KOMPAK Minta Kapolda NTB dan Bupati Bima Bertanggungjawab Atas Kematian Muardin

Massa Aksi KOMPAK.

Visioner berita Kota Mataram NTB-Ratusan massa aksi dari Koalisi Melawan Kekerasan, Pelanggaran HAM dan Reformasi Polri (KOMPAK) menggelar demonstrasi jilid II di Mapolda NTB, Selasa (22/11/2022). 

Ratusan mahasiswa tersebut menuntut pertanggungjawaban Kapolda NTB, Irjen. Djokopoerwanto dan Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri atas tewasnya Muardin dalam Pilkades Serentak di Desa Rite, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima Juli lalu.

Kordinator Lapangan (Korlap) Muksin menyampaikan, Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak untuk 57 Desa di Kabupaten Bima tertanggal 6 Juli 2022 kemarin, disebut berjalan aman, damai, demokratis dan sukses oleh pemerintah Kabupaten Bima dan anggota polisi Bima Kota.

"Mereka (Pemkab Bima dan Polresta Kota Bima) mengabaikan fakta bahwa momentum Pilkades Serentak di Desa Rite, Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima tepat pada perhitungan suara pada tanggal 7 Juli itu berakhir ricuh. Mengakibatkan salah seorang warga negara bernama Muardin dilarikan ke RSUD Bima dan dinyatakan tewas pada 9 Juli," katanya dalam orasi.

Mahasiswa kelahiran Desa Woro, Kecamatan Madapangga itu menduga bahwa kematian Muardin diduga tembakan Gas Air Mata oleh oknum Polisi dari Polresta Kota Bima yang bertugas mengamankan Pilkades di Desa setempat.

"Kini Muardin meninggalkan seorang istri yang menjanda dan ketiga anak yang kemudian jadi Yatim. Anehnya Polisi dan Pemkab Bima sama sekali tidak berbelasungkawa pada keluarga Almarhum. Apalagi memohon maaf dan memberikan santunan," sesalnya.

Senada dengan itu, Almuhajirin menyesalkan atas sikap pemerintah Kabupaten dan institusi polri yang tidak memiliki rasa empati terhadap keluarga korban. Justeru kata dia, keadilan diduga dihalangi oleh Polresta Bima Kota.

"Demi hukum, HAM dan keadilan untuk keluarga, Kapolda NTB dan Bupati Bima harus bertanggungjawab secara hukum, moral dan material terhadap keluarga Muardin. Kapolda NTB dan Bupati Bima segera letakan jabatan jika keadilan tidak bisa diperjuangkan untuk Muardin dan keluarganya," tegas dia.

Sementara itu, Kordinator Umum Satria Madisa menyatakan, reformasi menyeluruh Polri agenda yang menentukan eksistensi NKRI. Menurut aktivis hukum ini yang dialami Muardin dan keluarganya hanyalah fenomena gunung es. Betapa persamaan kedudukan didepan hukum dan keadilan hanyalah teks mati yang tidak bisa ditemukan dalam fakta.

"Pemerintah dan DPR RI harus berani menyelami isi dari anatomi tubuh Polri. Kita harus bertani bersihkan polri dari penyelewengan, penyalahgunaan jabatan, kekerasan, kejahatan dan indikasi pelanggaran HAM. Polri adalah pilar utama negara hukum yang harus direformasi demi menyelamatkan demokrasi di negara hukum kita," terang Satria saat membaca pernyataan sikap.

Selama ini kata Satria, Polri menjelma menjadi lahan subur untuk berjamurnya penyelewengan, kekerasan dan pelanggaran HAM. Dia mengutip laporan KontraS, dalam kurun waktu tahun 2019 sampai 2021 terjadi ribuan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan Polri.

"Kasus rekayasa hukum yang terjadi di Duren Tiga oleh Irjen. Ferdy Sambo harus membuka mata kita, berbahayanya Polri jika diisi SDM yang bermasalah. Hal ini menegaskan urgensi pemulihan besar-besar Polri melalui Reformasi untuk memulihkan kepercayaan publik yang sangat anjlok pada Polisi," tandasnya.

Alumni Fakultas Hukum Unram ini menambahkan bahwa seluruh manusia harus bersolidaritas mendorong penegakan hukum dan upaya meringankan penderitaan keluarga Muardin.

"Seorang Kepala Keluarga adalah tulang punggung sekaligus harga diri sebuah keluarga. Kematian ayah, artinya kemiskinan, kemelaratan dan luka yang selalu berdarah-darah dan mendidih. Kapolri harus membentuk tim khusus untuk membongkar indikasi kelalaian yang mengakibatkan tewasnya Muardin sekaligus menyelidiki indikasi pelanggaran HAM," tutupnya.

Berikut tuntutan KOMPAK di Mapolda NTB.

Mendesak Kapolda NTB Irjen Djokopoerwanto, menindak oknum anggota Polisi yang bermasalah sebagaimana perintah Kapolri untuk memulihkan kepercayaan publik pada Polri. Mendesak Kapolda NTB untuk mengatensi dugaan kelalaian yang menyebabkan tewasnya Muardin oleh oknum Polisi di Polresta Bima Kota. Mendesak Kapolda NTB untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam pengamanan Pilkades di Desa Rite oleh oknum Polisi di Polresta Bima Kota.

Selain itu, mendesak Kapolda NTB untuk mencopot Kapolres Bima Kota dan Satreskrim Polres Bima Kota. Mendesak Polda NTB dan Polres Bima Kota untuk memohon maaf pada keluarga Almarhum Muardin. Mendesak Kapolda NTB mundur dari Jabatan bila tidak mampu wujudkan Keadilan untuk Almarhum Muardin dan Keluarganya. Mendesak Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri mengucapkan permohonan maaf dan bertanggungjawab secara moral dan material pada keluarga almarhum Muardin.

Mendesak Bupati Bima untuk mendukung Polres Bima Kota, Polda NTB dan Polri untuk mengusut tuntas tragedi tewasnya Muardin. Mendesak Kapolri mengambil alih penanganan kasus tewasnya Muardin dan membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki Dugaan Pelanggaran HAM. Mendesak Gubernur NTB, Presiden RI, Komnas HAM, Kompolnas untuk memantau dan mendorong pertanggungjawaban negara terhadap almarhum dan keluarga Muardin mendesak Reformasi menyeluruh Institusi Polri.

Koalisi Melawan Kekerasan, Pelanggaran HAM dan Reformasi Polri (KOMPAK) adalah aliansi dari sejumlah organisasi dan Individu Mahasiswa/Pemuda yang terdiri dari: Himpunan Pelajar Mahasiswa Woha Mataram (HIPMAH), Himpunan Mahasiswa Donggo Mataram (HMDM), Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Wera Mataram (HPMW), Himpunan Mahasiswa Madapangga Bima Mataram (HIMA-MPB), Himpunan Mahasiswa Monta Mataram (HMM-Mataram), Himpunan Mahasiswa Suku Donggo Mataram (HIMASDOM), Himpunan Mahasiswa Soromandi Mataram (HIMSI), Ikatan Mahasiswa Manggelewa Mataram (IMAM-Mataram) dan Ikatan Mahasiswa Woro Mataram (IMW-M). (Joel)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.