Kasus Kejahatan Terhadap Anak Dibawah Umur Kini Kian Meningkat, Semua Pihak Didesak Segera “Membangun Perlawanan”

Pemicunya Karena “Kelemahan Kolektif”

Kapolres Bima Kota, AKBP Henrt Novika Chandra, S.IK, MH

Visioner Berita Kota Bima-Kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur baik di wilayah hukum hukum Polres Bima Kota maupun Polres Bima Kabupaten, hingga saat ini masih saja terjadi walau para pelakunya telah dijatuhi hukuman seberat-beratnya oleh pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima. Hukuman penjara yang diterapkan oleh Majelis Hakim PN Raba-Bima kepada para pelaku tersebut, yakni mulai dari belasan tahun, puluhan tahun, seumur hidup dan ada pula pelakunya yang divonis dengan pidana mati.

Kendati hukuman berat tersebut telah diterapkan oleh Majelis Hakim PN Raba-Bima kepada para pelaku tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur, namun kasus yang sama masih saja terjadi baik di Kota Bima maupun di Kabupaten Bima.

Berdasarkan data dan fakta yang dimiliki oleh para pegiat anak di Bima, dijelaskan bahwa akhir-akhir ini kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur di Kabupaten Bima mengalami peningkatan yang dianggap sangat signifikan. Peksos Anak dari Kemensos RI yang bertugas di Kabupaten Bima yakni Abdurrahman Hidayat, S.St menjelaskan, pada Bulan Januari 2022 ada 9 kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Bima.

Data dan fakta dari Peksos Anak Kabupaten Bima tersebut, diharapkan bisa membuka cakrawala berpikir Pemerintah dan berbagai pihak termasuk para Pegiat Anak untuk segera merumuskan langkah-langkah serta strategi penanganan melalui karya nyata demi anak-anak dan masa depanya. 

“Ini data dan fakta yang tidak bisa dibantah oleh siapapun. Dan kasus-kasus tersebut, kini sedang ditangani oleh pihak Polres Bima dan Polres Bima Kota. Terkait hal itu, Pemerintah, para pegiat dan seluruh elemen masyarakat tidak boleh berpangku tangan. Jika sebaliknya, kasus tersebut berpotensi besar mengalami peningkatan secara signifikan, Untuk itu, pihak tersebut harus segera melaksanakan peran, tanggungjawab susuai tupoksinya masing-masing. Sekali lagi, data dan fakta terkait kasus tersebut bukan saja bersifat ugency tetapi juga mendesak semua pihak membuktikan karya nyatanya demi anak dan masa depan serta keberlangsungan hidupnya,” imbuh Abdurrahman Hidayat kepada Media Online www.visionerbima.com belum lama ini.

Pria yang akrab disapa Dayat ini kemudian mengungkap, minimnya peran Pemerintah terkait kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur yang selama ini terjadi di Bima karena alasan yang disebutnya sangat clasik. Yakni keterbatasan anggaran operasional bagi Instansi terkait yang membidangi Perempuan dan Anak.

“Jika anggaran terbatas, maka Instansi terkait wajib hukumnya untuk mengusulkan kepada pihak Legislatif setempat agar hal tersebut bisa ditingkatkan. Sebab, Negara sudah menempatkan bahwa penanganan kasus dalam skala periritas dan bersifat mutlak. Namun petanyaan selanjutnya, sudah seberapa sering Komisi terkait di Legislatif Kita membahas dan membahasakan soal kasus tindak pidana kejahatan yang menimpa anak-anak dibawah umur. Dan sudah seberapa Legislatif kita untuk memperjuangkan nasib, masa depan dan keberlangsungan hidup anak-anak melalui politik anggaran,” tanya Dayat dengan nada serius.

Dayat kemudian menduga, sejak dulu hingga saat ini peran Legislatif melalui politik anggaran operasional untuk instansi terkait untuk menangani kasus kejahatan yang menimpa perempuan dan anak khususnya di Bima sesungguhnya jauh dari ekspektasi alias sangat minim,

“Hal tesebut mengesankan bahwa anggota Legislatif Kita nyaris tak memiliki perhatian terkait nasib, masa depan dan keberlangsung hidup anak di Bima, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku dalam kasus tindak pidana kejahatan. Dana dan faktanya, jumlah anak baik sebagai korban dari kasus tindak pidana kejahatan maupun anak sebagai pelaku kejahatan sesungguhnya tidaklah sedikit. Untuk membuktikan kebenaran soal itu, silahkan datang ke Sel Tahanan milik Kepolisian dan Rumah Tahanan (Rutan) setempat. Di sana kita akan tahu tentang jumlah anak yang dipenjara karena kasus Narkoba, Pencurian, pencabulan, persetubuhan, penganiyaan dan lainya,” desaknya.

