Soal Tanah di Blok 70, Kajari Bima Ungkap Bahwa Akyar Tak Punya Legal Standing

Kajari Bima, Widagdo MP, SH
Visioner Berita Kota Bima-Lagi-lagi, Kajari Bima, Widagdo MP, SH menegaskan bahwa tanah seluas 54 are di blok 70 di kawasan Amahami Kota Bima merupakan Pemerintah Kota (Pemkot). Pun, tanah itu sudah tercatat sebagai aset daerah setempat.

Sebab, bukti-bukti yang legal secara administrasi mulai dari peristiwa tukar guling antara Maman Anwar dengan pihak Pemkab Bima pada tahun 1998 hingga hingga bukti-bukti administrasi selanjutnya yang memperkuat legalitasnya secara administratif pun telah dikantongi oleh pihaknya sebagai pendamping hukum Perdata dan TUN untuk Pemkot Bima pula. “Hanya saja, soal dokumen penyerahan aset tersebut dari pemkab Bima ke Pemkot Bima belum ada di kami. Tetapi, kami sudah melihatnya,” ungkap Kajari Bima kepada Visioner, Minggu (10/3/2019). 

Kajari menyatakan, pengakuan Akhyar Anwar sebagai pemilik tanah tersebut sama sekali tidak memiliki kekuatan kekuatan hukum. Maksudnya, Akyar tidak memiliki legal standing sebagai pemilik tanah tersebut. “Sementara SPPT, bukan merupakan bakti kepemilikan atas tanah tersebut. Sebab, SPPT adalah bukti yang menjelaskan bahwa setiap orang telah membayar pajak atas tanah yang digunakannya. Siapa saja yang menggunakan tanah maka secara otomatis dia harus membayar pajak (wajib pajak),” terangnya.

Sementara adanya informasi yang menyebutkan bahwa Akhyar memiliki surat girik atas tanah tersebut, Kajari Bima justeru mengkwatirkan adanya surat girik yang duble. “Sebab, surat girik itu tidak mungkin bisa diterbitkan dua kali. Di dalam surat girik itu pula, tentu saja tertera nama sebagai yang jelas, dan selanjutnya tidak bisa digantikan dengan nama yang lainnya. Dan di dalam surat girik tersebut, juga dijelaskan tentang adanya Pethoek A, B dan C. Tetapi, nanti akan kita lihat tentang seperti apa model surat girik di tangan Akhyar terkait tanah itu,” jelasnya.

Alas hukum yang tidak dimiliki oleh Akhyar terkait tanah itu ungkapnya, yakni tidak memiliki sertifikat sebagai bukti kemilikan secara legal pula. “Ia tidak memiliki sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang legal atas tanah di blok 70 di kawasan Amahami itu. Sementara legalitas mulai dari peristiwa tukar guling tanah tersebut antara Maman Anwar dengan pihak Pemkab Bima sudah ada di tangan kami. Dan rangkaian dokumen legal secara administratif dan data-data lain bahwa tanah tersebut sebagai milik Pemkot Bima juga ada di tangan kami. Hanya saja, data-data lain tersebut belum bisa kami beberkan melalui media massa,” ujarnya.

Disinggung soal adanya surat dari KOMNAS HAM dan Ombudsman yang dikantongi oleh Akhyar terkait tanah itu, Kajari Bima memastikan sama sekali tidak kaitannya dengan persoalan perdata atas tanah itu pula. “Kita bicara yang riel-riel saja ya Mas. Pertanyaan saya, apa relevansi antara Komnas HAM dan Ombudsman dengan perkara perdata. Soal perkara Perdata atas tanah itu adalah masalah pribadi dengan pribadi, dan Badan Hukumnya adalah Pemkot Bima, sekali lagi bisa menjelaskan kepada saya tentang apa relvansinya KOMNASHAM dengan persoalan Perdata tersebut,” tanyanya.

Kajari Bima kemudian menjelaskan, MoU yang sudah ditandatangani oleh Walikota Bima yang memposisikan Jaksa sebagai Pendamping hukum pada Perkara Perdata dan TUN pada Jum’at (8/3/2019) merupakan perpanjangan dari MoUm pada Pemerintahan sebelumnya.

“Tetapi, MoU tersebut juga sangat berkorelasi dengan soal tanah di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami Kota Bima. Sebagai pendampingi hukum Pemkot Bima, MoU tersebut memperjelas bahwa Kejaksaan siap melakukan pendampingan hukum bagi Pemkot Bima terkait Perkara Perdata dan TUN,” pungkasnya. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.