Kasus Lama Belum Dituntaskan Lembaga Hukum, Kini Muncul Dugaan Laut Disertifikat di Kawasan Amahami
![]() |
Di Lingkaran Garis Merah pada bagian Utara dan Selatan Pembangunan Jatty di Amahami Itulah Laut Yang Diduga Disertifikat dan Di SPPT Milik Perorangan |
Visioner
Berita Kota Bima-Kerja kera sOanitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Bima dibawah
kendali Ketua Pansus H. Armansyah, SE dalam menangani kasus dugaan pencaplokan
tanah negara oleh belasan oknum di kawasan Amahami Kelurahan Dara Kecamatan
Rasanae Barat telah membuahkan hasil.
Dari kerja keras pihak Pansus termasuk melakukan konsultasi
dengan Dinas Kelutan Perikanan Provinsi NTB dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan Pusat, memutuskan bahwa bahwa apa yang dilakukan oleh belasan oknum
ditas lahan seluas puluhan hektar (wilayah laut) tersebut adalah ilegal dan
sangat layak untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku guna
memastikan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Lebih jelasnya, Pansus Dewan akhirnya mengeluarkan keputusan
hasil kerjanya dalam kaitan itu dan kemudian diserahkan kepada Walikota Bima,
H. Muhammad Lutfi, SE. Ketegasan Pansus dalam kaitan itu, antara lain yang
memproses secara hukum tentang siapa saja yang terlibat dalam kasus pencaplokan
tanaha negara (kawasan laut) di Amahami menjadi milik pribadi.
Catatan Visioner kemudian mengungkap, Pansus telah berhasil
mengumpulkan sedikitnya 15 sertifikat atas nama perorangan di atas lahan milik
negara di kawasan Amahami itu. Dan dalam kasus ini pula, Pansus Dewan juga telah
memeriksa para pemilik sertifikat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima
sebagai pihak yang menerbitkan belasan sertifikat secara sporadic dan diduga
berlangsung di masa Pemerintahan Walikota-Wakil Walikota Bima, HM. Qurais H.
Abidin-H. A.Rahman H. Abidin itu.
Menyikapi rekomendasi Pansus Dewan dalam kaitan itu,
Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH
(Lutfi-Feri) tak tinggal diam. Berbagai langkah p[un dilakukan oleh
Pemerintahan Lutfi-Feri untuk menjawab secara tegas terkait keputusan Pansus
Dewan dimaksud. Yakni melakukan penandatanganan MoU dengan pihak Kejaksaan
Negeri (Kejari) Raba Bima selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN).
Pasca MoU itu ditandatangani secara resmi setahun silam, Walikota
Bima pun secara resmi telah mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada pihak Kajaksaan
setempat. Selanjutnya, Kajari Raba Bima kemudian memerintahlkan kasi DATUN
untuk menindaklanjuti MoU dan SKK tersebut, dan kabarnya pihak Kejaksaan sudah
melakukan krosceking data dan informasi tentang kawasan Amahami itu.
Singkatnya, kini kasus dugaan pencaplokan tanah negara dikawasan
Amahami oleh belasan oknum tersebut masih ditangani secara serius oleh pihak
Kejaksaan setempat sebagai JPN, termasuk lahan seluas 53 are di blok 70 di sekitar
tugu Pancasila (masuk dalam kawasan Amahami). Dan jauh sebelum MoU serta SKK
tersebut ditandatangani secara resmi antara Pemkot Bima dengan pihak JPN, Wakil
Walikota Bima Feri Sofiyan, SH secara tegas menyatakan bahwa tanah tersebut
harus diselamatkan serta harus dikembalikan kepada negara setelah memperoleh kepastian
hukum secara ingkrah.
Masih soal kawasan Amahami yang diduga keras dicaplok oleh
belasan oknum itu, Walikota Bima H. Muhammad Lutfi, SE pun telah mengeluarkan
kebijakan keras. Antara lain mencabut secara resmi SPPT milik sejumah oknum dan
memasang papan nama tentang melarang membangun dan menerbitkan sertifikat di
atas lahan yang sedang ditangani secara serius oleh pihak Kejadi Bima selaku
JPN tersebut.
Papan nama bertuliskan larangan dimaksud, tertancap di sejumloah
titik baik di sebelah selatan pasar Amahami dan pada bagian baratnya. Papan nama
tersebut, ditancap di dekat lahan-lahan para pemilik SPPT dan sertifikat atas
nama perorangan. Sikap tegas Walikota
Bima tersebut, diakui bukan hal baru. Tetapi, diakui mulai dilaksanakan
beberapa saat Lutfi-Feri dilantik secara resmi sebagai Walikota-Wakil Walikota
Bima periode 2018-2023.
Hal tersebut, pun diakui kebenaranya oleh Kabag Humas Setda Kota
Bima, HA. Malik SP, M. AP. Malik menyatakan, Walikota Bima telah mengeluarkan
kebijakan tegas secara resmi dalam bentuk pemasangan Penancapan papan nama
larangan membangun dan menertibkabkan sertifikat di kawasan Amahami karena adanya
masalah serius.
“SPPT atas nama perorangan di kawasan itu sudah dicabut secara
resmi oleh Walikota Bima. Selanjutnya, tidak boleh lagi diterbitkan sertifikat
di atas lahan yang sedang bermasalah di kawasan Amahami. Sejumlah papan
larangan di sana juga bisa anda lihat sendiri di sana. Ini adalah bentuk
ketegasan Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi. Bahwa lahan negara tidak boleh
dimiliki secara perorangan,” tegas Malik.
Masalah yang terjadi di kawasan Amahami tersebut, diakuinya
sedang ditangani secara serius oleh pihak Kejaksaan setempat selaku JPN. JPN
mengambil langkah dalam kaitan itu ujarnya, yakni setelah menandatangani MoU
dan SKK dengan Pemkot Bima. “Dalam kasus ini, Kejari Bima selaku JPN sedang
bekerja secara serius. Tentang apa-ala saja yang sudah dilakukan oleh pihak Kejaksaan
dalam kaitan itu, silahkan anda konfirmasi pihak Kejaksaan pula,” terang Malik.
![]() |
Di Gambar Ini Tertera Nama-Nama Oknum Pemilik Sertifikat Atas Nama Perorangan di Atas Lahan Negara di Kawasan Amahami. Dok.Foto: Sumber Rahasia |
“Perjuangan kami melawan belasan oknum yang diduga mencaplok
tanah nebara menjadi milik pribadi di kawasan Amahami tersebut tak akan pernah
berakhir. Karena kami tak punya legal standing untuk menggugat, kini Pemkot
Bima telah menyerahkan penangananya kepada Kejaksaan sebagai JPN untuk
menindaklanjutinya. Bagi kami tak ada roleransi, kawasan Amahami yang yang
diduga dicaplok oleh belasan oknum tersebut harus dikembalikan kepada negara,”
tegas salah seorang Tokoh Masyarakat Dara, Herman S.Pd, M.Pd.
Herman menambahkan, belasan sertifikat yang dikeluarkan secara
sporadic atas nama perorangan di atas lahan negara di kawasan Amahami oleh BPN
Kota Bima berlangsung pada masa HM. Qurais H. Abidin-H. A.Rahman, SE menjabat
sebagai Walikota-Wakil Walikota Bima.
“Soal kawasan Amahami itu, kini upaya hukum sedang ditempuh oleh
Pemkot Bima melalui Kejaksaan setempat selaku JPN. Kami warga dara tetap mengawal
dan mengawasinya, namun perlu dipertegas lagi bahwa lahan negara yang diduga
dicaplok itu harus dikembalikan kepada negara. Selanjutnya, kita tunggu
keseriusan Lutfi-Feri dalam menuntaskan kasus ini,” tegas Herman.
Masalah yang terjadi di kawasan Amahami tak sampai di situ. Herman
kemudian mengungkap adanya kasus baru di kawasan Amahami. Yakni kawasan laut di
sebelah utara dan selatan pembangunan Jatty oleh pihak BWS diduga keras ada
yang sudah disertifikat atas naa perorangan. Tak hanya itu, diatas laut yang
luasnya diperkirakan lebi dari dua hektar tersebut juga terbut SPPT atas nama
perorangan. SPPT atas nama perorangan tersebut, diduganya dikeluarkan oleh
DPKAD Kota Bima.
“Ya, SPPT atas nama perorangan tersebut dikeluarkan oleh DPKAD
Kota Bima tahun 2020. Dan sampai sekarang pemilik SPPT tersebut masih membayar
iuranya di DPPKAD Kota Bima,” beber Herman.
Sementara salah seorang yang memiliki sertifikat di atas lahan
laut di sekitar pembangunan jatty tersebut adalah warga asal Kelurahan Sadia
Kecamatanh Mpunda Kota Bima. Sertifikat tersebut yakni atas nama Suaeb.
“Dalam catatan yang kami pegang, yang bersangkutan mendaftarkan
tanah itu di BPN pada tanggal 6 Agustus 2009 BPN, tanggal 10 agustus 2009
diukur dan tanggal dan pada hari itu juga sertifikatnya diterbitkan oleh BPN
setempat. Ini adalah sesuatu yang sangat aneh,” terang Herman.
Masalah baru yang muncul di bagian utara, selatan, tibur dan
barat pembangunan Jatty tersebut muncul pada saat rapat penting yang meibatkan
pihaknya dengan pihak Kelurahan Dara Kecamatan Rasanae Barat beberapa waktu
lalu.
“Sertifikat atas nama Suaeb ini diterbitkan pada masa Lalu
Ikhsan menjabat sebagai Kepala BPN Kota Bima tahun 2009. Saat itu, HM. Nur
HA.Latif (Almarhum) masih menjabat sebagai Walikota Bima. Kita juga tidak tahu
tentang bagaimana proses dan tahapan terbutkan sertifikat tersebut.
Selanjutnya, tentu saja bisa ditelusuri di BPN Kota Bima. Dan kita juga harus
mempertanyakan serta menyelidiki tentang mudahnya SPPT milik perorangan
diterbitkan di atas laut di sekitar pembanguna Jatty itu,” ujar Herman.
Kasus yang terjadi di kawasan Amahami itu kata Herman, bukanlah
hal yang sulit untuk dituntaskan oleh Pemerintah melalui jalur hukum. Tetapi,
perkara perkara yang dinilainya sangat mudah karena seumlah indikator-indikator
pihak yang diduga terlibat di dalamnya kian terang-benerang.
“Kami selaku warga dara sudah lama meletakan dasar perjuangan
terkait kawasan Amahami ini. Pansus Dewan telah bekerja secara serius hingga
melahirkan keutusan resmi untuk ditindaklanjuti secara serius oleh Walikota-Wakil
Walikota Bima saat ini. Belasan sertifikat atas nama perorangan di atas lahan
negara di kawasan Amahami itu juga sudah dipegang oleh pihak Kejaksaan selaku
JPN. Dan nama-nama oknum yang diduga kuat terlibat di dalamnya juga semakin
terang-benerang. Maka pertanyaan selanjutnya, seriuskan kita untuk
menuntaskanya atau hanya sekadar gertak sambal,” tanya Herman dengan nada
serius.
Catatan
lain yang diperoleh Visioner mengungkap, Komisi III DPRD Kota Bima sudah
melihat secara langsung tentang lahan di sekitar pembangunan Jatty yang sudah
diterbitkian sertifikat atas nama perorangan dimaksud. Tak hanya itu, Komisi
III DPRD Kota Bima juga sudah mendapat informasi tentang kepemilikan SPPT dan surat
garap di atas lahan dengan luasan lebih daru dua hektar tersebut. Tak hanya itu, Komisi III DPRD Kota Bima juga mempertanyakan dasar hukum terkait terbitnya sertifikat atas nama perorangan di lahan laut dimaksud.
Bukan itu saja, terkait lawahan di lahan negara di kawasan Amahami juga menguak adanya dugaan keterlibatan oknum PNS Kabupaten Bima, Ramli, SH (pegawai Dinas Perhubungan). Ramli diduga memiliki lahan tak sedikit di kawasan Amahami itu, dan disinyalir ada juga yang telah dijualnya. Bukan itu saja, laut seluas satu hektar antara Majis Teraoung dengan jaru di kawasan Amahami juga telah dijual oleh oknum tertentu senilai Rp250 juta. Kasus tersebut terjadi beberapa tahun silam. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda