Tanah Seluas 43 Are Yang Mau Dijual di Amahami itu Diduga Lahan Negara

Sakura H. Abidin: Kalau Saya Tak Boleh, Kenapa Adi dan Lainnya Bisa?
Pansus Menduga Bahwa Lahan Yang Sedang Dijual Ini Adalah Lahan Negara
Visioner Berita Kota Bima-Perstiwa pengkavlingan laut menjadi hak milik pribadi oleh oknum-oknun tertentu di kawasan Amahami Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima-NTB, hingga kini tercatat masih jadi topik menarik dalam pembahasan berbagai pihak. Ketua Pansus DPRD Kota Bima yang ditugas khusususkan soal kawasan Amahami yakni H. Armansyah, SE menduga soal adanya kegiatan kriminal di kawasan Amahami.

Dugaan tersebut, antara lain pengakvlingan laut menjadi lahan milik perorangan yang dibuktikan melalui sertifikat dan SPPT, penjualan tanah seluas 1 hektar di sebelah utara Masjid Terapung dan adanya upaya penjualan tanah yang diduga negara di sebelah barat pasar Amahami seluas 43 are oleh oknum yang tak tercantum identitasnya pada papan pengumuman.

“Tanah yang mau dijual seluas 43 are itu adalah masuk dalam wilayah laut, diduga merupakan lahan negara alias itu bukan milik perorangan. Oleh karenanya, ditegaskan kepada semua pihak agar tetap waspada. Sebab, Pansus sedang bekerja serius soal kawasan Amahami,” imbuh Ketua Pansus, H. Armansyah, SE kepada Visioner, Rabu (6/3/2019).

Tanah yang mau dijual melalui papan nama tersebut, dari hasil penelusuran Pansus menjelaskan masuk dalam wilayah laut dan di tengah-tengah itu terlihat ada tambak warga. “Posisinya sangat dekat dengan laut, dan itu diduga keras jelas-jelas wilayah laut yang merupakan lahan negara. Oleh karenanya, pihak yang memasang papan nama soal tanah itu dijual akan dipanggil oleh Pansus untuk dimintai keterangannya,” tegas Armansyah.


Ketua Pansus Kawasan Amahami, H. Armansyah, SE
Dugaan aktivitas kriminal yang terjadi di kawasan Amahami tersebut, diakuinya juga terkait pembabatan hutang mangrove, pengkavlingan laut yang kemudian menjadi milik perorangan. “Pansus telah mengantongi 15 lembar sertifikat di dalam kawasan Amahami. Sertifikat ini diduga diterbitkan secara sporadic dan akan kami panggil pihak BPN untuk menjelaskan di depan Pansus. “Akan ada pihak yang kami panggil untuk menjelaskan baik soal riwayat kawasan itu, pemilik sertifikat maupun pihak BPN yang diduga mengeluarkan sertifikat secara sporadic,” papar Armansyah.

Sementara itu, Iskandar yang tertera nomor handphonennya pada papan nama tanah dijual itu membantah keras bahwa lahan tersebut adalah milik negara. “Nomor handphone yang tertera pada papan nama tersebut adalah milik saya. Tanah itu adalah milik Om saya yang namanya M. Saleh. Tanah sudah bersertifikat, tetapi saya tidak tahu alur proses sertifikatnya diterbitkan. Saya tinggal di Kelurahan Dara Kota Bima, dan disuruh menjual tanah seluas 43 are itu,” katanya.

Iskandar mengatakan, tanah tersebut sudah dibangun tambak dan sama sekali dengan tanah yang sekarang sedang dibahas oleh Pansus DPRD Kota Bima. “Tanah yang sedang ditelusuri oleh Pansus itu bukan di tanah yang sedang kami jual. Tetapi tanah yang berada di kawasan Amahami di sekitar pasar di sekitar jalan lingkar yang baru dibangun oleh Pemerintah. Jika Pansus menyatakan bahwa tanah kami tersebut adalah milik negara, maka kami siap memperdebatkannya. Karena, kami telah memiliki sertifikat resmi,” tegasnya.

Lahan di Kawasan Amahami Yang Ditimbun dan Dikuasai Oleh Perorangan
Ditanya tentang siapa yang melakukan penimbunan wilayah laut di sebelah selatan tanah milik omnya itu, Iskandar mengaku tidak tahu. “Apakah tanah di lokasi dibangunnya rumah panggung warga itu merupakan milik negara atau sebaliknya, saya tidak tahu. Saya hanya berbicara soal tanah yang mau dijual itu. Dan tanah itu milik Om saya yang sudah memiliki sertifikat resmi. Soal itu, saya berani mempertanggungjawabkannya dan siap menghadap Pansus DPRD Kota Bima jika dipanggil,” paparnya.

Salah seorang Ketua RW di Kelurahan Dara yakni Herman M.Pd yang dimintai komentarnya menduga bahwa tanah yang mau dijual itu adalah lahan milik negara. “Dulu itu kawasan laut, dan tahun 1990 juga masih terlihat laut di sana. Lokasi tanah itu juga sangat dekat dengan laut. Jika mereka mengaku bahwa tanah tersebut sudah bersertifikat menjadi milik pribadi, maka tunjukan sertifikatnya dan jelaskan tentang bagaimana alur proses hal itu diterbitkan,” desak Herman.

Di sepanjang jalan di sebelah selatan tanah tersebut juga merupakan lahan negara yang sudah ditimbun oleh sejumlah orang. Rumah panggung yang berdiri di sana adalah miliknya Lia warga Tanjung yang nantinya akan digusur oleh Pemkot Bima.

“Mereka menimbun kawasan laut menjadi hak milik pribadi. Dan kawasan Amahami itu, semuanya sudah ditimbun menjadi milik pribadi. Ada yang sudah memiliki sertifikat sebagai hak milik dan ada pula yang masih menggunakan SPPT. Yang jelas, SPPT tersebut diterbitkan di atas kawasan laut yang merupakan tanah milik negara. Jujur, kami warga Dara tidak ingin memiliki sejengkalpun tanah negara di sana. Kecuali, berkewajiban menjaga dan membantu mengamankan aset negara dan kemudian dikembalikan penguasaannya oleh Pemerintah,” tegas Herman.

Kawasan Amahami Yang Kinin Telah Dikuasai Atan Nama Perorangan
Herman mendesak, negara harus segera bertindak tegas atas penguasaan kawasan laut yang dikuasai oleh orang per orang tersebut. Upaya Pansus soal Amahami yang sedang bekerja maksimal untuk menelusuri soal itu, pun dipersiasi secara baik oleh pihaknya.

“Pak Jaidun yang pernah bekerja pada BPN Kota Bima sangat perlu dipanggil untuk dimintai keterangannya tentang lahirnya sertifikat secara sporadik di atas lahan negara di kawasan Amahami itu. Hal yang sama, juga harus dilakukan oleh Pansus kepada seluruh pemilik lahan yang ada di sana,’ desaknya.

Dalam catatannya, pihaknya telah mengantongi surat edaran Walikota Bima yang melarang keras menimbun serta membangun di kawasan Amahami karena lokasi itu masih berstatus sebagai lahan negara. “Surat edarannya ada di kami. Dan kami juga tahu siapa saja pemilik lahan yang ada di kawasan Amahami itu,” terang Herman.

Herman menambahkan, tanah yang hendak dikuasai oleh Akhyar Anwar di seluas 54 are di blok 70 kawasasan Amahami merupapakan aset pemkot Bima yang diserahkan secara resmi oleh Pemkab Bima beberapa tahun silam. "Itu tanah milik Pemkot Bima yang telah memiliki dokumen lengkap soal penyerahan aset dari Pemkab Bima. Saya juga mendengar bahwa Pemkot Bima akan segera menertibkan hal itu," pungkasnya.

Sementara itu, salah seorang pemilik lahan di kawasan Amahami yakni Sakura H. Abidin mengaku bahwa dirinya memperoleh lokasi itu dari Almarhum H. Amin Darusman dan Ilyas. Total uang yang dikeluarkannya untuk membeli tanah di kawasan Amahami tersebut adalah sebesar Rp17,5 juta. “Sudah lama saya membeli tanah itu kepada keduanya. Hanya saja, tanah tersebut sampai sekarang belum disertifikat dan belum juga diterbitkan SPPTnya. Padahal, saya menyuruh orang untuk mengurus hal itu,” katanya.

Sakura menandaskan, yang dijual oleh Almarhum H. Amin darusman dan Ilyas kepadanya saat itu adalah laut. Namun, setelah itu Sakura mengaku melakukan penimbunan dengan mengeluarkan uang pribadi dengan nilai yang tak sedikit.

“Kalau saya tidak diperbolehkan untuk menguasai lahan tersebut karena alasan masih berstatus sebagai milik negara lantas kenapa Adi juga bisa. Bukan saya saja kok yang menguasai lahan di sana, tetapi juga ada yang lainnya,” ungkap Sakura tanpa menjelaskan identitas orang bernama Adi yang ia sebutkan.

Sakura kembali menegaskan, Negara tidak boleh serta mengambil begitu saja tanah di kawasan Amahami yang sedang dikuasainya itu. Sebab, dirinya membeli dari Almarhum H. Amin Daruslan dan Ilyas. Dan, dirinya telah mengeluarkan biasa untuk melakukan penimbunan terhadap tanah dimaksud. “Kalau negara mau mengambil tanah itu, saya harus menuntut ganti rugi,” pungkas Sakura. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.