Ratusan Juta Uang Dari Dugaan Mafia Retribusi Pasar Tente Diserahkan ke Kasda


Moment Penyerahan Uang Tagihan Dari Wajib Retribusi Pasar Tente Oleh JPN ke Pihak Dinas Perindag Kabupaten Bima di Ruang Kerja Kasi Datun Kejari Raba-Bima  (1/3/2021)

Visioner Berita Kabupaten Bima-Kinerja pihak Dinas Perindag Kabupaten Bima melalui KUPT pasar Tente bersama Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Negeri Raba-Bima dalam menagih tungakan retribusi sejak tahun 2008 hingga 2020, diapresiasi ol;eh banyak pihak. Ratusan juta uang dari wajib retribusi berhasil dikumpulkan dalam waktu sekitar dua minggu.

Pada kerjasama yang dibangun antara pihak Disperindag Kabupaten Bima dengan pihak JPN tersebut, penagihan yang dilakukan sejak tanggal 15-27 Pebruari 2021 berhasil mengumpulkan anggaran lebih dari Rp200 juta dari wajib retribusi yang nungga sejak tahun 2008 hingga 2020.

Kendati demikian, pihak JPN yang juga melibatkan Dinas Perindag Kabupaten Bima tersebut, hingga kini diakui masih melakukan penagihan terhadap penunggak retribusi yang sudah sekian lama terjadi. Sebab, total tunggakan yang terjadi sejak tahun 2008 hingga 2020 tersebut, yakni sekitar Rp600 juta lebih.  

Senin (1/3/2020), Visioner menyaksikan peristiwa menarik di ruang kerja Kasi Datun Kejari Raba-Bima, Raka Buntasing P, SH, MHLi. Yakni kehadiran Kabid Pengelolaan Pasar pada Dinas Perindag Kabupaten Bima yakni M. Ikhsan bersama dua orang pegawainya.

Usut punya usut, ternyata pada moment tersebut dilakukan serah terima uang tagihan retribusi dari pasar Tente dari JPN ke Dinas Perindag Kabupaten Bima sebesar Rp200 juta lebih dan kemudian akan dikembalikan ke Kas Daerah (Kasda) Kabupaten Bima.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Raba-Bima melalui Kasi Datun, Raka Buntasing P, SH, MHLi pun membenarkan hal itu.

“Hari ini kami menyerahkan uang sebesar Rp200 juta lebih kepada pihak Dinas Perindag Kabupaten Bima, dan selanjutnya uang tersebut dimasukan kembali ke Kasda Kabupaten Bima. Uang tersebut bersumber dari tagihan yang kami lakukan kepada wajib retribusi pasar Tente yang tunggakanya dimulai sejak tahun 2008 hingga tahun 2020,” ungkap Raka.

Raka kemudian menegaskan, upaya penagihan kepada para penunggak retribusi di pasar Tente tersebut masih terus dilakukan dan direncanakan akan selesai pada akhir Maret 2021. Sementara angka Rp200 juta lebih yang sudah dikembalikan ke Kasda Kabupaten Bima tersebut adalah hasil tagihan yang dilakukan mulai tanggal 15-27 Perbruari 2021.

“Alhamdulillah, hari ini (1/3/2020) ada beberapa penunggak retribusi di pasar Tente yang datang membayar ke Kantor Kejari Raba-Bima ini. Namun angka setoran mereka hari ini, tentu saja belum bisa kami jelaskan kepada rekan-rekan Wartawan. Yang jelas, kami akan terus melakukan penagihan sampai dengan batas waktu yang direncanakan. Yakni sampai dengan akhir Maret 2021. Oleh sebab itu, kami himbau kepada para wajib retribusi pasar Tente agar menuntaskan tunggakanya sampai dengan batas waktu yang kami tentukan,” imbuhnya.

Kasi Datun yang dikenal dengan Awak Media dan berbagai elemen masyarakat ini mengungkap, berbagai masalah yang terjadi di pasar Tente adalah benar adanya, dan tidak bisa dibantah oleh siapapun. Yakni mulai dari soal penunggakan tunggakan retribusi oleh pelaku pasar, soal sampah yang memicu kekumuhanya, dugaan jual-beli SIM T dan lainya.

Masalah-masalah tersebut, diakuinya bukan hal baru. Tetapi, terjadi sejak lama dan masih berlangsung hingga saat ini. Oleh sebab itu, dari kerjasama yang dibangun oleh pihaknya dengan pihak Dinas Perindag Kabupaten Bima dan KUPT Pasar Tente maka langkah awal yang dilaksanakan adalah pendekatan persuasif dengan para pelaku pasar.

“Kerjasama yang dilakukan dalam hal ini, masih mengacu kepada MoU induk yang ditandatangani secara resmi oleh pihak JPN Kejari Raba-Bima dengan Pemkab Bima setahun silam. Langkah-langkah awal yang kami lakukan terkait penagihan retribusi kepada para penunggaknya itu masih bersifat persuasif dengan mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya adalah mempertimbangkan aspek kemanusiaan,” terang Raka.

Sementara kendala yang dihadapinya selama melakukan penagihan retribusi kepada para penunggaknya tersebut, salah satunya ada penunggak yang mengaku belum memiliki uang. Oleh sebab itu, pihaknya masih memberikan kesempatan untuk agar yang bersangkutan bisa menyetornya sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan (akhir Maret 2021).

Terkait berbagai persoalan yang terjadi di pasar Tente, langkah opsi yang harus dilaksanakan adalah penertiban. Upaya penertiban tersebut, bukan saja melibatkan Sat Pol PP, tetapi juga TNI dan Polri. Upaya penertiban yang sama juga harus dilakukan di pasar Bolo dan Pasar Sape.

“Semua yang ada di pasar termasuk masalah retribusi dan para penagihnya harus kita tertibkan terlebih dahulu. Ini langkah preventifnya supaya mafia-mafia sebagaimana yang diberitakan sebelumnya tak lagi tumbuh dan berkembang. Sehingga ke depanya ada save diffent dari teman-teman yang ada di pasar iu sendiri,” imbuhnya.

Selama pihaknya turun di pasar Tente dalam waktu dua minggu terakhir ini, diakuinya ada permasalahan yang mencuat. Tentunya permasalahan tersebut, yang didahulukan adalah langkah preventif, bukan represif.

“Namun ketika ada di pasar itu ada dugaan dan hal itu bisa dipertanggungjawabkan, maka secara otomatif kami di Datun akan menyerahkan penangananya kepada Kasi Intel atau Kasi Pidsus Kejari Raba-Bima. Yang jelas, kami mendampingi Dinas Perindag Kabupaten Bima, lebih kepada menertibkan masyarakat. Sekali lagi yang diutamakan adalah masyarakatnya. Kalau masyarakatnya tertib, tentu saja tidak bisa dipengaruhi oleh yang diduga oknum dan lainya,” jelas Raka.

Rujukan JPN mendamipingi soal ini, maka ketika upaya penagihan dan lainya tentu saja selanjutnya akan ada upaya semacam pemutihan.

“Pemutihan tersebut adalah semacam penertiban ulang termasuk SIM T dan lainya. Tentunya hal itu akan kami koordinasikan dengan pihak Dinas Perindag Kabupaten Bima, selanjutnya kami akan mengeluarkan legal opinion (pendapat hukum) setelah melakukan pendampingan hukum,’ tuturnya.

Pendampingan hukumnya adalah dalam rangka pnertiban retribusi, pendapat hukumnya adalah dalam rangka sebaik-baiknya Dinas Perindag mengelola pasar di Tente dan pasar-pasar lainya yang ada di Kabupaten Bima.

“Begitu juga halnya dengan menyikapi soal dugaan mafia yang ada di pasar Sape dan Bolo. Jika Dinas Perindag meminta JPN untuk membantu hal itu, tentu saja kami siap. Yang jelas, kami sebagai JPN tetap bekerja secara optimal, anggaranya pun real cost, dan yang berhasil kami tagih dalam dua minggu itu sudah lebih dari Rp200 juta,” ulasnya.

Dari para penunggak retribusi di pasar Tente, diakuinya sudah ada yang datang ke Kantor Kejaksaan untuk membayar tunggakan. Ada yang sudah hadir namun tidak memunyai uang, oleh sebab itu pihaknya memberikan tenggang waktu sampai akhir Maret 2021.

“Kita berikan keleluasaan bagi teman-teman tersebut agar bagaimana mereka melunasi tunggakanya sampai akhir Maret 2021,” desaknya.

Tak hanya soal itu, ada juga beberapa masalah yang terjadi di sekitar Terminal Tente yang ternyata mereka tidak memiliki SIM T namun sudah menempatinya selama bertahun-tahun.

“Nah, itu salah satunya yang akan kita bahas dalam LO kita yang akan diserahkan kepada Dinas Perindag Kabupaten Bima,” urainya.

Tentang tunggakan wajib retribusi di pasar Tente yang terjadi sejak lama dan bahkan masih berlangsung sampai sekarang, Raka menyatakan bahwa kesalahanya bukan saja terletak kepada para pedagang. Tetapi, juga terletak pada juru pungutnya.

“Jangan serta-merta menyalahkan mereka, tetapi lihat juga soal juru pungutnya. Yang kami lihat, belum ada regulasi yang mengatur mengenai regulasi yang mengatur mengenai tenggang waktu pungutan tersebut, misalnya dari tanggal sekian ke tanggal sekian. Mereka (juru pungut) hanya melakukan taguhan per tanggal 15 ke atas pada setiap bulanya,” ungkap Raka.

Untuk membenahi hal tersebut, salah satu LO yang akan diberikan oleh pihaknya nantinya tentu saja akan memberikan regulasi bahwa pedagang harus membayar retribusi atau kios dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 5 pada setiap bulanya. “Di situlah letak kita mentertibkanya,” papar Raka.

Raka kemudian menerangkan, dalam melaksanakan tugas terkait itu tetap mengedepankan istilah dalam bahasa Belanda yakni “Rehmateh Gedad dan Dogmateh Gedad”. Rehmateh Gedad itu adalah mengacuh kepada aturan atau UU yang berlaku (Perda, Perbup dan lainya). Sementara “Dogmateh Gedad” adalah adat, kebiasan atau adat tidak tertulis yang ada di luar UU.

“Menyikapi soal ini ke dalam gubuk-gubuk liar yang ada di pasar Tente, kita harus melihat dulu dari “Dogmateh Gedadnya”. Apa yang ada di situ, bangunan itu berdiri di mana ataukah berdiri di tanahnya milik negara. Kita harus melihat disitu, dan harus dilihat pula batasanya. Ketika itu gubuk-gubuk yang semrawaut itu berdiri di atas tanahnya sendiri maka kita harus mentaatinya, maksudnya kita harus melihat regulasinya. Maksudnya yang bersangkutan memiliki IMB atau tidak (sifatnya administratif),” urainya lagi.

Namun ketiga gubuk-gubuk dimaksud berdiri di atas tanah negara seperti di pasar dan kemudian para pemiliknya melakukan berbagai aktivitas, maka boleh ditertibkan.

“Namun kita juga harus memperhatikan keadaan masyarakat sekarang ini. Maksudnya apakah mereka sudah bisa tertibkan, atau itu yang ada sinergitasnya dengan urusan perut. Ketika hal itu ada kaitanya dengan soal perut, maka tentu saja repot. Dan dari Pemkab Bima pun akan kerepotan menghadapi mereka, sebab sekarang kita sedangdihadapkan dengan peristiwa pandemi Covid-19,” kata Raka.

Kedua, ketika penertiban dilakukan di tengah kondisi saat ini (Covid-19) tentu saja harus memikirkan tentang dampaknya (menimbulkan kegaduhan atau tidak).

“Artinya, sebelum penertiban tersebut dilakukan maka yang diutamakn adalah melakukan pendekatan secara kemanusiaan terlebih dahulu. Para pelaku pasar harus diberikan pemahaman tentang regulasi dan lainya agar mereka bisa mengerti (persuasif), bukan represif. Sekali lagi, kita diskusikan terlebih dahulu dengan para pelaku pasar di sana, Insya Allah semuanya bisa dilewati,” tegas Raka.

Kembali ke soal upaya penagihan yang dilakukan oleh pihak JPN di pasar Tente, Raka menegaskan bahwa target capainya harus terarah dan terukur.

“Misalnya dalam waktu setengah bulan dari Rp600 lebih juta, itu targetnya harus terarah dan terukur. Ketika memang di dalam dua minggu, kalau Rp600 lebih juta berarti target kami harus Rp200 lebih juta. Jadi apa yang kami lakukan dalam dua minggu itu, berarti sudah melebih target. Jika dua minggu ke depan kami bisa menagih lebih dariRp200 juta, dan demikian pula pada dua minggu selanjutnya sampai dengan akhir Maret 2021-maka semuanya tuntas,” harapnya.

Jika total tagihan di pasar Tente itu bisa dituntaskan sampai dengan akhir Marte 2021, maka selanjutnya pihaknya akan kembali turun ke sana dalam rangka melakukan penertiban.

“Sebenarnya tidak ada kendala yang kami temukan selama melakukan tagihan retribusi tersebut. Namun, kami juga merasa kasihan terhadap masyarakat yang sekarangtengah dihadapkan dengan Covid-19. Jujur saja, sesungguhnya para pelaku pasar yang nunggak tersebut memiliki kepedulian. Maunya mereka Jaksa yang menagih, tetapi karena kondisi Covid-19 sekarang tentu saja kami tidak bisa saklek menertibkan ini,” ucap Raka.

Terkait berbagai persoalan yang terjadi di pasar Tente itu, Raka mengaku punya cita-cita. “Ketika nanti semuanya sudah selesai, saya harus menuruti apa yang menjadi keinginan masyarakat ke tika kami turun ke sana. Kami turun nantinya yakni untuk melihat adanya bangunan tambahan yang menutupi jalan, jalanya jadi sempit dan ada juga yang memicu terjadinyakebanjiran dan lainya.Opsinya, nanti harus ada penanganan yang sangat spesifik khusus untuk pasar Tente yang melibatkan Sat Pol PP, TNI dan Polri serta pihak Dinas Perindag Kabupaten Bima,” pungkas Raka. (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.