Pansus Amahami “Makin Ganas”, 15 Sertifikat Milik Perorangan Telah Dikantongi-Pemilik Bangunan Akan Dipanggil Paksa
Ketua Pansus Kawasan Amahami, H. Armansyah, SE |
Visioner Berita
Kota Bima-Kinerja
Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Bima dalam menangani “prahara” di Kawasan
Amahami, tercatat mengalami kemajuan. Setalah memastikan hampir seluruh
aktivitas di kawasan Amahami itu ilegal atas penjelasan-ketegasan yang
diperolehnya dari Bappeda NTB, Dinas Kelautan Perikanan (DKP) NTB dan
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Pansus yang diketuai oleh H. Armansyah,
SE ini juga sudah mengantongi sedikitnya 15 lembar sertifikat milik perorangan di
dalam kawasan yang sudah lama tercatat sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN)
itu.
“Baru
15 sertifikat atas nama perorangan yang telah kami kantongi, dan kemungkinan
jumlahnya bertambah dan diduga keras ada juga yang meng-SPPT kawasan itu,”
tegas Ketua Pansus Kawasan Amahami, H. Armansyah, SE kepada Visioner kemarin
(2/4/2019).
Sejumlah
bangunan milik perorangan yang berdiri di kawasan Amahami yakni di dekat Pasar,
juga diakuinya melanggar Perda tentang Tata Ruang. Sebab, dalam Perda Tata
Ruang yang sudah ditetapkan oleh Pemprov NTB telah menegaskan bahwa di lokasi
itu merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). “Artinya, dilokasi itu bukan ruang
terbangun. Tetapi anehnya, justeru sejumlah bangunan milik perorangan berdiri
kokoh di sana. Lagi, bangunan tersebut dengan tanpa mengantongi izin dari
Pemprov NTB alias ilegal,” beber duta PKS ini.
Arman
kembali mengungkap, baik sertifikat maupun SPPT milik perorangan di kawasan itu
masih akan diteliti secara mendalam guna memastikan tentang alur, proses,
tahapan dan mekanismenya sehingga diterbitkan secara sporadis.
“Bappeda
NTB, DKP NTB dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI telah menegaskan bahwa Kawasan
Amahami telah lama ditetapkan sebagai KSN. Dari hasil penelusuran kami di sana,
semula adalah laut dan kemudian ditimbun dan selanjutnya muncul sertifikat dan
SPPT milik perorangan. Jika negara telah memastikan bahwa di sana adalah KSN,
tentu saja tidak boleh ada aktivitas tanpa izin apalagi menimbun laut dan
kemudian muncul SPPT serta disertifikat atas nama perorangan,” terangnya.
Arman
membeberkan, di kawasan Amahami juga diduga kuat telah terjadi peristiwa
kriminal dalam bentuk membabat kawasan hutan mangrove yang erat kaitannya
dengan melabrak UU tentang lingkungan hidup. “Luas lahan yang di SPPT maupun di
sertifikat atas nama perorangan di sana sekitar puluhan hektar. Pansus tetap
bekerja secara serius dalam menangani semua masalah yang ada di kawasan
Amahami, dan para pihak yang terlibat di dalamnya akan dipanggil untuk mendengarkan
keterangannya. Insya Allah, penanganan masalah Amahami akan kami tuntaskan
paling telat pada September 2019,” papar Arman.
Arman
menyatakan, hanya ada dua aktivitas yang sesuai dengan peruntukannya di kawasan
Amahami. Yakni, pembangunan Masjid terapung dan jalan lingkar pasar.
Selebihnya, ditudingnya ilegal. “Kendati dua bangunan tersebut telah diseuai
dengan peruntukannya, namun sampai sekarang belum mengantongi izin dari Pemprov
NTB maupun Pemerintah Pusat. Dinas PUPR Kota Bima menyatakan telah mendapatkan
izin dari Instansi yang lebih tinggi, namun sampai sekarang izin tersebut tak
mampu mereka tunjukan. Terkait hal itu, kami juga sudah memanggil Dinas PUPR
Kota Bima dan telah keterangannya telah kami catat,” tutur Arman.
