Peristiwa Pahit Yang Dialami Wanda Wulandari, Inilah Suara Keras Dari Para Pegiat di NTB

Ketua PUSPA NTB, Madiana, S.Pd.

Visioner Berita Kabupaten Dompu-Perstiwa nyata yang menimpa Wanda Wulandari yang ditinggal pergi oleh Muhammad Riski Dilaga jelang pernikahan, tak hanya menyisakan luka, air mata dan kekecewaan yang mendalam dari keluarga wanita yang menyandang status yatim-piatu ini (Wanda Wulandari). Tetapi hal yang sama juga dirasakan oleh publik, khususnya di beranda Media Sosial (Medsos).  

Sejak kisah itu menimpa Wanda Wulandari hingga saat ini, di beranda Medsos masih diwarnai oleh kesedihan para nitizen, dan juga kemarahan yang diarahkan kepada Riski Dilaga dan ibu kandungnya. Pasalnya, Rizki kabur jelang pernikahan dan akad nikah tersebut diduga karena kekuatan andil dari ibu kandungnya yang juga berstatus sebagai Aparat Sipil Negara (ASN).

Masih dalam pantauan langsung berbagai Media Massa di beranda Medsos, kemarahan publik dinilai kian memuncak setelah mendengar menyaksikan rekaman ibu kandung Riski Dilaga yang dinilai sangat kental membela anak kandungnya itu. Lagi-lagi di beranda Medsos, tak sedikit nitizen yang mendesak Aparat penegak Hukum (APH) agar menyeret Riski Dilaga ke dalam penjara. Desakan yang sama juga diarahkan oleh nitiszen kepada ibu kandungnya Riski Dilaga.

Kisah nyata yang menimpa Wanda Wulandari ini juga berhasil mengusung keprihatinan para pegiat kemanusiaan dan pegiat Perempuan dan Anak khususnya di Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu. Diantaranya Lembaga Perlindungan Perempuan danAnak (LPA) PUSPA Kota Bima, Pekerja Sosial (Peksos) Perempuan dan Anak dari Kementerian Sosial Bima dan lainya. Para pegiat tersebut terus mendorong agar masalah serius ini disikapi secara tegas oleh APH di Dompu.

Ketua PUSPA NTB, Madiana, S.Pd menegaskan bahwa masalah ini tidak bisa dilihat pada satu pihak saja.  Namun yang jelas dalam masalah ini ada satu pihak yang dirugikan.

“Entah apapun keputusanya ketika menyangkut dua orang, maka menurut saya itu merupakan kriminalitas. Jika dilihat dari aspek tindak kekerasan terhadap perempuan, kalau dibilang direncanakan itu memang sudah dijelas direncanakan. Sekali lagi, itu memang tidak pidana yang direncanakan,” tegasnya kepada Media Online www.visionerbima.com, melalui saluran selulernya, Rabu (9/2/2022).

Tindakan tersebut ditegaskanya akan berdampak besar terhadap perempuan. Bukan saja berbicara soal perempuan secara individi. Tetapi berbicara bagaimana soal kekeluargaan.  

“Ketika perempuan ditinggal apalagi dia sedang hamil, maka stigma iutu akan lebih berat dialami oleh perempuan ketimbang laki-laki. Di satu sisi masyarakat kita juga belum menerima secara penuh bahwa perempuan itu sebagai korban,” terangnya.

Dalam kondisi seperti ini, ketika perempuan sedang hamil maka yang bersangkutan itu dilabelkan sebagai perempuan yang salah, bukan dari segi laki (ini dalam konteks perempuan yang hamil). Lain halnya dengan jika ia tidak hamil.

“Dia dalam kondisi tidak hamil sekalipun jika ditinggal ketika saat akan menikah tentu saja sangat merugikan dalam segi psikologi, bagaimana dia menghadapi keluarga dan masyarakat yang memberikan lebel negatif kepada dia. Dan dalam konsisi seperti ini pula, maka stigma itu akan double dihadapi oleh perempuan. Dan entah apapun keputusan yang dilakukan oleh laki-laki dalam kasus ini, menurut saya merupakan tindakan yang harus segera ditindak lanjuti secara hukum. Sekali lagi, hukum harus ditegakan terkait kasus yang menimpa Wanda Wulandari ini,” imbuhnya.  

