Disebut Terima Uang 250 Juta dari Proyek Saprodi Cetak Sawah Baru 2016, Bupati Bima Tegaskan Tidak Tahu

Bupati Bima.

Visioner Berita Kabupaten Bima-Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri SE menepis tuduhan Muhammad Tayeb (terdakwa) perkara kasus korupsi dana bantuan sarana produksi (SAPRODI) cetak sawah baru di Kabupaten Bima tahun 2016.

"Bupati Bima tidak tahu dan tidak terkait dengan tuduhan seperti yang disampaikan oleh terdakwa Muhammad Tayeb dalam persidangan,” ungkap Bupati melalui Kabag Prokopim Setda Kabupaten Bima, Suryadin. S.S.M.Si, Rabu (8/2/2023).

Suryadin menegaskan, Bupati Bima tidak ingin terlalu jauh mengomentari tuduhan tersebut. Terlebih lagi, kasus Saprodi ini sudah ditangani aparat penegak hukum (APH).

“Kerena ini sudah masuk ranah proses hukum oleh APH, maka kita serahkan kepada proses hukum. Terbukti atau tidaknya tuduhan tersebut Bupati Bima menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya.

Kendati demikian, Bupati tetap akan mencermati proses hukum yang mengaitkan namanya telah menerima uang Rp.250 juta.

“Kita akan mencermati proses hukum yang mengaitkan nama Bupati Bima dengan kasus yang tengah proses dan silahkan dibuktikan dalam persidangan,” tegasnya.

Sebelumnya, terdakwa Muhammad Tayeb ”bernyanyi” saat membaca eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) di pengadilan Tepikor Mataram, Rabu(8/2/2023).

Mantan Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan Hortikultura (PTPH) ini menyebutkan ada aliran dana kepada Bupati Bima, Hj Indah Dharmayati Putri SE. Hal itu tertuang dalam Eksepsi terdakwa Tayeb Poin ke 4 halaman 5 yang dibacakan penasihat hukum, Abdul Hanan.

“Adapun penyimpanan dalam tahapan pelaksanaan di lapangan, termasuk penyerahan uang oleh saksi Muhammad Tayeb (terdakwa) sesuai BAP Berita acara pemeriksa kepada Bupati Bima yaitu Hj. Indah Dhamayanti Putri SE sebesar Rp 250juta, maka bukanlah tanggungjawab terdakwa sebagai kepala DPTPH, akan tanggung jawab masing-masing yang melakukan tindak pidana,” ungkapnya Hanan saat membacakan Eksepsi di hadapan majalis hakim yang dipimpin, I Putu Gede Hariadi.

Sebagai informasi, terdakwa M. Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pindana korupsi dengan dua orang lainya, yakni Muhammad, mantan kepala bidang Rehabilitasi pengembangan lahan dan perlindungan tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima, dan Nur Mayangsari Kepala Saksi (kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif. Dalam perkara ini, Muhammad dan Nur Mayangsari turut berstatus terdakwa.

Saat itu, Dinas PTPH mendapat alokasi anggaran Rp 14,4 miliar dari kementerian pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima. Ada 241 Kalompok tani (Poktan) di Kantor Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 185 Poktan yang mengelola Sawah seluas 44.47 hektar dan Rp 5.5 Miliar untuk 83 Poktan dengan luas sawah 2.780 hektar. Penyaluran anggaran kiriman secara langsung ke rekening per bank masing-masing Poktan.

Pencarian dilakukan di tahap. Tahap pertama sebesar Rp10.3 miliar 70 Porsen dari total anggaran Rp 14.44 miliar, dan 30 porsen pada tahap kedua Dengan nilai Rp.4,1 miliar.

Ketiga Anggaran tersebut telah masuk rekening pribadi Poktan, Tayeb sebagai PPK mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada Poktan. Uang tersebut diminta untuk melakukan dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing Poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari Poktan, atas perintah M. Tayeb bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV mitra Agro Santoso beralamat di jambang, Jawa timur, ditunjukkan CV mitra Agro Santoso sebagai penyedia saprodi berada di bawa perintah M Tayeb.

Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, dan pestisida. Namun, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV mitra Agro Santoso sehingga ada dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV mitra Agro Santoso dengan rincian Rp 8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp 1,7 miliar.

Pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah kelompok tani yang terdaftar dalam pentujuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp 5,1 miliar. (FAHRIZ)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.