Arman
mengaku, Pansus sudah melayangkan surat secara resmi kepada para pemilik
bangunan di sekitar pasar Amahami dengan harapan agar yang bersangkutan hadir
memberikan keterangan. Namun, para pemilik bangunan tersebut justeru
mengabaikan undangan resmi dari Pansus. “Jika masih bandel, tentu saja akan ada
upaya paksa yang akan ditempuh oleh Pansus. Ingat, kerja Pansus adalah cerminan
dari kerja Negara. Oleh karenanya, dalam hal ini jangan menganggap Pansus
bermain-main,” imbuhnya.
Dugaan
kriminal lainnya yang terjadi di kawasan Amahami ungkapnya, juga terkait dengan
penjualan lahan laut seluas 1 hektar di sebelah utara Masjid terapung oleh
salah seorang oknum warga kepada warga asal pulau Jawa. “Bagi pihak yang
mengaku bahwa tanah seluas 43 are di sebelah barat jalan lingkar pasar Amahami,
kami berharap agar segera menyerahkan foto kopi sertifikat yang disertai dengan
riwayat tanah dimaksud. Tujuannya, lebih kepada mempermudah kinerja Pansus
dalam melakukan upaya klarifikasi,” harapnya.
Tak
hanya itu, tanah di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami juga diakuinya masuk
dalam daftar penanganan oleh Pansus Dewan. Karena, Pansus ini menangani semua masalah
yang ada di kawasan Amahami.
“Para
pihak harus mempersiapkan dokumen-dokumen resmi yang bisa dipertanggungjawabkan
baik secara adminitratif maupun secara hukum. Karena, para pihak yang berkaitan
dengan persoalan ini juga akan dipanggil untuk dimintai keterangannya oleh Pansus.
Namun, saat ini tanah tersebut telah tercatat sebagai aset Pemkot Bima yang
diterimanya secara resmi dari Pemkab Bima,” terang Arman.
Masih
soal Amahami, pihaknya juga telah mengundang pihak Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kota Bima dan sudah dimintai keterangannya. Hanya saja, Arman belum bisa
menjelaskan tentang keterangan yang diperolehnya dari pihak BPN, sebab hal itu
bersifat strategis.
“Tetapi,
pada akhirnya kita semua akan tahu tentang bagaimana alur proses, tahapan dan
mekanisme terbitnya SPPT serta sertifikat milik perorangan di kawasan Amahami
itu. Kerja lapangan Pansus terkait kawasan Amahami, tentu saja sudah dilalui.
Maka selanjutnya, Pansus akan berkonsentrasi memanggil para pihak termasuk
pemilik sertifikat maupun SPPT guna dimintai keterangannya,” ucapnya.
Penanganan
soal “prahara Amahami”, bukan saja dilakukan oleh pihak Pansus DPRD Kota Bima.
Tetapi, juga melibatkan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima selaku Jaksa
Pengacara Negara (JPN) yang telah menandatangani MoU dan Surat Kuasa Khusus
(SKK) bersama Pemkot Bima. Masih soal Amahami, Walikota-Wakil Walikota Bima
telah menggelar pertemuan penting dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah
(FKPD) setempat yang di dalamnya melibatkan pihak Kejaksaan, TNI (Kodim 1608
Bima dan Kompi Senapan A 742 Bima), Polri (Polres Bima Kota dan Brimob Pelopor Den A Bima), Pengadilan, DPRD
Kota Bima.
Rapat penting tersebut, juga melibatkan Instansi terkait di Kota
Bima. Sekedar catatan tambahan, "prahara Amahami" tercatat sudah berlangsung lama. Sementara Kota Bima, pun tercatat sudah belasan tahun terbentuk. Namun, pembentukan Pansus yang menangani kawasan Amahami baru kali ini (2019), dan hal ini juga diakui sebagai sejarah perdana oleh Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH.
"Selama ini masalah Amahamiseolah dibiarkan begitu saja. Namun, baru kali ini disikapi secara tegas. Oleh karenanya, kita harus bangga, apresiatif dan berterimakasih," tegas Samsurih. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda