Banjir Bandang Salah Satunya Dipicu Oleh Usaha Jagung

Kerusakan Hutan di Bima-Dompu Capai Angka 70 Porsen
Hutan Rusak di salah Satu Wilayah di NTB
Visioner Berita Bima-bencana banjir bandang yang melanda Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu pada umumnya diakui oleh tingkat kerusakan hutan termasuk kawasan tutupan negara yang sudah sangat parah. Usaha jagun oleh masyarakat yang katanya untuk tujuan kesejahteraan hidupnya, dituding sebagai salah satu pemicu terjadinya bencana banjir bandang di tiga daerah tersebut.  

Hal tersebut, diungkapkan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalak BPBD) NTB, Ir. H. Muhammad Rum, MT kepada Visioner, Sabtu (7/4/2019). “Usaha jagung oleh masyarakat mulai dari kebun hingga ke kawasan hutan tutupan negara merupakan salah satu pemicu terjadinya bencana banjir bandang.  Sementara tingkat kerusakan hutan yang terjadi di Bima dan Dompu sudah menembus angka 70 porsen. Seentara tingkat kesejahteraan yang dicapai dari hasil usaha jagung justeru berbanding terbaik dengan penderitaan masyarakat karena bencana banjir bandang,” ungkapnya.

Rum menyatakan, menanam jagung bukanlah sesuatu yang diharamkan. Namun, berkali-kali Rum mendesak agar menanam jagung di kebun sendiri, bukan di hutan. “Berkali-kali saya tegaskan agar menanam jagung di hutan kita. Bukan menanam jagung di hutan kita.  Okelah, boleh menanam jagung di hutan kita. Tetapi hutannya jangan ditebang. Kan di sela-selam pohon itu kan bisa ditanami jagung. Itu yang bertama, kedua silahkan menanam jagung di daerah yang datar. Jangan tanam jagu di lereng gunung atau bukti apalagi melakukan penebangan pohon. Sekali lagi, jangan menebang phon kemudian diganti dengan jagung,” imbuhnya.

Menurutnya, menanam jagung mampu memberikan kontribusi dari sisi ekonomi yang besar. itu khusus kepada pertumbuhan ekonomi masyarakat Dompu. Tetapi, pada satu sisi ancaman bahayanya harus dipertimbangkan.

“Di satu sisi kita sejahtera karena jagung. Namun pada sisi lain, kita mendapat ancaman yang sangat serius yakni banjir bandang. Ketika dihajar banjir bandang pada satu hari saja, maka habis semualah hasil yang kita peroleh dari jagung selama ini. Ini menjadi pertimbangan saja. Artinya, kesejahteraanj yang diperoleh dari jagung tersebut justeru berbanding terbaik dengan bencana yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri,” terangnya.

Lagi-Lagi Kawasan Hutan Rusak di Salah Satu Wilayah di NTB
Apa yang dilakukan selama ini, diakuinya tidak ada yang salah. Namun mitigasi bencana juga perlu untuk dipertimbangkan.  Dan ancaman-ancaman bencana juga harus dipertimbangkan. “Kalau kita berbuat demikian kira dampak yang akan dilahirkan seperti apa ya. Kalau hari ini saya tebang pohon lantas selanjutnya terjadi hujan lebat kira-kira dampaknya seperti apa ya. Nah, pola pikir kita harus seperti itu dong,” paparnya.

Pola pikir seperti itu, selama ini ditudingnya justeru diabaikan. “Kita tidak perlu lagi beriskusi, berdebat panjang bahwa zaman nabi Nuh pernah terjadi banjir walau hutannya tidak ada yang gundul. “Ok itu betul, tetapi secara kasat mata dan menggunakan ilmu menjelaskan bahwa hutan gundul akan lebih cepat memicu peristiwa banjir bandang dari pada hutan terpelihara dengan baik,” jelas Rum.

Loteng, Lobar, KSB, Sumbawa,Bima dan Dompu ditimpa banjir bandang. Yang belum pernah dihajar banjir bandang adalah KLU, Lotim dan Kota Mataram. “Maka kedepannya khusus wilayah yang tertimpa banjir adalah melakukan dua hal. Pertama, mitigasi struktural. Bentuknya, curah hujan yang besar dengan intensitas lama perlu memperbanyak embung yang menampung pada bagian hulunya normalisasi sungai yang mengalami penyempitan dan pendangkalan. Sehingga pada saat terjadinya hujan, maka fungsi sungai-sungai tersebut bisa berjalan secara maksimal. Dan dengan demikian, maka air tidak lagi mencari jalan sendiri yakni masuk ke pemukiman warga,” harapnya.  

