Ada ‘Potret Miris Terpampang di Penaraga Terkait Penanganan Pasca Banjir Bandang’


Foto Bersama Ketua RT, Ramli Husen (paling kanan) bersama warga dibalik rumah rumah berdindigkan terpal
Visioner Berita Kota Bima- Warga Kota Bima miskin seketika akibat ganasnya banjir bandang di penghujung Desember 2016, merupakan fakta tak terbantahkan. Pemerintah melakukan berbagai upaya terkait penanganan pasca bencana banjir bandang, juga diakui adanya. Namun, masih banyak masalah-masalah sekaligus pekerjaan rumah (PR) yang belum tuntas terkait penanganan pasca bencana banjir bandang pun masih terpampang di depan mata.

Penderitaan warga bukan saja dialami oleh Muhammad Ahi di Kampung Sigi Kelurahan Paruga dan Siti Aminah warga asal Lingkungan Waki Kelurahan Manggemaci Kecamatan rasanae Barat dan Babasao di kelurahan Penaraga Kecamatan Raba-Kota Bima. Tetapi, hal yang yang hampir sama juga dirasakan oleh sejumlah warga di Kelurahan Peraga, Kecamatan Raba-Kota Bima.

Selasa siang (2/1/2018), sejumlah awak media menelusuri sebuah perkampungan di Kelurahan Penaraga, Kecamatan Raba-Kota Bima.  Tepatnya di RT 01/01 Kelurahan Penaraga. Di sana terdapat sekitar 10 rumah warga yang masih berdindingkan tarpal. Tembok rumah digantikan dengan dinding terpal tersebut, karena temboknya hancur diterjang banjir bandang di penghujung Desember 2016.

Mereka hidup di rumah berdindingkan tarpal tersebut, yakni pasca terjadinya bencana banjir bandang dan masih berlangsung sampai sekarang. Tiga dari 10 orang warga Penaraga yang masih berlindung di rumah berdindingkan tarpal tersebut, yakni milik Nurbaya, Sumarni dan Junaidin. Ketiga warga ini juga mengaku, pasca terjadinya bencana banjir bandang hanya menerima bantuan masing-masing sebesar Rp500 ribu (dana pembersihan) dari Kemensos RI melalui Pemkot Bima.

Uniknya, dari sekitar 10 rumah yang masih berdindingkan tarpal tersebut, ada salah satu rumah yang sudah menerima anggaran Jaminan Hidup (Jadup) sebesar Rp4 juta lebih-sebut saja Makruf. Sementara yang lainnya, tidak diperlakukan sama (tak terima Jadup). Ketiga warga ini mengaku, sempat memprotes ke Lurah Penaraga. Namun Kepala Kelurahan setempat katanya, langsung mengarahkannya untuk bertemu dengan Kadisos Kota Bima, Drs. H. Muhidin.

Lagi, rumah berdindingkan terpal di Penaraga
Tak ada respon berarti yang didapatnya dari Kadisos Kota Bima, kecuali meminta mereka agar tetap bersabar. Hal tersebut, juga dibenarkan oleh Ketua RT setempat, Ramli Husen. Ramli mengungkap, memang benar tiga dari 10 orang warga yang di di RT 01, RW 01, pasca terjadinya banjir bandang hingga sekarang masih tinggal di rumah berdindingkan tarpal.

“Dan sampai sejauh ini, mereka belum menerima anggaran Jadup, anggaran untuk rumah rusak berat dari Pemerintah. Yang mereka terima pasca bencana banjir bandang itu hanyalah uang pembersihan masing-masing Rp500 ribu, alat-alat dapur dan bantuan tarpal. Hanya itu, bantuan yang diterima oleh warga korban banjir," terangnya.

Meski dirinya juga ikiut menjadi korban dari ganasnya banjir bandang setinggi sekitar 2 meter di Penaraga, namun Ketua RT ini hanya berpikir bagaimana kepentingan sekitar 10 KK yang kondisinya justeru jauh lebih parah.

“Anda tidak perlu memikirkan saya, tetapi tolonglah mereka yang kondisinya sangat parah sampai sekarang. Hidup berdindingkan tarpal, jelas tak nyaman bagi mereka. Banjir bandang itu telah menghancurkan rumah dan isinya milik mereka. Namun, bantuan yang mereka terima justeru jauh dari harapan mereka pula. Faktanya, wartawan sudah berbicara langsung dengann mereka juga,” tegas Ramli Husen.

Salah seorang warga yang masih tinggal di rumah berdindingkan tarpal-tepatnya di bantaran sungai yakni Sumarni menyatakan, akibat rumahnya dan rumah beberapa warga lainnya diterjang banjir pada 2016 lalu, praktis menghancurkan bangunan permanen dan isinya.

“Semua hancur, Pak. Bantuan yang kami terima hanya uang pembersihan masing-masing Rp500 ribu, nasi bungkus dan ada juga peralatan dapur. Saat terjadinya banjir bandang, nasi bungkus yang kami terima kebanyakan bantuan dari Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa melalui para relawannya,” bebernya.

Hal senada juga dikemukakan oleh dua orang korban lainnya, yakni Nurmi dan Khusnul. Keduanya mengaku, akibat tembok rumahnya dihajar banjir bandang, terpaksa menggantikannya dengan tarpal. Keduanya mengaku, besar keinginan untuk menggantikan tarpal tersebut dengan tembok permanen yang terbuat dari bata dan semen, namun tak memiliki biaya.

Sebuah rumah milik warga berdindingkan baliho di Penaraga
Maklum, Nurmi berstatus janda yang tidak memiliki pekerjaan. Sementara Khusnul, hanya mengandalkan penghasilan apa adanya dari suaminya yang berprofesi sebagai tukang ojek. "Karena tak punya biaya, terpaksa sampai sekarang kami hidup di rumjah berdingingkan terpal. Selain itu, kami tutupi temboki rumah dengan sejumlah baliho,” tutur keduanya.

Hidup pada bangunan yang dinilai miris tersebut, keduanya mengaku selain tidak nyaman, tetapi juga mengkhawatirkan akan terjadinya sesuatu. “Ketidaknyamanan, itu hal yang pasti kami rasakan sejak banjir bandang hingga saat ini. Untuk itu, kami meminta pada Pemkot Bima biaya bedah rumah, Maksudnya, agar kami tidak lagi tinggal di rumah yang berdindingkan tarpal," harapnya.

Lagi-lagi, ini rumah wafrga di Penaraga berdindingkan terpal
Soal Jadul yang dipertanyakan oleh warga di Kelurahan Penaraga tersebut, justeru mendapat pertanyaan balik dari Kadisos Kota Bima, Drs. H. Muhidin. “Lho, kenapa baru sekarang menanyakan soal Jadup. Sementara soal Jadup, semuanya sudah kami berikan kepada mereka yang namanya dicatat oleh Dinas Tatakota dan tim lainnya. Sekali lagi, soal jadup kami hanya menyerahkan kepada nama yang tercatat. Kalau yang namanya tidak tercatat, yang tidak bisa diberikan anggaran Jadup,” sahut Muhidin kepada wartawan melalui saluran selulernya, Selasa (2/1/2018).

Muhidin juga membenarkan bahwa dirinya datangi oleh warga di Kelurahan Penaraga tersebut, tujuannya lebih kepada mempertanyakan soal Jadup yang belum diterimanya. Dan pada saat itu, dia mengaku kepada warga akan meminta tambahan anggaran Jadup ke Kemensos RI. Dan hal itu sudah dilakukannya, namun belum juga dijawab oleh Kemensos RI sampai sekarang ini. “Kami sudah mengajukan proposal permohonan penambahan anggaran Jadup ke Kemensos. Namun sampaid etik ini, permohonan tersebut belum dijawab,” katanya. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.