Mantan Kabid PNFI Kini Bicara “Ngawur”?, Kadis Dikbud: Dia Justeru Membongkar Boroknya Sendiri

Kadis Dikbud Kota Bima, Drs. H. Supratman, M.AP

Visioner Berita Kota Bima-Abdul Hafid adalah mantan Kabid PNFI pada Dinas Dikbud Kota Bima. Belum lama ini ia “dibuang” oleh Walikota Bima menjadi guru biasa pada SMPN 3 Kota Bima.

Gafid “dibuang” menjadi guru biasa karena diduga terlibat dalam kasus pemerasan terhadap salah seorang pemilik PKBM yang juga menjabat sebagai Plt pada salah satu TKN di Kota Bima senilai Rp5 juta. Tak hanya itu, Hafid juga diduga “menggarong” anggaran secara bervariatif kepada belasan PKBM yang ada di Kota Bima.

Dalam kaitan itu, diduga ratusan juta rupiah masuk ke  dalam kantung pribadinya Hafid. Falam kasus itu, Hafid telah diperiksa secara resmi oleh Sekda Kota Bima, Drs. H. Muhtar Landa, MH. Hafid diperiksa setelah Sekda Kota Bima mendapat perintah resmi dari Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE.

Alhasil, Hafid akhirnya harus menerima kenyataan pahit. Yakni dilengserkan dari jabatanya dan kemudian menjadi guru biasa. Dan dalam kaitan itu pula, janji Walikota Bima untuk mencopot Hafid dari jabatanya akhirnya terwujud.

Meski selama poroses pemeriksaan oleh Sekdaberlangsung Hafid mengelak dari dugaan tersebut, namun Walikota Bima mengaku menyimpan bukti tentang dugaan keterlibatan Hafid dalam kasus itu. Yang tak kalah menariknya lagi, pada saat dikonfrontir oleh pihak BKPSDM Kota Bima dengan salah satu PKBM beberapa waktu lalu praktis saja Hafid tak berkutik. Kecuali, dia mengaku salah dan kemudian meminta maaf.

Hal tersebut terjadi sebelum Hafid “dibuang” menjadi guru biasa pada SMPN 3 Kota Bima. Setelah “dibuang” ke SMPN 3 Kota Bima, kini Hafid dinilai kembali bicara ngawur. Kepada salah satu Media Online, Hafid membeberkan dugaan korupsi anggaran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) senilai ratusan jura rupiah oleh 4 PKBM yang ada di Kota Bima tahun 2021.  

Yakni PKBM Ridho Ilahi sebesar Rp106 juta, PKBM Sukma Jaya Rp50 juta, PKBM Syahra Rp70 juta dan PKBM Oi Niu Rp80 juta. Dalam kaitan itu, Hafid menuding bahwa negara telah dirugikan sebesar Rp300 juta.

Dugaan korupsi itu muncul kata Hafid, yakni karena 4 PKBM tersebut telah telah melakukan pemalsuan dokumen berupa, foto, ijazah dan Kartu Keluarga (KK) bagi Wajib Belajar (WB). Lebih jelasnya, Hafid mengungkapkan bahwa bentuk pemalsuan tersebut adalah menscan ijzah, foto dan KK milik orang lain dan kemudian memasukan nama WB pada 4 PKBM dimaksud. Kata Hafid, pemalsuan dokumen oleh 4 PKBM tersebut muncul pada data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bima tahun 2021,

Lepas dari itu, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Media Online www.visionerbima.com mengungkapkan bahwa peristiwa itu diduga terjadi disaat Hafid menjabat sebagai Kabid PNFI pada Dinas Dikbud Kota Bima tahun 2021. Dan dalam kaitan itu pula, Hafid juga bertindak sebagai Ketua Tim Verifikasi dan Validasi (Verval).

Oleh sebab itu, seorang seorang sumber penting menuding bahwa dalam kaitan itu Hafid justeru telah membuka boroknya sendiri. Pasalnya, saat itu ia bertindak sebagai Ketua Tim Verval data soal WB untuk seluruh PKBM yang ada di Kota Bima.

“Lha, saat itu dia (Hafid) menjabat sebagai Kabid PNFI dan bertindak sebagai Ketua Tim Verval. Kalau saat itu dia menemukan adanya pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh 4 PKBM tersebut, maka saat itu pula dia tidak boleh meloloskanya. Anehnya, dia berkicau setelah angaran 4 PKBM tersebut telah dicairtkan. Dan dia berkicau setelah “dibuang” menjadi guru biasa ke SMPN 3 Kota Bima, dan itu ngawur namanya,” timbal sumber tersebut kepada Media ini, Selasa (12/4/2022).

Sumber kembali menegaskan, jika tudingantersebut bisa dibuktikan oleh Hafid maka bukan saya 4 PKBM tersebut yang bisa dijerat oleh tindak pidana. Tetapi Hafid yang saat itu menjabat sebagai Kabid PNFI dan bertindak sebagai Ketua Tim Verval juga menjadi pihak yang paling bertanggungjawab secara hukum.