Selain itu, antisipasi lain kedepan juga juga perlu penguatan taqnggul-tanggul dari hulu ke hilir. “Pembangunan cekdam juga juga merupakan salah satu cara menahan air agar tidak masuk ke wilayah pemukiman warga. Artinya, pembangunan infrastruktur untuk menahan air masuk ke pemukiman warga itu mendesak diperlukan dan tidak  oleh BPBD. Kemarin di Musrenbang NTB saya bicara, jangan ansih bahwa anggaran untuk bencana bannjir bandang masuk ke BPBD. Tetapi, silahkan hal itu dikerjakan oleh orang PUPR. Sungai silahkan dikerjakan oleh kawan-kawan di PU. Atau ada mitigasi yang sifatnya alamiah, misalnya rehabilitasi hutan dan lahan yakni penanaman mohon di hulu serta mencegah penebangan pohon secara sembarangan-hal ini dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tuturnya.

Masalah penanggulangan bencana, BPBD diakuinya hanya sebagai koordinator tetapi dibantu oleh OPD-OPD terkait. Sementara masalah upaya pastisipatif yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam bentuk penghijauan pada kawasan-kawasan hutan gundul, diakuinya intens dilakukan di Bima dan di sejumlah daerah lainnya di NTB.

Kalau di Kabupaten Dompu, saya belum melihat adanya upaya penghijauan pada kawasan hutan gundul. Tapi kalaun di Kota Bima dan Kabupaten Bima, saya melhat sangat intens melakukan hal itu. Kebetulan di Kota Bima juga ada program penanaman sejuta pohon bagian hulunya. Saya tahu hal itu, karena BPBD NTB sangat intens di Bima baik Kota maupun Kabupaten,” bebernya.  

Potret Kerusakan Hutan di Salah Satu Wilayah di NTB
Menanam pohon hari ini misalnya, bukan langsung dirasakan esok hari. Tetapi, hasil dari penanaman tersebut butuh waktu satu sampia lima tahun untuk merasakan manfaatnya. “Pertanyaanh selanjutnya, adakah komitmen masyarakat untuk memelihara pohon itu,” tanyanya.

Bagaimana dengan stigma “jagung berbuah banjir”?. “Kita tidak bisa menjastifikasinya seperti itu. DKI Jakarta banjir itu bukian karena adanya usaha jagung. Tetapi bisa jadi bahwa bencana banjir bandang terjadi karena dipicu oleh usaha jagung oleh masyarakat kita. Tetapi yang pasti, bencana banjir itu dipicu oleh terjadinya kerusakan hutan. Yang kedua, itu karena infrastruktur kita yang tidak siap, dan sungai kita pun belum siap. Sementara tingkat kerusakan hutan di Bima dan Dompu itu sudah mencapai angka 70 porsen,” bebernya.

Kerusakan hutan yang terjadi, diakuinya telah terjadi di semua lini tak terkecualipada kawasan hutan tutupan negara. Hal itu dilihatnya secara langsung saat terbang ke Bima dan Dompu menggunakan Helikopter. “Kerusakan hutan yang sangat parah itu juga terjadi pada kawasan tutupan negara. Intinya, hampir semua lini hutannya sudah rusak,” ungkapnya lagi.

Tentang bencana banjir bandang setinggi sekitar 2 meter di sejumlah wilayah di Kabupaten Dompu beberapa hari lalu, pun diakuinya ada. Oleh karenanya, pihaknya (BPBD) NTB sudah mengirim bantuan dalam bentuk 4 ton beras dan itu telah diterima. “bantuan yang kami kirim itu sudah diterima oleh pihak Pemkab Dompu,” tandas Rum.

Singkatnya, sebagai Kepala BPBD NTB yang lahir di Bima mengaharapkan agar kedepan semua pihak termasuk Pemimpin di Bima dan Dompu untuk menjaga dan melestarikan hutan. Sementara untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bukan hanya pada jagung, tetapi juga banyak alternatif-alternatif lainnya.

“Kita tidak melarang masyarakat untuk menanam jagung. Tetapi carilah lahan yang aman untuk menanam jagung, maksudnya tidak harus menanam dihutan dan di dataran tinggi. Sekali lagi, saya tegaskan tidak mengharamkan menanam jagung. Tetapi, kita harus berpikir keras tentang efek bencananya pada setiap tindakan kita sendiri,” desaknya.

Tentang stigma yang berkembang tentang kerusakan hutan khususnya di Bima dan Dompu merupakan tugas dan tanngungjawab Pemprov NTB, Rum justeru membantahnya dengan keras. “Tidak begitu juga dong. Kan baru sekarang kewenangan soal Kehutanan beralih ke Provinsi. Sementara sebelumnya, kan Kabupaten Kota yang memelihara hutan. Sudahlah, jangan lagi saling menyalahkan, yang terpenting kedepannya soal hutan ini adalah tugas-tanggungjawab kita semua,” pungkas Rum. (TIM VISIONER)  

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.