengaku ada beberapa PAUD di Kota Bima yang diduga bermasalah. Tetapi, izin operasionalnya masih berlaku sampai sekarang. Hanya saja, Alwi enggan membeberkan hal tersebut melalui media massa. Namun, hal itu ada dalam catatan pihaknya. “Soal itu ada dalam catatan Dinas, dan tidak tertutup kemungkinan akan dibongkar pada saatnya nanti,” tegas Alwi.

Alwi kemudian membeberkan sejumlah point penting sebagaimana Juklak-Juknis pelaksanaan anggaran PAUD oleh pihaknya di tahun 2018. Dan hal tersebut, juga didukung oleh ada pernyataan resmi dari seluruh lembaga tersebut yang sampai sekarang masih tersimpan rapi di Dinas Dikbud Kota Bima. Pertama, dana dari Kas Daerah (Kasda) langsung ditransfer melalui rekening masing-masing PAUD. 

“Kedua, mereka (para pemilik PAUD) mentransfer APnya berdasarkan jumlah pesanan yang mereka tandatangani. Ketiga, spek pesanan ditentukn oleh Juknis. Keempat, di dalam Juklak-Juknis seperti yang berlaku pada BOP juga dijelaskan secara rinci tentang berapa anggaran yang digunakan untuk belanja, buku dan lainnya untuk siswa dan demikian pula halnya dengan nominal yang masing-masing pemilik PAUD terima (60 porsesn dari pagu tiak digunakan untuk kegiatan belanja AP dan lainnya). Sekali lagi, di dalam Juknis BOP juga dijelaskan tentang berapa biaya yang dikeluarkan untuk membeli buku dan lainnya,serta berapa pula anggara BOP untuk masing-masing PAUD,” terangnya.

Alwi kemudian menerangkan, terhadap lembaga-lebaga (PAUD) yang tidak mau membeli AP dan lainnya dengan anggaran PAUD maka hal tersebut justeru bertabrakan dengan Juklak-Juknis yang berlaku.

“Dalam Juknis BOP telah mengaturnya, maksudnya mereka harus membelinya. Sebab, dalam Juknis BPO tersebut tertuang adanya rincian terkait besarnya anggaran bagi para PAUD untuk membeli kebutuhan siswanya duimaksud. Dan mutu barang yang mereka belanjakan untuk kebutuhan siswanya harus sesuai dengan Juklak-Juknis. Sekali lagi, dalam Juklak-Juknis BPO tersebut menegaskan bahwa mereka tidak boleh tidak belanja,” urainya.

Lagi-lagi, Alwi menjelaskan bahwa Juklak-Juknis pelaksanaan anggaran PAU adalah sama dengan dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sementara yang membelanjakan sejumlah kebutuhan siswa dengan menggunakan anggaran PAUD tersebut, diakuinya dilakukan sendiri oleh masing-masing pemilik PAUD berdasarkan pesanannya.

“Yang belanja hal itu adalah mereka kok. Kami hanya memperkenalkan mereka dengan rekanan. Dan selanjutnya, mereka memesan barang. Dan mereka sendiri yang menandatangani barang yang dipesan tersebut. Kalau tidak pesan ke rekanan, mereka belanja sendiri. Tetapi dimana tempat mereka membelanjakan barang tersebut, tetapi soal AP itu tidak ada di Bima. Sebab, hal itu ada standar secara nasionalnya,” tuturnya.

Tentang adanya informasi bahwa tahun 2018 masing-masing PAUD di Kota Bima hanya menerima anggaran tunai sebesar Rp6 juta, sementara sisanya Rp4 juta telah digunakan oleh Dinas untukn membelanjakan AP dan lainnya dan kemudian diserahkan kepada para pemilik PAUD justeru dibantah secara keras-tegas oleh Alwi.

“Tudingan tersebut sama sekali tidak berdasar. Masalahnya, uang Rp10 juta untuk masing-masing PAUD tersebut ditrasfer langsung oleh Kas Daerahke rekening PAUD itu sendiri. Soal anggaran belanja AP dan lainnya bagis siswanya, justeru mereka yang membelanjakannya sendiri sesuai dengan pesanannya. Dan sebelum barang tersebut dibeli, merekalah yang memesannya terlebih dahulu kepada rekanan itu,” sebutnya.