Grafik soal peningkatan kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur akhir-akhir ini juga terjadi di Kota Bima. Hal itu terkuak melalui data dari para Pegian Anak dan Instansi terkait di wilayah setempat. Oleh karenanya, berbagai pihak yang berkaitan dengan kasus anak di Kota Bima didesak agar segera merumuskan langkah-langkah serius dan nyata guna meminimalisir agar kasus yang sama tak lagi terjadi di kemudian hari.

Berangkat dari meningkatnya peristiwa miris yang menimpa anak dibawah umur tersebut baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku kejahatan, Kapolres Bima Kota yakni AKBP Novika Chandra, S.IK, MH kini angkat bicara. Untuk itu, Henry mendeak semua pihak terutama Pemerintah agar segera merumuskan langkah-langkah penanganan secara nyata baik dari sisi ketersediaan anggaran operasional, sosialisasi, edukasi dan hal-hal penting lainnya sebagai bentuk perlawananya terhadap kasus tindak pidana kejahatan yang menimpa anak-anak dibawah umur.

“Metode dan strategi penanganan tersebut, harus segera dilakukan demi nasib, harapan, cita-cita, masa depan dan keberlangsungan hidup anak khususnya di Bima. Jika sebaliknya, maka angka kejahatan terhadap anak dibawah umur akan semakin meningkat,” imbuhnya.

Metode dan strategi penangananya untuk menangani kasus-kasus kejahatan yang sedang menimpa anak-anak dibawah umur maupun untuk mengantisipasi (meminimalisir) kejadian yang sama di kemudian hari,  dijelaskanya bisa menggunakan beragam cara.

Antara lain, masing-masing pihak terutama Pemerintah Daerah harus inten melakukan sosialisasi edukasi soal regulasi maupun sanksi yang ditimbulkan baik dari segi norma, hukum, Agama, sosial, moral, ekonomi, psikologis dan lainya melalui sejumlah media yang telah disediakan oleh Negara huna menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan anak.

“Soal regulasi serta dampak yang ditimbulkan oleh kasus kejahatan yang menimpa anak-anak dibawah umur tersebut, anggaran operasional dalam penanganan kasus anak merupakan tugas dan tanggungjawab dari Pemerintah. Selanjutnya Pemerintah daerah melalui instansi terkait berkewajiban untuk membangun kerjasama dengan semua pihak seperti para pegiat anak untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam menangani sekaligus mengantisipasi berbagai masalah serius yang berkaitan dengan anak-anak di bawah umur,” jelasnya.

Di sisi lainy, peran orang tua (eksternal) maupun dunia pendidikan (internal) tetap bersifat mutlak dalam menjaga, mengontrol dan mengawasi secara ketat ruang gerak anak. Sebab, kasus-kasus tindak pidana kejahatan yang selama ini menimpa anak baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku kejahatan dominan dipicu oleh lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dari para orang tua maupun dari dunia pendidikan.  

“Catatan penting dalam sejarah penanganan kasus tindak pidana kejahatan oleh APH menjelaskan, tak sedikit oknum pelajar yang dihukum karena terlibat dalam kasus tindak pidana kejahatan seperti Curanmor (Curat), perampokan penjambretan (Curas), pencabulan, persetubuhan, porno grafi, porno aksi, Narkoba, penganiayaan dan tindak pidana kejahatan lainya. Itu fakta sekaligus cerminan dari lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dari pihak internal,” tandasnya.

Juga diakuinya, tak sedikit anak-anak perempuan dibawah umur yang menjadi korban pencabulan maupun persetubuhan. Para pelakunya melibatkan ayah kandungnya, ayah tirinya, saudara kandungnya sendiri, keluarganya sendiri, tetangga di sekitarnya dan orang lain. Rata-rata peristiwa tersebut, terjadi disaat korban dalam keadaan sendirian di rumah, di kebun dan di sejumlah tempat. Pada saat terjadinya tindak pidana kejahatan terhadap korban dibawah umur tersebut, rata-rata orang tuanya sedang melakukan aktivitas di luar rumah,

