Pj. Walikota Bima Tidak Miskin Terobosan Tetapi Program Perioritas Memang Agak Terbatas

Kepala Bappeda Kota Bima, Drs. Adisan Sahidu, M.Si (Aba Chan)

Visioner Berita Kota Bima-Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi diakui telah berhasil mewujudkan berbagai ragam pembangunan sesuai visi-misi “PERUBAHAN” yang diusungnya bersama pasanganya (Wakil Walikota Bima), Feri Sofiyan, SH. Infomasi terkait prestasi Lutfi-Feri selama lima tahun menjabat sebagai Walikota-Wakil Walikota Bima, diakui sangat aktual dan diakui adanya.

Tak hanya itu, Lutfi-Feri dianggap sebagai Walikota-Wakil Walikota Bima perdana dengan torehan prestasi terbanyak. Hal itu, salah saunya tercermin melalui berbagai piagam penghargaan yang diperolehnya, baik dari pemerintah maupun dari lembaga Non Pemerintah.

Periodesasi Luffi-Feri telah berakhir. Terlepas dari catatan-catatn aktual tentang prestasinya, namun diakui masih ada beberapa terobosan penting yang berkaitan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat Kota Bima yang hingga kini belum dituntaskan. Antara lain soal Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bima, destinasi pantai Lawata dan destinasi wisata kulliner di Kolo, soal sampah yang dianggap sebagai masalah serius, air bersih dan lainya.

Untuk itu, berbagai pihak menaruh harapan besar kepada Pj. Walikota Bima, Ir. H. Muhammad Rum, ST, MM untuk bisa menindaklanjutinya selama satu setengah tahun ke depan. Namun terkuak soal arah kebijakan Rum kini diduga belum mengarah kepada hal itu (“miskin  terobosan”). Kecuali hanya beberapa program saja. Yakni soal air bersih, menindaklanjuti pembangunan Kampus IAIN Bima, masalah stunting hingga ke soal menyikapi soal stigma tentang meningkatnya angka kemiskinan eksreem di Kota Bima.

Stigma tentang dugaan miskin terobosan dimaksud, kini ditangkis oleh Kepala Bappeda Kota Bima, Drs. Adisan  Sahidu, M.Si. Sosok yang dikenal pintar, cerdas, kritis dan kental dengan mendepankan aspek regulatif soal terapan kebijakan ini memastikan bahwa ruang gerak Pj. Walikota Bima untuk membangun terbosan baru dan atau menindaklanjuti catatan-catatan penting yang belum dituntaskan oleh Lutfi-Feri tersebut sangatlah terbatas.   

“Stigma tentang Pj. Walikota Bima sekarang miskin terobosan, sesungguhnya itu keliru. Yang benar adalah, ruang gerak terhadap program-program perioritas oleh Pak Pj. Walikota Bima ini memang agak terbatas. Sebab, sejatinya bagi daerah-daerah yang Kepala-Kepala Daerah yang periodesasinya seperti yang sedang dijabati oleh beliau memang tidak bisa membuat program perioritas tersendiri,” tegas Kepala Bappeda yang akrab disapa Aba Chan ini.

Sebab, sejatinya pihaknya telah memiliki dokumen prencanaan pengganti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Yakni Rencana Pembangun Daerah (RPD) yang periodenya selama tiga tahun. Hal itu mulai dari tahun 2024, 2025 hingga 2026.

“Pj. Walikota Bima sekarang hanya melaksanakan itu dan apa-apa yang menjadi perioritas pembangunan dalam Rencana Kerja Pemnerintah Daerah (RKPD) yang sudah direncanakan sebelumnya. Sebab, itu untuk mengisi masa transisi sebelum kita memiliki Walikota-Wakil Walikota Bima definitif dan melaksanakan RPJMD mulai 2025-2029,” tefrang Aba Chan.

Apa Chan menjelaskan, Pemerintah Pusat (Pempus) memerintahkan hampir semua daerah di Indonesia (Kabupaten/Kota) untuk melaksanakan tiga hal pokok. Dan itu merupakan tugas dan kewajiban Kepala Daerah.

“Yakni penurunan prevalensi stunting, penurunan angka kemiskinan eksreem dan pengendalian laju inflasi dan ditambah lagi bahwa Pj. Walikota Bima mensukseskan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) periode 2024-2029,” tandas Aba Chan.

Secara perioritas yang akan dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas tugas-tugas Penjabat Walikota, ditegaskanya terletak pada tiga hal dimaksud. Namun tentunya juga terhadap persoalan domestik yang bersifat lokal. Seperti kebersihan, air bersih itu tetap menjadi atensi.

“Sebab, dalam kaitan itu Kepala daerah melihat situasi isu-isu yang paling esensial untuk disikapi. Pasalnya, kedua persoalan tersebut sangat kuat korelasinya dengan masa stunting. Sepanjang tahun, kita dihadapkan dengan masalah air bersih dan sampah. Dan itu juga menjadi perhatian Pj. Walikota Bima saat ini melalui program-program baik dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB maupun oleh pemkot Bima. Pun itu memiliki tantang tersendiri,” ujar Aba Chan.

Masalah kebersihan, ditegaskanya lebih kepada cara dan bagaimana merubah pola perilaku masyarakat. Oleh karenanya, masalah kebersihan itu tidak ansih dilakukan oleh Pemerintah. Tetapi yang paling poko0k adalah bagaimana masyarakat menjaga lingkungan di sekitarnya.

“Antara lain tidak membuang sampah sembarangan dan seterunsya. Sementara ketersediaan alat operasional untuk mengatasi masalah sampah tersebut, nah itulah yang disiapkan oleh Pemerintah untuk bisa memfasilitasi itu baik dari sisi sarana maupun prasarana infrastruktur,” harap Aba Chan.

Masih soal kebersihan, di zaman Pemerintahan Lutfi-Feri diakui adanya kendaraan tiga roda yang mengangkut sama dan kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hanya saja,k kendaraan operrasional tersebut kini nyaris tak lagi terlihat.

“Memang umur pakai kendaraan tersebut hanya satu sampai dua tahun. Itu karena keterbatasan fiscal Kota Bima untuk mengadakan kendaraan itu tidak bisa. Tetapi mungkin pengadaan kendaraan-kendaraan kecil seperti pick up itu bisa dimungkinkan. Sebab, kendaraan tersebut bisa masuk sampai ke gang-gang warga di Kota Bima dan bisa langsung ke TPA karena sigatnya roda empat,” harapnya lagi.

Berbagai pihak menanggap bahwa soal sampah merupakan masalah sangat serius. Antara lain tumpukan sampah di sebelah barat pasar Amahami, di kawasan laut Amahami dan lainya.Di dua lokasi itu disebutkan seolah-olah telah dijadikan sebagai TPA oleh oknum-oknum yang ada di sekitarnya.

“TPA  kita kan ada di Oi Fo’o. Namun secara daya tampungnya mungkin untuk satu-dua tahun ke depan masih bisa menampung sampah-sampah yang ada di Kota Bima. Namun untuk selanjutnya, dimungkinkan untuk melahirkan terobosan baru. Yakni melakukan relokasi TPA ke wilayah lain, salah satunya di bagian utaram Kota Bima. Jika terobosan itu bisa diwujudkan, tentu akan bisa menghembat biaya kendaraan. Sementara armada sampah kita ini kan dari wilayah barat, utara, selatan itu semua ke arah timur. Sehingga mobilisasi kendaraan operasinal itu agar terbatas,” tandas Aba Chan.

Tetapi jika kendaraan operasional ke TPA itu dibagi dua ujarnya, untuk sampah di wilayah Kecamatan Rasanae Barat dan Kecamatan Mpunda bisa langsung ke TPA  di wilayah utara. Dan alur geraknya soal itu sangat cepat. Lebih jelasnya, kendati mobilisasi kendaraan operasional sampah itu terbatas namun lebih efektif dan efisien.

“Soal relokasi pembangunan TPA dan pembagian mobilisasi kendaraan operasional itu, rencananya sangat memungkinkan untuk dibicarakan secara serius dengan DPRD Kota Bima. Sebab, Dewan memiliki kewenangan untuk memastikan anggaranya. Olehnya demikian, teman-teman di Dewan diharapkan dukunganya untuk itu. Sebab, apapun usulan dari Eksekutif tentunya membutuhkan dukungan penuh dari teman-teman Legislatif,” papafr Aba Chan.