Dari oagu anggaran Rp10 untuk masing-masing PAUD tersebut, 40 porsen nilainya digunakan untuk membeli barang seperti AP dan lainya dan kemudian diserahkan kepada siswanya. Dan angka 40 porsen dari pagu yang digunakan untuk membeli barang tersebut jelas Alwi, itu juga dijelaskan kedalam Juknis.

“Setelah uang masing-masing Rp10 juta masuk kedalam rekening PAUD tersebut, maka kemudian para pemilik lembaga tersebutlah yang mentransfer uang sebesar masing-masing sebesar Rp4 juga ke rekening rekanan sebagai tempat mereka memesan barang. Sementara keterlibatan Dinas terkait belanja barang tersebut sama sekali tidak ada. Kecuali, Dinas hanya memfasilitasi para pemilik PAUD dengan rekanan yang dipilih itu. Dan rekanan tersebut dipilih sendiri oleh pemilik PAUD dimaksud,” katanya.

Total jumlah PAUD yang ada di Kota Bima katanya, yakni sekitar 80. Apakah  dari jumlah sekitar 80 tersebut ada PAUD yang telah melaksanakan tugas dan tannggungjawabnya sesuai ketentuan yang berlaku, Alwi enggan membeberkannya sekarang. Kecuali, Alwi berjanji akan menyerahkan catatan tersebut pada saatnya nanti kepada media massa.

“Anehnya ada yang datang ke Dinas, mereka menjelaskan telah mengutang dulu barang yang dibutuhkan oleh siswa tersebut di tempat lain. Padahal dalam Juklak-Juknisnya, barang tersebut tidak boleh diutang. Tetapi sesuai dengan Juklak-Juknisnya,  untuk kebutuhan pembellian barang tersebut harus ditransfer langsung oleh mereka ke rekening rekanan yang dipilihnya. Jika barang tersebut bisa diutang terlebih dahulu dan akan dibayar di kemudian hari, maka tunjukan kepada kami tentang Juklak-Juknisnya,” desaknya.

Alwi kemudian menyentil, reaksi berlebih yang muncul dalam beberapa hari terakhir ini diduga lahir dari mereka-mereka yang PAUDnya bermaslah. Dan dugaan masalah yang terjadi sebelumnya, salah satunya adalah anggaran PAUD yang semestinya dibelanjakan untuk kebutuhan siswanya tetapi ditengarai tidak dibelanjakan dengan indikasi tidak adanya barang dimaksud tidak sampai ditangan siswa itu pula.

“Selain itu, sebelumnya mereka juga menggunakan anggaran PAUD unhtuk membeli barang namun hal itu ditengarai tidak bermutu dan tidak sesuai dengan Juklak-Juknisnya. Masih soal Dugaan saya, yang beraksi itu adalah mereka-mereka yang PAUDnya bermasalah. Untuk PAUD yang bernama Terumbu Karang, itu sudah mati sejak empat tahun silam. Sementara keinginan kami, BOP itu sesungguhnya untuk masyarakat. Dan dengan adanya BOP tersebut, maka harapan terbesar kami adalah PAUD itu hidup. Hal lainnya, DAPODIK PAUD itu ada namun kegiatannya tidak ada,” ungkapnya lagi.  

Singkatnya, Alwi menegaskan bahwa sesungguhnya masalahn yang mencuat sekarang justeru bersumber dari para pemilik PAUD itu sendiri. Sementara dari total jumlah PAUD di Kota bebernya, yang kerjanya real hanya sekitar 90 porsen.

“Informasi yang mencuat di atas permukaan itu, diduga keras bersumber dari mereka yang dari dulu bermasalah, dan jumlahnya sangatlah sedikit. Mereka juga melaporkan hal itu ke Dewan, tetapi kami tidak perlu menanggapinya. Sebab, masalah itu muncul dari mereka sendiri kok. Yang pasti, saat ini rata-rata PAUD di Kota Bima sudah membuat pernyataan secara resmi tidak adanya pemotongan anggaran oleh Dinas ini. Dan jumlah yang membuat pernyataan resmi tersebut, yakni sekitar 90 porsen dari jumlah PAUD yang ada di Kota Bima,” pungkas Alwi. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.