Wow, Berkat Pisang Aroma Si Manis Lusi Punya Dua Karyawan-Membiayai Kuliah Adik Kandungnya

Lusi (kanan) bersama ayah kandungnya (Supeno)
Visioner Berita Kota Bima-Di tengah keramain di deretan penjual gorengan, makanan dan lainnya di sebelah barat Losmen Komodo Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima ada seorang wanita cantik, manis, berkulit sawo matang, ramah dan murah senyum. Usut punya usut, si lajang yang lahir dari perpaduan Jawa-Madura ini diketahui bernama Lusi.

Pun Lusi tinggal bersama kedua orang tuanya di Kampung Sumbawa Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat-Kota Bima. Sang ayah bekerja sebagai mekanik pada salah satu Pengusaha transportasi antar kota dan antar Provinsi di Kota Bima. Sementara ibunya membuka usaha kecil-kecilan (kios) di rumahnya.

Sementara Lusi, tercatat sudah bertahun-tahun lamanya menjual pisang aroma dan pisang molen menggunakan rombong sederhana yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Saat dihampiri Visioner beberapa waktu lalu, Lusi mengaku bahwa modal awal untuk membeli bahan untuk pembuatan pisang aroma dan pisang molen ini seperti terigu, garam, kacang ijo, pisang kepuk, pisang emas, gula, mentega, masako, serta kertas dan plastik pembungkus diakui tidaklah terlalu besar. “Total nilai modal awalnya hanya Rp837 ribu. Sementara total biaya yang dikeluarkan termasuk untuk pembuatan rombong ini sebesar Rp7.337 juta,” terang Lusi.  

Sementara kereta dorong yang dilengkapi dengan wajan dan kompor diakuinya dibelinya dari salah seorang warga yang saat hendak bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Luar Negeri senilai Rp1,5 juta. “Semua peralatan yang saya beli dari TKW tersebut terlihat kurang bagus, namun kini sudah terlihat rapi karena sudah diperbaiki,” tandas Lusi.

Lusi kemudian menjelaskan, dari hasil penjualan pisang aroma dan pisang molen pada setiap harinya bisa mencapai Rp1,8 juta. “Setiap harinya, saya menjual pisang aroma dan pisang molen di sini dimulai dari pukul 16.00 Wita-23.00 Wita. Alhamdulillah, keuntungan yang saya dapatkan dari usaha ini banyak dan telah ditabung. Dari hasil usaha ini, juga saya gunakan untuk membiayai adik saya yang sekarang sedang kuliah di Unisma,” terang Lusi.

Jauh sebelum menekuni usaha ini, Lusi mengaku pernah menjual es campur dan bakso. Namun usaha pisang aroma dan pisang molen ini, keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar ketimbang berjualan bakso maupun es campur.

Lusi Ditemani Ayahnya Sedang Melayani Salah seorang Pembeli Bernama Gilang
“Kendati proses pembuatan pisang aroma ini tergolong ribet, namun Alhamdulillah keuntungan diperoleh dari hasil penjualannya lebih besar dari usaha es campur dan bakso. Setelah merasakan hasil yang diperoleh dari usaha ini, Insya Allah saya tidak ingin berpindah profesi ke usaha lain. Sekali lagi, saya semakin betah dengan usaha ini,” ucap anak ketiga dari empat bersaudara ini.

Pada moment bincang-bincang ringan dengan Visioner tersebut, Lusi mengungkap sesuatu yang dinilai mengejutkan. Yakni memiliki dua orang karyawan dan tentu saja tiap bulannya digaji. “Satu orang karyawan lama bernama Eka ini, satu bulan digaji sebesar Rp1,2 juta. Sementara karyawan baru yang bernama Santi, digaji Rp30 ribu per hari. Gaji yang diberikan kepadanya diperoleh dari hasil penjualan pisang aroma dan pisang molen,” sebutnya.

Lusi berdagang di lokasi itu, tentu saja membutuhkan alat penarangan (listrik). Terkait hal itu, meteran listrik untuk keperluan Lusi dipasang oleh pihak PLN Bima. “Soal listrik ini, saya hanya setiap waktu saya hanya mengeluarkan uang sebesar Rp20 ribu untuk mengisi pulsanya. Kalau pulsanya sudah habis, ya saya isi ulang senilai Rp20 ribu,” kata Lusi.

Lusi kemudian bercerita, sejak kecil didik untuk bermandiri oleh kedua orang tuanya. Pahit-manis berjuang untuk menyambung hidup melalui dunia usaha ini, diakuinya telah dilewatinya. “Insya Allah usaha akan sampai pada tujuannya jika kita mengawalinya dengan niat, tekun, ulet, jujur, bertanggungjawab dan baik dengan semua orang. Untung-rugi dalam dunia usaha, itu hal biasa dan tentu saja dialami oleh siapa saja yang terlibat di dalamnya. Saat dihadapkan dengan kerugian, kita tidak boleh kapok. Tetapi harus terus berusaha, Insya Allah suatu waktu rezeki itu akan kita rasakan juga. Dan dalam setiap menjalankan usaha, rasa malu itu harus disingkirkan sejauh mungkin,” tuturnya.  

Menekuni usaha pisang aroma dan pisang molen ini, diakuinya sudah lebih dari 10 lamanya. Setiap malam tepatnya usai berdagang di lokasi itu, Lusi mengaku harus membawa pulang gerobak dengan cara mendorongnya sendiri.

“Alhamdulillah ditabung, menggaji dua orang karyawan dan membiayai kuliah adik di Unisma-hasil yang diperoleh dari usaha pisang wangi dan pisang molen ini juga digunakan untuk beli rumah. Terimakasih kepada kedua orang tua karena telah membimbing saya sejak kecil sampai saat ini untuk berdikari. Dan ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada para pembeli. Sebab, dari merekalah saya bisa menggaji dua orang karyawan, menabung sebahagian rezeki, membantu biaya kulaih adik saya di Unisma dan membeli rumah,” pungkas Lusi.

Sekedar catatan, setidaknya kisah nyata soal Lusi ini memiliki makna penting bagi anak-anak muda khususna di Bima yang “trend dengan budaya menggantungkan satu-satunya harapan hidup melalui dunia Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tenaga Sukarela maupun tenaga Honorer dan memposisikan pakaian KEKI akrab dengan nilai kebanggaan”. Sementara era globalisasi dan Afta saat ini, angka pengangguran khususnya di kalangan generasi muda dari tahun ke tahun semakin meningkat.  

Hal itu, dinilai sebagai cerminan bahwa kopentisi bagi keberlangsung hidup khususnya di kalangan generasi muda di era globalisasi-Afta ini kian ketat. Sementara menggantung satu-satunya harapan hidup kepada PNS, Tenaga Honorer maupun Tenaga Sukarela adalah hak setiap orang. Namun mendapatkan hal itu, tidak semudah membalikan telapak tangan. Tetapi, “membutuhkan peran-peran tertentu”. Namun hasil yang dicapai melalui jalur itu, acapkali disebut-sebut tak mampu mencukupi kebutuhan hidup.

Sementara kisah nyata soal Lusi dan banyak orang yang sukses melalui dunia wirausaha, hasil yang diperolehnya diakui jauh besar dari PNS, Tenaga Honorer maupun Tenaga Sukarela. Dan kisah nyata tentang Lusi ini, setidaknya dapat dijadikan sebagai sarana untuk meretas “budaya gengsi memburu profesi sebagai PNS, Tenaga Honore maupun Tenaga Sukarela”. Sebab, Tuhan (Allah SWT) sudah menyediakan ruang-ruang besar pada jalur lainnya bagi setiap orang untuk berusaha bagi keberlangsungan hidup dan kehidupannya, semuanya tergantung sungguh kepada NIAT!. (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.