Langkah-langkah kongkriet yang dilakukan oleh Pj. Walikota Bima sekarang terangnya, yang menekan laju inflasi. Dalam kaitan itu, Pemkot Bima sudah mengagendakan untuk terus melakukan operasi pasar. Dalam kaitan itu, Pemkot Bima bekerjasama dengan Bulog, beberapa BUMN dan BUMD untuk bagaimana melakukan operasi pasar ini bisa membantu masyarakat guna mendapatkan harga-harga yang sesuai (dibawah harga pasar).

Itu katanya, merupakan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Pemerintah. Sebab, masalah tarif yang diberlakukan di sektor swasta itu berstandarkan mekanisme pasar. Dalam kaitan itu, sesungguhnya Pemerintah bisa mengintervensinya dengan cara menghadirkan bahan-bahan pokok melalui operasi pasar tersebut.

“Di sektor pengendalian stunting misalnya, disamping ruting dilakukan penanganan terhadapm penerita oleh Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima juga dilakukan evaluasi sehingga angka stunting di Kota Bima diturunkan hingga ke angka di bawah 10 porsen. Sementara angka stunting kita saat ini ada di 11,6 porsen. Hal itu terkuak melalui hasil evaluasi kita di moment di Kecamatan Mpunda berapa waktu yang lalu,” ungkap Aba Chan.

Adakah korelasi antara angka stunting tersebut dengan faktor kemiskinan ekstreem di Kota Bima?. Aba Chan menjelaskan, kemiskinan itu salah satunya tercermin melalui adanya warga yang makanya hanya satu kali dalam sehari. Sedangkan orang yang makanya tiga kali dalam sehati, dijelaskanya belum tentu bisa terkena stunting.

“Untuk mengantisipasi masalah stunting ini, antara lain bagaimana caranya meningkatkan gizi dan nutrisi untuk calon ibu dan calon bayi sesuai standar-standar kesehatan. Nah, upaya-upaya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas-Dinas Teknis seperi BP2KB atau Dikes harus tetap dilakukan melalui Posyandu. Di Posyandu itu dimungkinkan untuk memberikan suplement dan makanan tambahan bagi bayi. Dan itu kita sudah alokasikan anggaranya melalui dana Kelurahan. Pun demikian juga dengan Dikes Kota Bima, pemberian makanan tambahan dan obat-obatan kepada masyarakat untuk menurunkan angka stunting,” imbuhnya.

Dari hasil pemetaan Dinas Teknis terkait, soal stunting di Kota Bima ini tersebar di deberapa Kelurahan. Namun secara pastinya, Aba Chan mengaku akan menanyakan secara detail kepada Dikes dan BP2KB Kota Bima.     

“Rabu (6/12/2023), Pj. Walikota Bima melakukan aksi mengantisipasi soal stunting di wilayah Kelurahan Ntobo dengan cara memberikan makanan tambahan berupa telur. Dan aksi-aksi real seperti itu juga harus intens dilakukan,” paparnya.

Aba Chan kembali mempertegas, antara stunting dengan kemiskinan eksreem itu memiliki korelasi yang sangat kuat. Sebab, rata-rata penderita stunting (walau tidak semua) adalah warga miskin. Indikasi ditemukan melalui rumah penderita yang tidak layak huni, berada di lingkungan yang tidak bersih hingga soal jambanisasinya masih kurang layak.

“Untuk hal itu, Dinas Teknis melakukan beberapa intervensi. Antara lain memperbaiki jamban keluarga, berusaha menciptakan air bersih sehingga masyarakat bisa mengkonsumsi sesuai dengan standar-standar yanjg disyaratkan. Soal stunting juga bukan semata-mata karena kemiskinan real. Tetapi juga disebabkan oleh perilaku dan bisa jadi karena ketidakpahaman masyarakat tentang pola makan. Misalnya, kita tetap makan 3 kali sehari. Namun kandungan nutrisinya mungkin saja tidak terpenuhi. Dan secara metabolisme soal bayi dan ibu mengandung juga diduga agak kurang,” djuganya.

