Kinerja Pansus Alami Kemajuan, Aktivitas di Amahami Dituding Ilegal

Inilah proyek berpagu Rp12 miliar di Amahami Kota Bima yang dikerjakan oleh Baba Ngeng itu
Visioner Berita Kota Bima-Dugaan prahara yang terjadi di kawasan Amahami Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima-NTB, dinilai sudah berlangsung sejak lama. Hanya saja, dugaan misteri itu ditengarai hanya dipandang sebelah mata oleh publik termasuk DPRD Kota Bima. Misalnya, laut timbun dengan dugaan untuk kepentingan “kelompok tertentu”, aset Pemkot Bima yang dkitengarai dipatok oleh oknum warga, penjualan tanah seluas 1 hektar disebelah utara Masjid Terapung, pembabatan hutan mangrov hingga bangunan gedung di kawasan ruang terbuka hijau (RTH) yang dituding melanggar Perda setempat.

Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih SH misalnya, dengan tegasnya menyatakan bahwa selama 17 tahun Kota Bima terbentuk namun baru kali ini ada keberanian untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Dewan untuk menjawab berbagai persoalan yang terjadi di kawasan Amahami.

“Selama ini masalah yang terjadi di kawasan Amahami terkesan dibiarkan begitu saja oleh Pemerintah. Bahkan selama ini pula, diduga keras telah terjadi pembiaran di kawasan itu pula. Fenomena yang terjadi belasan tahun itu, perlu dijawab dengan Pansus untuk mengurai satu per satu permasalahan yang terjadi di sana. Oleh karenanya, Anda harus bangga, berterimakasih dan apresiatif atas keberanian Dewan membentuk Pansus terkait berbagai masalah yang terjadi di Amahami,” tegas duta Duta Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH
Pembentukan Pansus soal Amahami, diakuinya telah terbentuk dan tengah bekerja secara serius untuk mengurai satu per satu tentang masalah yang ada di kawasan itu. Langkah awal yang sudah dilakukan oleh Pansus adalah melakukan peninjauan kawasan Amahami baik terkait penjualan tanah di sebelah selatan masjid terapung, penerbitan sertifikat secara sporadic, perubahan perilaku maupun tindakan bermodelkan membangun gedung di kawasan RTH, pembabatan hutan mangrof, pematokan aset pemerintah oleh oknum warga dan lainnya.

“Masalah PTUN yang sudah berlangsung itu, jelas sama sekali tidak ada kofrelasinya dengan kinerja Pansus. Sebab, Pansus merupakan piler penting Pemerintah melalui Lembaga Dewan yang bekerja dan hasil akhirnya akan direkomendasikan untuk ditangani secara hukum pula. Persoalan PTUN tersebut, kian memperjelas bahwa warga tidak memiliki legal standing untuk mengunggat. Ya, kita tunggu hasil kerja Pansus. Dan, percayakan saja kepada Pansus yang sedang bekerja,” tegas Samsurih.

Karena Pansus sedang bekerja, Samsurih menyatakan tidak bisa membuka kepada publik tentang hasil sementaranya. Namun, dia memastikan bahwa Pansus akan bekerja secara objektif dan profesional terkait masalah-masalah yang terjadi di kawasan Amahami.

“Dalam hal ini, kami tidak bisa main-main. Karena publik terutama Media Massa terus mengawasinya. Apa yang sedang dilakukan oleh Pansus ini merupakan cerminan bahwa negara sedang bekerja. Oleh karenanya, masalah yang terjadi di Amahami itu biarkan negara yang bekerja dan menjawabnya nanti. Yang jelas, akan ada rekomendasi dari hasil kinerja Pansus nantinya,” janjinya.

Anggota Pansus Kawasan Amahami, Nazamudin
Hasil sementara dari kinerja Pansus DPRD Kota Bima, terkuak sebuah peristiwa serius yang terjadi di kawasan Amahami. Salah seorang anggota Pansus sekaligus duta PKPI yakni Nazamudin menuding bahwa aktivitas yang terjadi di Amahami adalah ilegal. Hal tersebut, terkuak pelalui pertemuan khusus antara Pansus dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB, Kamis (21/2/2019). “Hasil konsultasi Pansus dengan DKP NTB, ada pernyataan bahwa kegiatan yang dilakukan di Amahami itu ilegal,” ungkap Nazamudin, Jum’at (22/2/2019).

Hanya saja katanya, DKP NTB tidak bisa menyebutkan satu per satu tentang kegiatan mana saja yang ilegal di kawasan Amahami. Tetapi, pembangunan jalan di belakang pasar Amahami yang dikerjakan oleh Mulyono alias Baba Ngeng di belakang pasar Amahami dengan pagu sebesar Rp12 M juga ilegal alias tidak mendapatkan izin darin DKP NTB.

“Rapat konsultasi Pansus dengan DKP NTB, menguak bahwa pelaksanakan proyek pembangunan dengan nilai belasan miliar itu adalah ilegal karena tidak mendapat izin dari DKP NTB. Saat itu, Dinas terkait di Kota Bima disarankan agar sesegera mungkin meminta izin kepada pemrov NTB, namun sampai hari ini izin tersebut belum didapatkan,’ beber Nazamudin.

Dan pada moment konsultasi tersebut, pihak DKP NTB memberikan sinyal bahwa proyek tersebut belum bisa dilaksanakan sebelum ada izin secara resmi. “Namun, pembangunan jalan tersebut sudah selesai dikerjakan. Dan, dikerjakan dengan alasan bahwa sumber anggarannya dari APBN. Padahal yang kami tahu, anggaran bagi pembangunan jalan tersebut bersumber dari APBD 2 Kota Bima,” ujar Nazamudin.

Mulyono alias Baba Ngeng saat mengerjakan proyek berpagu Rp12 Miliar di Amahami
Sampai saat ini, Pansus belum mengurai secara eksplisit tentang kegiatan di Amahami tersebut apakah semuanya sudah mendapatkan izin dari DKP NTB atau tidaknya termasuk pembangunan taman dengan pagu Rp8,5 M. “Termasuk hal itu juga yang disorot pada moment konsultasi Pansus dengan DKP NTB kemarin. Sebab, semua kegiatan penimbunan laut itu harus ada izin dari Pemerintah Pusat atau minimal melalui Pemprov NTB dong,” tegas Nazamudin.

Nazamudin menyatakan, keberanian mereka melakukan aktivitas secara ilegal di Amahami sebagaimana pengakuan dari DKP NTB melalui konsultasi dimaksud, diduga mungkin saja karena ada ‘tekanan dari atas”. “Sekarang banyak mega proyek yang sedang dibidik oleh Kajati NTB yakni mulai dari Amahami, Dam Kodo, DAM dan Kapao Lampe. Dan hal itu, semuanya menjadi atensi pihak Kajati NTB. Dan itu semua adalah mega proyek yang dilaksanakan pada tahun 2017,” ungjkap Nazamudin.

Pernyataan-pernyataan di atas, diakuinya bukan bersumber dari Pansus. Tetapi, diperoleh Pansus melalui hasil konsultasi di Mataram NTB. “Menurut DKP NTB, terkait pembangunan jalan di Amahami saat itu terjadi polemik. Maksudnya, sebelum ruang laut itu digunakan harus memperoleh izin terlebih dahulu. Pembabatan hutan mangrove di Amahami itu diakui oleh DKP NTB dilakukan secara ilegal. Bangunan-bangunan yang ada di sana juga ilegal karena belum mendapatkan izin dari Pemrov NTB,” pungkas Nazamudin. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.