Sebab apa yang dilakukan oleh laki-laki itu terhadap Wanda Wulandari merupakan tindak kekerasan. Dalam kaitan itu pula, ditegaskanya tidak hanya satu kekerasan yang dialami oleh Wanda Wulandari. Antara lain kekerasan psikis dan kekerasan seksual juga sudah jelas.

“Apakah hal tersebut dilakukan secara suka sama suka dan kemudian Wanda hamil, maka akan memunculkan banyak persoalan. Kalau dari segi laki-laki, mungkin dia akan menyelamatkan kariernya dan kemungkinan itu terjadi karena banyaknya desakan. Tetapi di satu sisi, mungkin saja dia ingin menghindar dari tanggungjawab terhadap kondisi Wanda Wulandari yang sedang hamil,” terangnya.

Pada peristiwa yang sedang terjadi dalam kaitan itu, maka yang dimiliki oleh Perempuan (Wanda Wulandari) hanya harga diri. Kecuali masyarakat menempatkan dia murni sebagai seorang korban, itu disebutnya mungkin lebih nyaman.

“Dan dalam kaitan itu, tentu saja dia lebih berani untuk bertindak. Tetapi ketika masyarakat kita memberi label bahwa dia adalah orang yang memberikan aib, maka habislah dia,” ujarnya.

Kekuatan dukungan berbagai pihak termasuk para pegiat terhadap Wanda Wulandari dalam bentuk mendorong kasus ini untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, Madia mengaku sangat mengapresiasinya.

“Tentu saja saya juga sangat setuju dengan langkah-langkah itu. Dan itu merupakan tindakan yang pas dalam menjawab tindak kekerasan terhadap kaum perempuan,” tutur Madiana.

Jika dampak dari upaya hukum tersebut akan menyeret Riski Dilaga akan menjadi terdakwa, maka Madia mempertanyakan apakah Wanda Wulandari bisa menerima dengan berani terhadap keputusan yang diambilnya tersebut dan akan berdampak baik kepada dirinya dan anak yang sedang dikandungnya.

“Jika upaya hukum yang ditempuhnya itu merupakan pilihan atas dasar pertimbangan karena sudah dipermalukan oleh pihak laki-laki, maka menurut saya itu keputusan yang sangat berani. Tinggal kemudian mampukah kita kawal agar jangan sampai ada bisikan-bisikan dari luar. Sementara lemahnya perempuan itu yakni ketika dia dibenturkan keputusan dua keluarga yang kemudian bagi dia mungkin tidak baik buat dia. Tetapi kemudian dia akan mengakomodir keputusan itu ketika ada bisikan atau desakan orang-orang lain di sekitarnya. Dan itu yang harus diwaspadai,” imbuhnya lagi.

Sebab, peristiwa semacam itu sering kali terjadi. Ketika kasus itu dilaporkan secara hukum, maka muncul pula desakan-desakan lain yang membuat dia harus menentukan pilihan. Bisa saja pilihan dimaksud bukan dari hati nuraninya dia, tetapi atas desakan-desakan dari orang lain.

“Sekali lagi, itu yang harus dikawal secara bersama-sama oleh teman-teman khususnya para pegiat kemanusiaan serta pengiat perempuan khususnya ada di Bima dan Dompu,” pungkasnya.

Tim Advokasi Hukum PUSPA Kota Bima, Abdul Wahab, SH.

Pernyataan dan ketegasan yang sama juga datang dari Ketua PUSPA Kota Bima, Hj. Ellya Alwainy melalui Tim Advokasi Hukumnya yakni Abdul Wahab, SH. Dalam kasus ini, Wahab bukan saja menyatakan keprihatinanya terhadap penderitaan yang dialami oleh Wanda. Tetapi Wahab juga mendesak ibu kandung Riski Dilaga ke meja hukum.

“Ibu kandung Riski Dilaga itu juga harus diseret ke meja hukum karena sudah berkoar-koar tidak jelas di beranda Medsos. Apa yang dilakukan oleh pihak Riski dalam kaitan itu sangat kompleks. Antara lain ingkar janji serta yang menyangkut nama baik Wanda Wulandari serta keluarganya. Sekali lagi, baik Riski maupun ibu kandungnya harus diseret ke proses hukum,” desak Wahab, Rabu (9/2/2022).

Berdasarkan hasil penelusuranya terkait kasus ini, pihak Keluarga Wanda Wulandari menolak untuk berdamai dengan pihak Riski Dilaga. Sementara upaya damai itu sendiri ditegaskanya tak akan mampu mengobati rasa luka hati dan rasa malu Wanda Wulandari serta keluarganya yang ditinggal pergi oleh Riski Dilaga jelas resepsi dan akad nikah pada tanggal 7 Februari 2022.

“Langkah-langkah yang dilakukan oleh kawan-kawan di DP3A Kabupaten Dompu harus kita apresiasi. Sebab, mereka sudah melakukan banyak hal, antara lain pendampingan psikologis terhadap Wanda Wulandari. Dan saya juga sangat yakin bahwa pihak DP3A Kabupaten Dompu akan bekerja secara maksimal dalam menyikapi masalah ini,” tandasnya.

Wahab menambahkan, kasus ini bukan saja telah melukai Wanda Wulandari dan keluarganya. Tetapi hal yang sama juga dirasakan oleh banyak orang, tak terkecuali PUSPA dan para pegiat lainya. Untuk itu, Wahab menegaskan bahwa hukum harus ditegakan dalam kasus ini.

“Kita dorong persoalan ini agar dituntaskan secara hukum. Selanjutnya, kita juga harus mengawal dan mengawasi secara ketat proses hukumnya. Kami di PUSPA Kota Bima juga meminta agar pihak PUSPA Kabupaten Dompu segera bersikap tegas terhadap kasus ini,” tegas Wahab.

Sekjend LPA Kabupaten Bima, Safrin.

Sementara Ketua LPA Kabupaten Bima melalui Sekjendnya yakni Safrin menegaskan bahwa pihaknya siap membantu jika dibutuhkan. Selain itu, pihaknya mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh pihak Riski Dilaga, dan persoalan serius ini tidak boleh dibiarkan.

“Dalam kasus ini, kami dari LPA Kabupaten Bima mengutuk keras tindanakn yang telah dilakukan oleh Riski Dilaga dan ibu kandungnya itu. Kami juga patut mempertanyakan normal atau tidaknya ibu kandungnya Riski Dilaga,” tegasnya, Rabu (9/2/2022).

Menyangkut peristiwa yang dialami oleh Wanda Wulandari itu, ditegaskannya bahwa Rizki Dilaga dan ibu kandungnya tidak boleh dimaafkan dalam prespektif hukum yang berlaku. Oleh karenanya, kasus ini tidak boleh dilakukan mediasi.

“Apa yang dilakukan oleh Riski dan ibu kandungnya dalam kasus ini merupakan tindak pidana. Dalam kasus ini, kami dari Pegiat tentu saja merasa sangat terpukul. Dan dalam kasus ini pula, banyak orang yang mengkhawatirkan akan kembali terjadi pada Wanda-Wanda yang lainya. Perempuan yang seharusnya dilindungi malah justeru diperlakukan seperti itu oleh Riski dan ibu kandungnya. Ini yang sangat disesalkan oleh berbagai pihak termasuk kami dari Pegiat,” ucap Safrin.

Peksos Pada Kemensos RI di Bima, Abdurrahman Hidayat, S.St.

Secara terpisah, Peksos Perempuan dan Anak dari Kemensos RI di Kabupaten Bima, Abdurrahman Hidayat, S.St juga menyatakan keprihatinanya. Oleh sebab itu, aspek penegakan hukum terkait kasus ini ditegaskanya harus bersifat mutlak.

“Sebab, dalam kasus ini telah terjadi kasus tindak pidana kekerasan terhadap Wanda Wulandari. Melalui kesempatan ini pula, kami juga mengapresiasi langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh pihak DP3A Kabupaten Dompu. Antara lain melakukan pendampingan terhadap Wanda Wulandari dan juga melibatkan pihak Psikolog yang adadi Kabupaten Dompu,” tandasnya, Rabu (9/2/2022).

Masih soal peristiwa sedih dan menyakitkan yang menimpa Wanda Wulandari, Dayat menyatakan bahwa pihaknya akan terlibat untuk melakukan admovasi dan pendalaman jika dibutuhkan oleh pihak Wanda Wulandari serta keluarganya.

“Terkait dengan kasus ini tentu saja akan menjadi contoh yang paling buruk bagi generasi untuk ke depanya, khususnya anak-anak. Sekali lagi, dari aspek hukumnya maka APH harus segera menindak tegas Riski Dilaga dan ibu kandungnya itu,” pungkas Dayat. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.