Lagi-lagi soal stunting, Aba Chan mendesak agar tenaga-tenaga penyuluh di BP2KB Kota Bima terus melakukan sosialisasi-memberikan pemahaman kepada masyarakat sesuai dengan kewenanganya. Sementara soal stunting dan kemiskinan eskstreem dimaksud, diakuinya sebagai masalah yang sangat serius dan membutuhkan waktu yang amat panjang untuk dituntaskan secara maksimal.

“Ini benar sekali. Makanya Presiden RI, Jokowi menegaskan bahwa dua masalah tersebut menjadi atensi Pemerintah Republik Indonesia (RI). Sedangkan anggaran untuk mengatasi stunting di BP2KB Kota Bima berumber dari DAK. Selain itu, kita siapkan juga sumber anggaranya dari APBD 2 Kota Bima. Hal itu tidak semua diarahkan ke BP2KB, tetapi juga di sektor lainya. Antara lain untuk pembangunan infrastuktur,” sebutnya.

Persiapan anggaran untuk itu, dijelaskanya juga ada di Dikes Kota Bima. Sebab, Dikes berkewenangan untuk menangani warga yang terkena stunting. Dan penanganan hal itu dilakukan secara kuratif oleh  Dikes Kota Bima. Sementara di BP2KB Kota Bima, itu lebih kepada upaya pencegahan.

“Soal stunting, tugas dan kewenangan BP2KB adalah mengenatisipasi. Misalnya, ibu hamil harus diberikan pemahaman, gizinya disuplay dan ;pola konsumsinya mulai diinjeksi oleh BP2KB. Kalau di Dikes itu kan lebih kepada penanganan penderita stunting. Singkatnya, soal stunting ini menjadi sokus sangat serius Pj. Walikota Bima sekarang,” katanya.

Soal stunting juga diakuinya berkorelasi dengan kinerja Dinas Koperindag setempat. Dalam kaitan itu, instansi tersebut ditekankan melalui peningkatan pemberdayaan UMKM. Oleh karenanya tegas Aba Chan, semuanya akan berkontribusi untuk menurukan angka kemiskinan, pengendalian laju inflasi dan penurunan angka stunting. Lantas seberapa tingginya angka kemiskinan yang terjadi di Kota Bima?.

“Terus terang saja, sampai dengan saat ini kami belum menerima release dari pihak BPS setempat. Sampai dengan detik ini, soal angka kemiskinan eksreem di Kota Bima ini masih bersifat debatable. Sebab dari definisi kemiskinan eksreem yang dimaksudkan itu, pun hingga kini masih dianggap misteri. Misalnya ada yang yang menyebutkan adanya masyarakat Kota Bima yang makanya hanya satu kali sehari. Namun setelah kita melakukan uji petik di lapangan, rata-rata masyarakat Kota Bima makan 3 kali dalam sehari,” bebernya.

Oleh karena itu, Aba Chan menegaskan agar definisi-definisi tentang variable-variable kemiskinan itu masih harus didiskusikan secara serius. Pasalnya, sampai sekarang di Kota Bima belum ada yang bisa membuktikan hasil pemetaanya soal kemiskinan eksreem. Seperti siapa orangnya, di mana lokasinya dan seperti apa model kemiskinan skreem yang dirasakanya.

“Sekali lagi, sampai saat ini BPS Kota Bima Kota Bima belum mengumumkan secara resmi soal itu. Untuk itu, soal stigma eksremm di Kota Bima tentu saja perlu dilakukan upaya pemetaan secara serius oleh pihak BPS Kota Bima. Itu sangat perlu dilakukan agar bisa mendapatkan data yang lebih valid dan kongkriet. Dan yang merelase soal itu merupakan kewenangan mutlaknya pihak BPS Kota Bima. Berbeda dengan soal stunting, kita sudah punya data by name by adress. Itu ada pada Dikes dan BP2KB. Oleh sebab itu, kita bisa menerapkan langkah-langkah konkriet,” pungkas Aba Chan. (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.