PR Dari Para Petani Jagung Untuk Pemda dan Mentan RI
Oleh : Muhammad Fahcrizqi, S.Pd.
"Harga jagung" di tingkat petani
di wilayah Bima-Dompu semakin turun seiring meluasnya area panen. Serangan hama
ulat dan rendahnya serapan industri membuat harga jagung dari petani jadi tidak
optimal. Nasib petani jagung semakin terpuruk. Sekitar ribuan hektar
lahan tanaman jagung petani khususnya di wilayah Bima-Dompu, tengah memasuki
masa panen.
Namun sayangnya, harga
komoditas unggulan tersebut anjlok ditengah pandemi Covid-19 saat ini. Mereka
kini terancam mengalami kerugian, apalagi dengan menurunnya produktivitas
jagung akibat serangan hama.
Ditengah gencarnya pandemi Covid-19. Diujung Pulau Sumbawa
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu Kabupaten Bima dan Dompu, petani
jagung dan masyarakat tumpah ruah dijalan melakukan aksi “menuntut keadilan”
harga jagung. Di Kabupaten Dompu, sepanjang bulan Mei 2020. Tercatat telah
dilakukan aksi pertama pada tanggal 6 Mei 2020 dan kedua tanggal 18 Mei 2020.
Aksi diwarnai penutupan jalan dan berujung rusuh.
Masyarakat yang berharap progresifitas pemimpin daerahnya pun tidak mendapatkan
respon, Kepala Daerah (Bupati) tidak berkutik dan bersikukuh dengan kebijakan
penetapan harga jagung sebagaimana ditentukan Pemerintah Pusat.
Belum lagi aksi di Bima yang akan dilakukan pada tanggal 2
Juni 2020. Para petani Bima berharap “Keadilan” harga jagung. Pemerintah Daerah
pun tak berkutik terkait kebijakan harga jagung yang ditentukan Pemerintah
Pusat.
Atas kondisi prihatin ini, Pemerintah
Daerah (Pemda) mestinya tidak tinggal diam. Tetapi hadir memberi solusi terbaik
agar petani jagung tak sampai jera bercocok tanam. Belum lagi adanya oknum
pengusaha yang memainkan harga jagung, serta adanya temuan di lapangan
jagung-jagung yang sudah masuk gudang tetap dikirim keluar daerah lewat kapal
barang di pelabuhan.
*Harga Jagung*
Penetapan harga jagung, sejak tahun 2016 sampai tahun 2020
telah mengalami perubahan beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan,
diantaranya yaitu Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/3/2016,
Peraturan Menteri Perdagangan No. 27/M-DAG/PER/5/ Tahun 2017, Peraturan Menteri
Perdagangan No. 58 Tahun 2018, dan terkahir berlaku Peraturan Menteri
Perdagangan No. 7 Tahun 2020.
Selaras dengan ketentuan sebelumnya, dalam ketentuan tahun
2020, penentuan harga acuan pembelian di petani per kg ditentukan dengan
kategori kadar air 15% Rp 3.150, 20% Rp 3.050, 25% Rp 2.850, 30% Rp 2.750, 35%
Rp 2.500.
Mengamati perubahan berbagai ketentuan tersebut, dalam
penentuan harga acuan tidak mengalami perubahan satu angkapun dalam semua
kategori. Harga tersebut cenderung hanya mempertimbangkan sektor industri dan
kemampuan perusahaan. Di satu sisi, kondisi sosial dan ekonomi petani mengalami
perubahan yang signifikan, baik itu dalam hal kebutuhan perawatan jagung,
maupun biaya operasionalisasi, pemenuhan kebutuhan dan lainnya, belum lagi
iuran BPJS mengalami kenaikan yang harus dibayar kelak. Sungguh pilu nasib
sosok tulang punggung negara “Petani Daerah”.
Jika dilihat dari keberlakuan berdasarkan Permendag Tahun
2020, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 menyatakan harga acuan pembelian di
petani dan juga konsumen berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) bulan sejak
Permendag diundangkan, terhitung mulai ditanda tangani pada 5 Februari 2020.
Itu artinya, acuan pembelian komoditi jagung berlaku sampai dengan tanggal 5
Juni 2020.
*Ultimatum*
Hukum merupakan panglima tertinggi di negeri ini, UUD NKRI
Tahun 1945 mengamanatkan negara bertanggungjawab untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Batang
tubuh Pasal 28 menjamin hak setiap orang dalam kehidupan bernegara, salah
satunya Pasal 28A mencantumkan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Dalam upaya mewujudkan hak petani, UU No. 19 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani kemudian mengatur bahwa ketentuan
harga menjadi salah satu komponen dalam perlindungan petani. Di samping itu,
juga ditegaskan pada Pasal 7 ayat (2) bahwa “strategi perlindungan petani
dilakukan melalui harga komoditas pertanian”. Lebih lanjut dalam ketentuan
Pasal 25 menegaskan bahwa, “pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang
menghasilkan harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani”.
Berdasarkan kondisi empiris, perlu dilakukan perubahan
ketentuan. Pertimbangan tersebut memperhatikan perubahan sosial dan gejolak
ekonomi dimasa pandemi Covid-19, kemudian pertimbangan komoditas jagung sebagai
sektor unggulan dan sesuai cita Presiden Jokowi yang dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah membangun sektor pertanian.
Maka dari itu, pemerintah harus hadir untuk melakukan
revaluasi kebijakan. Setidaknya, Pertama, mengadakan revisi acuan pembelian
komoditi jagung dengan harga yang layak, demi keadilan rakyat.
Kedua, dalam pembangunan pertanian secara keseluruhan,
Pemerintah Pusat juga Pemerintah Daerah sesuai jangkauan kewenangan dalam UU
No. 19 Tahun 2013 dan UU No. 23 Tahun 2014 perlu melakukan reformulasi
kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani, guna memajukan dan
mengembangkan pola pikir dan pola kerja petani, meningkatkan usaha tani, serta
menumbuhkan kelembagaan petani agar mampu mandiri berdaya saing.
Hal tersebut mempertimbangkan pula situasi Covid-19 saat
ini, yang menuntut kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani beradaptasi
dengan era kenormalan baru.
Terkait Kunjungan Kerja Menteri
Pertanian (Mentan) RI, dalam rangka panen raya bawang merah di Desa Risa, Kecamatan
Woha, Kabupaten Bima sangatlah diapresasi oleh para petani daerah, tapi hal
yang sangat mengecewakan bagi para petani daerah ialah dibatalkannya peninjauan
langsung Pabrik Jagung PT. Seger Agro Nusantara di Kecamatan Manggelewa,
Kabupaten Dompu. Seharusnya aspirasi para petani jagung penting untuk
didengarkan langsung oleh Kementan RI. Sebab kejujuran ada pada setiap ucapan
kata-kata yang dilontarkan langsung oleh mulut para petani.
Terobosan Menteri Pertanian
RI, Syahrul yasin Limpo dengan program Komando Strategis Pembangunan Pertanian
(Kostratani) diharapkan para petani dapat membantu menyelesaikan permasalahan
petani di Daerah. Namun demikian, menurut masih banyak, kekhawatiran terkait
pengelolaan oversupply hasil pertanian seperti jagung dan lain-lain. Selain itu
alih fungsi lahan juga menjadi tantangan dalam mendorong sektor pertanian,
sehingga diperlukan langkah tegas Pemerintah untuk mengatasi persoalan ini.
“Harapannya ialah semoga keadilan untuk para petani tetap terjaga,” (***)
Tulis Komentar Anda