“Sementara modus operandi dari kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak-anak dibawah umur tersebut, sangatlah beragam. Antara lain dipaksa, dirayu, diancam dan diiming-imingi sesuatu oleh para pelakunya. Dan modus operandi lainya yang dimainkan oleh para pelaku dalam kasus tindak pidana kejahatan tersebut yakni mengajak korban untuk bermain game hingga menonton video pada situs-situs tertentu menggunakan melalui HP Android.Peristiwa tersebut terjadi karena lemahnya fungsi konrol, pengawasan serta ruang kebebasan yang diciptakan oleh pihak eksternal (orang tua). Itu fakta yang ditemukan oleh APH yang menangani kasus tindak pidana kejahatan yang selama ini menimpa anak dibawah umur khususnya di Bima,” ulasnya   

Lagi-lagi kasus tindak pidana kejahatan pencabulan dan persetubuhan yang menimpa anak dibawah umur yang selama ini terjadi di Bima, juga bermula dari adanya komunikasi antara pelaku dan korban Media Sosial (Medsos) dengan menggunakan HP Android yang harganya relatif mahal. Kasus tersebut, dijelaskanya telah memakan banyak korban.

“HP Android tersebut dibeli oleh orang tuanya atas permintaan anak-anaknya. HP tersebut digunakan secara berlebihan dan bahkan bukan pada tempatnya oleh anak-anak baik sebagai pelaku maupun anak sebagai korbanya melalui Medsos. HP Android tersebut, juga dominan digunakan oleh anak-anak untuk bermain game. Dan dalam waktu yang bersamaan, fungsi konrtrol dan pengawasan dari para orang tuanya sangat lemah. Jadi, kasus-kasus kejahatan yang menimpa anak dibawah umur baik abak sebagai korban maupun anak sebagai pelakunya karena adanya ruang kebebasan yang terkesan secara sadar diciptakan oleh para orang tuanya,” bebernya.

Dari kebiasaan menggunakan ruang kebebasan secara kebablasan yang semula dinilai diciptakan oleh para orang tuanya tersebut, anak-anak dibawah umur baik sebagai pelaku maupun anak sebagai korbanya cenderung melupakan nilai-nilai penting untuk mewujudkan mimpi, harapan, cinta-cinta, masa depan dan keberlangsungan hidupnya.

“Disaat Adzan dikumandangkan untuk Sholat, tak sedikit anak-anak yang justeru sibuk bermain game, menyanyi, nonton TV dan lainya yak tak berguna. Disaat waktunya untuk belajar dan mengaji, tak sedikit anak-anak yang justeru sibuk melakukan aktivitas lain yang tidak memiliki nilai dan manfaat bagi hidup dan masa depanya. Fenomena tersebut, mecerminkan lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dari pihak internal dan eksternal. Selain itu, juga dipicu oleh perilaku dan tindakan anak-anak yang salah memanfaatkan ruang kebebasan yang diberikan oleh orang tuanya serta lupa pada nilai-nilai penting bagi keberlansungan hidup dan masa depanya,” bongkarnya.

Singkatnya, berbagai masalah serius yang selama ini menimpa anak-anak serta menjadi korban maupun pelaku kejahatan khususnya di Bima kelamahan secara kolektif dari pihak internla, eksternal dan dari anak-anak itu sendiri. Dari sederetan kasus kejahatan yang selama ini melibatkan anak sebagai pelaku maupun anak sebagai korban, mendesak berbagai pihak belajar keras dan kemudian melakukan perubahan secara totalitas.

“Masing-masing para pihak tersebut memiliki peran dan tanggungjawab sesuai Tupoksinya untuk mengajarkan anak -anak agar mengenal TuhanNya (Allah SWT), mengenal Agamanya, meninggalkan kebiasaan lama dengan cara fokus belajar, secara aktif terlibat pada kegiatan-kegiatan  positif, taat dan hormat serta tunuk pada fatwa orang tua dan para tenaga pendidik (Guru), para Tokoh, para Ulama   dan menghindari linfkungan yang tidak sehat,” harapnya lagi.

Henry menambahkan, jika anak-anak telah mengenal TuhanNya (Allah SWT) dan mengikuti sekaligus mendalami ajaran Agamanya, Insya Allah akan terhindar dari beragam kasus kejahatan yang selama ini terjadi di Bima, Kini saatnya semua pihak untuk mengkumandangkan hal-hal mulia tersebut kepada anak-anak demi tercapainya cita-cita masa depan serta keberlangsungan hidupnya. Sementara Topuksi APH, lebih fokus kepada penanganan tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur hingga para pelakunya diseret ke dalam penjara dalam waktu yang sangat lama (penegakan supremasi hukum),” pungkas Henry. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.