Anjlok Drastis, Harga Jagung Diduga “Dipermainkan”

Ilustrasi Petani Jagung.
Visioner Berita Kabupaten Bima-Harga jagung di tingkat petani khususnya di wilayah Bima semakin turun seiring meluasnya area panen. Serangan hama ulat dan rendahnya serapan industri membuat harga jagung dari petani jadi tidak optimal. Nasib petani jagung semakin terpuruk.
Sekitar ribuan hektar lahan tanaman jagung petani khususnya di wilayah Bima, tengah memasuki masa panen. Namun sayangnya, harga komoditas unggulan tersebut anjlok di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Mereka kini terancam mengalami kerugian, apalagi dengan menurunnya produktivitas jagung akibat serangan hama.
Salahsatu Petani di Bima yang tidak ingin dipublikasikan namanya, kepada visioner, Senin (1/6/2020) menyampaikan, pada akhir Maret kemarin harga perkilogram jagung pipil kering panen tembus Rp4.200. Itu nilai pembelian tengkulak di lapangan atau lahan. Ketika dibawa langsung sendiri ke gudang harganya tentu berubah, bisa mencapai Rp4.600/Kg.
Tapi faktanya, harga pembelian tersebut rupanya tidak bertahan lama, seiring meningkatnya ancaman penyebaran pandemi Covid-19 di wilayah ini. Dari awal April nilai pengambilan tengkulak terus bekurang tiap pekannya, sekarang pada angka Rp2.800-2.900/Kg. “Harga Rp2.800-2.900 ini di lokasi, di Bulan berikutnya kemungkinan turun lagi,” jelasnya kepada visioner, Senin (1/6/2020).
Tak diketahui pasti penyebab turunnya harga komoditas unggulan tersebut. Apakah imbas penyebaran Covid-19 atau memang sengaja dipermainkan oknum pengusaha gudang dan tengkulak dan sebagainya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, membuat dirinya mengalami kerugian besar jika melihat beban biaya produksi yang dikeluarkan selama ini. Mulai dari kebutuhan pupuk, obat-obatan, biaya tanam dan keperluan lain yang notabene tak bisa ditawar.
Kian parah keadaannya karena produktifitas hasil pertanian jagung kini menurun signifikan akibat serangan hama ulat grayak beberapa waktu lalu. “Syukurnya masih ada jagung yang bisa dipanen tahun ini. Intinya tahun ini petani mengalami kerugian, hasil penen sedikit harganya juga rendah. Itukan tidak seimbang dengan biaya produksi seperti untuk obat, pupuk dan sebagainya,” katanya.
Atas kondisi prihatin ini, Pemerintah Daerah (Pemda) mestinya tidak tinggal diam. Tetapi hadir memberi solusi terbaik agar petani jagung tak sampai jera bercocok tanam.
Harapan serupa juga disampaikan petani lainnya, ia menduga pandemi Covid-19 ini sengaja dimanfaatkan oknum pengusaha untuk memainkan harga jagung. Pasalnya, temuan di lapangan jagung-jagung yang sudah masuk gudang tetap dikirim keluar daerah lewat kapal barang di pelabuhan. “Jadi sebetulnya kan tidak ada pengaruh apa-apa. Makanya harapan saya Pemerintah turun tangan melihat persoalan ini, mencari tahu apa penyebabnya, jangan sampai kondisi ini dimanfaatkan dan akhirnya petani rugi,” pungkasnya.(FAHRIZ)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.