Dari Seminar KPI, Walikota Tegaskan Media Bablas Harus Diawasi

Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE
Visioner Berita Kota Bima-Terdapat banyak hal menarik yang terkuak pada kegiatan seminar literasi media dengan tema “Dari Masyarakat Untuk Bangsa” yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Mutmainnah Home Stay Kota Bima, Kamis (7/3/2019). Yakni mulai dari ekspektasi soal perbaikan kinerja media hingga ketegasan agar mutu-kualitas produk media bersifat mutlak sehingga bisa dicerna secara baik dan benar oleh bangsa.  

Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE yang hadir pada moment tersebut menegaskan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara peran media pada masa Orde Baru (Orba) dengan saat ini. Pada massa Orba, peran media benar-benar diawasi oleh Pemerintah agar berkiprah pada hal-hal yang positif.

Misalnya, dalam meajukan dunia pendidikan untuk tujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, kesehatan, pembangunan dan lainnya. Namun, kebebasan Media saat itu benar-benar ditekan sehingga hal-hal yang bersifat provokatif-memecah belah bangsa nyaris tak pernah terlihat pada masa Orba. Dan pada masa Orba pula, diakuinya tak ditemukan adanya Media yang menyinggung soal SARA serta melanggar norma yang berlaku.

Namun seiring dengan perkembangan dari era Orba ke Reformasi, mucul kebebasan Media massa yang sangat beragam. Antara lain adanya Media yang melabrak etika jurnalistik, memicu terjadinya konflik horizontal hingga pada hal-hal yang jauh dari kelaziman. “Kebebasan media yang muncul saat ini, ditemukan ada yang bersifat bablas. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini saya tegaskan agar Media-Media bablas tersebut harus diawasi,” desaknya.

Lutfi mengakui, tema literasi media yang sedang diseminarkan hari ini sangat menarik. Melalui moment ini, diharapkan kepada seluruh media baik cetak maupun elektronik bisa membuka cakrawala berpikirnya untuk terus berkarya dalam bentuk kierja terbaiknya bagi kemajuan bangsa dan negara.

“Ada fase di media yaitu fase Perjuangan dimana media memiliki peran penting dalam berbagai aspek untuk menyampaikan kepada publik tentang pembangunan, pendidikan, kesehatan, budaya, pertahanan dan keamanan, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan media sebagai perpanjangan Pemerintah. “Literasi ini sangat bermakna yakni bagaimana bisa mengevaluasi hal yang akan disiarkan,” imbuhnya.

Lutfi yang juga terlibat sebagai pendiri Asosiasi Jurnalis Mahasiswa  Indonesia (AJMI) ini menegaskan, masalah etika merupakan hal paling krusial untuk dimiliki oleh setiap Wartawan. “Etika juga merupakan landasan utama bagi setiap wartawan dalam menjalankan tugasnya. Namun, juga ditemukan ada oknum Wartawan yang mengabaikan etika baik dalam berkomunikasi maupun pada produk dari hasil karyanya. Hal semacam ini juga harus diawasi,” ujarnya.

Lutfi memastikan, siaran yang kontroversi pada media juga akan menimbulkan budaya yang negatif dan beresiko kepada lahirnya kasus kriminalitas. “Era jkjebebasan yang sedang dinikmati, harus dimanfaatkan dengan baik oleh Media terutama terus mempublikasikan hal-hal yang sangat positif untuk tujuan maju dan berkembangnya bangsa dan negara,” ulasnya.

Kurangnya media pendidikan yang memeberiakan kecerdasan bagi generasi bangsa, harapnya sangat  perlu untuk ditingkatkan. “Menjadi Jurnalis sesungguhnya bukan hal yang mudah. Namun budaya kita yang cenderung meniru adalah fakta. Oleh karenanya, kedepan harus mampu memberikan contoh yang baik,” tuturnya. .

Lutfi juga mengakui, KPI harus memiliki terobosan baru. Sebab, kompetisi soal media di era kebebasan sangat ketat. Misalnya, beragam Media Sosial cenderung lebih cepat menyampaikan berbagai bentuk informasi dan perkembangannya seolah tak terbendung. “Misalnya, masyarakat sekarang cenderung lebih memilih Medsos. Televisi sudah lama ditinggalkan kecuali pada sesi drama-sinetron, dan Radio sudah dianggap usang oleh masyarakat.  Atas dasar itu, KPI harus memiliki terobosan baru agar mampu berkompetisi dengan Medsos,” usulnya.

Lutfi juga berharap, kinerja media juga harus dilengkapi dengan legalitas yang diakui oleh negara. Tak hanya itu, Insan Pers juga harus berjalan berbarengan dengan ketentuan yang berlaku baik pada aspek hukum maupun etika. “Budaya bablas harus segera ditinggalkan. Sebab, soal literasi ini butuh kecerdasan dimana mutu dan kualitas media mutlak dibutuhkan oleh bangsa serta negara,” pungkas Lutfi. (Gilang

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.