“Jika hal itu benar-benar terjadi, maka yang diduga bermain di dalamnya adalah Hafid dengan 4 PKBM dimaksud alias kong-kalingkong. Artinya, jika kasus ini dilaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) maka Hafid juga akan ikut terseret,” papar sumber tersebut.

Secara terpisah, Kadis Dikbud Kota Bima, Drs. H. Supratman, M.AP yang dimintai komentarnya menegaskan bahwa dalam kaitan itu Hafid bukan saja “ngawur, tetapi juga telah membuka boroknya sendiri. Pasalnya, saat itu Hafid masih menjabat sebagai Kabid PNFI setempat dan juga bertindak sebagai Ketua Tim Verval data terhadap seluruh PKBM yang ada di Kota Bima.

“Surat Keputusan (SK) Penetapat terkait PKBM tahap pertama tahun 2021 itu, ditandatangani setelah Tim pada Bidang PNFI yang dikendalikan oleh Hafid melakukan Verval data. Hasil Verval data PKBM saat itu dinyatakan lengkap dan valid (fix). Jika hasil Verval data saat itu dinyatakan tidak lengakp dan tak valid oleh mereka, tentu saja SK tersebut tidak mungkin saya tandatangani. Anehnya, kok baru sekarang Hafid berkicau soal itu,” tegasnya kepada Media ini di ruang kerjanya, Selasa (12/4/2022).  

Supratman kemudian menjelaskan, total anggaran PKBM yang sudah dibayarkan pada tahap pertama tahun 2021 itu sekitar Rp1 M. Hal itu dilakukan setelah SK ditandatangani oleh saya dan Tim pada Bidang PNFI memastikan tidak ada masalah dengan data dan administrasi dari seluruh PKBM yang ada di Kota Biman (20 PKBM).

“Pembayaran anggaran dan PKBM tahap pertama tahun 2021 tersebut, bukan oleh Dinas Dikbud Kota Bima. Tetapi hal itu dilakukan oleh DPKAD Kota Bima. Dan uyang tersebut ditransfer secara langsung melalui rekening masing-masing PKBM yang ada di Kota Bima. Sementara Dinas Dikbud ini hanya menuntaskan soal administrasinya saja,” terangnya.

Sedangkan anggaran PKBM tahap dua tahun 2021, diakuinya belum dibayarkan. Hal tersebut diakuinya terkendala oleh masalah kevalidan data dari seluruh PKBM yang ada di Kota Bima. Jika data administrasinya sudah dinyatakan lengkap dan valid, tentu saja anggaran tersebut akan dibayarkan oleh pihak DPKAD Kota Bima kepada seluruh PKBM yang ada di Kota Bima.

“Hingga kini anggaran PKBM tahap dua tersebut masih tersisa sekitar Rp1 miliar lebih. Anggaran tersebut masih ada dalam Kas Daerah (Kasda) Kota Bima. Kalau seluruh PKBM tersebut telah melengkapi seluruh data dan administrasinya, tentu saja anggaran tersebut akan dicairkan,” imbuhnya.

Supratman kemudian menandaskan, masalah data yang dinyatakan belum valid terkait PKBM yang ada di Kota Bima tersebut ditemukan oleh Tim Verval pada Bidang PNFI yakni saat melakukan validasi data menjelang pembayaran anggaran PKBM tahap dua tahun 2021.

“Jika Hafid menyebutkan bahwa dalam kaitan itu 4 PKBM dimaksud telah melakukan korupsi karena alasan pemalsuan dokumen seperti ijazah, foto dan KK, itu sangatlah aneh. Sebab, anggaran untuk PKBM tahap dua belum dicairkan sampai sekarang,” tuturnya.

Menjawab pertanyaaanterkait isu bahwa Hafid diduga mengambil uang kepada para pemilik PBKM di Kota Bima secara bervariatif mulai dari jutaan rupiah hingga puluhan juta rupiah sebagaimana pemberitaan Media Massa sebelumnya, ditegaskanya bahwa hal tersebut sama sekali tidak berkorelasi dengan Dinas Dikbud Kota Bima.

“Jika itu benar adanya, tentu saja hal itu bersifat pribadi antara Hafid dengan para pemilik PKBM di Kota Bima. Sementara yang dirasakan sangat aneh adalah ketika Hafid berceloteh adanya korupsi oleh PKBM yakni setelah pihaknya melakukan Verval data, menyatakan bahwa data itu valid, SK penetapan ditandatangani dan kemudian anggaran dicairkan oleh pihak DPKAD Kota Bima melalui rekening masing-masing Lembaga PKBM di Kota Bima. Jika saat itu dia nyatakan bahwa data PKBM tidak valid, kenapa tidak dia cancel, aneh kan,” pungkas Supratman. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.