Oknum Kades Oitui Dituntut 7 Tahun Penjara, Ini Reaksi Tegas LPA dan Peksos-Keluarga Korban Bakal Demo Kejaksaan

Sekjend LPA Kabupaten Bima, Safrin (Kiri) dan Peksos Anak Kabupaten Bima, Abdurrahman Hidayat (Kanan)

Visioner Berita Kota Bima-Kasus dugaan persetubuhan antara oknum Kades Oitui Kecamatan Wera-Kabupaten Bima, Sudirman alis One dengan anak dibawah umur, tercatat sebagai salah satu peristiwa viral terutama di beranda Media Sosial. Berbagai pihak khususnya para Nitizen memberikan tanggapan keras dan beragam.

Antara lain, oknum Kades tersebut harus dihukum dengan seberat-beratnya agar menjadi pelajaran berharga oleh para pihak. Selain itu, Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota dibawah Kendali Kasat Reskrim setempat yakni Iptu Muhammad Reyendra Rizqiila Abadi Putra, S.T.K, S.IK pun telah membuktikan hasil kerja terbaiknya.

Yakni melakukan serangkaian penyelidikan secara akurat dan mendalam hingga menetapkan One sebagai tersangka dan kemudian ditahan secra resmi di dalam sel tahanan Polres Bima Kota. Seiring dengan perjalanan waktu, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima pun telah menyatakan bahwa unsur tindak pidana keterlibatan One dalam kasus ini telah terpenuhi. Dan selanjutnya pihak Kejari Bima menyatakan P-21 terkait perkara dimaksud.

Rangkaian liputan Media Online www.visionerbima.com melaporkan, kasus tersebut sudah berkali-kali disidangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima. Beberapa hari lalu, kasus ini memasuki sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bima.

Pada moment persidangan pembacaan tuntutan oleh JPU terkait kasus itu, JPU menuntut One 7 tahun penjara. 7 tahun penjara yang dibacakan oleh JPU tersebut, dijelaskan telah sesuai dengan pertimbangan sekaligus ketentuan hukum yang berlaku. Namun demikian, pihak keluarga menegaskan bahwa tuntutan tersebut terlalu rendah. Dan atas penilaian rendah soal tuntutan tersebut, keluarga korban menyatakan akan menggelar aksi demonstrasi di saat sidang pembacaan terkait kasus itu.

Terkait penilaian rendahnya tuntutan tersebut, Ketua LPA Kabupaten Bima melalui Sekjendnya, Safrin dan pihak Peksos Anak Kabupaten Bima, Abdurrahman Hidayat menanggapinya secara tegas. Safrin menegaskan bahwa tuntutan itu telah menciderai hak, perasaan dan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Dan rendahnya tuntutan tersebut ditegaskannya tidak berbanding lurus dengan tanggungjawab Jaksa yang juga bertindak sebagai Pengacara Anak.

“Itu sangat keji tidak logis bahkan di luar nalar. Dan tuntutan itu tidak sesuai dengan ketentuan yang telah dituangkan dan diberlakukan dalam UU Perlindungan Anak. Dan tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta yang tertuang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah diakui oleh para pihak,” tegas Safrin kepada Media ini, Kamis (15/9/2022).

Di dalam BAP terkait kasus ini yang telah dinyatakan P-21 pihak Kejaksaan ungkap Safrin, terdakwa mengakui pergi ke 5 Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dan di 5 TKP tersebut, terdakwa selalu berempat yakni terdakwa, Sidon, Liling Siska Indah dan korban. Namun Safrin menyatakan tidak mengetahui tentang terjadinya peristiwa persetubuhan antara korban dengan One di 5 TKP itu.

“Tetapi kepada kami (LPA), korban mengaku disetubuhi oleh terdakwa di 5 TKP itu. Dan hasil visum terhadap korban terkait kasus ini mengungkap adanya luka pada bagian tertentu korban. Dalam kasus ini juga diduga adanya persekongkolan jahat antara dua orang saksi kunci dengan terdakwa. Dugaan tersebut ditemukan di moment persidangan kasus ini oleh pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima,” duga Safrin.

Rendahnya tuntutan tersebut tudingnya, pihak Kejaksaan selaku Pengacara Anak justeru mencubit rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Dan tuntutan tersebut ditegaskannya sangat tidak logis.

“Rendahnya tuntutan Jaksa terkait kasus ini di Bima, sesungguhnya bukan hal baru. Tetapi kami justeru mengapresiasi kepada pihak Majelis Hakim yang memutuskan perkara anak dengan cara memvonis penjara bagi para terdakwanya yang sangat maksimal. Ada yang divonis hukuman mati, hukuman seumur hidup hingga puluhan tahun penjara,” ungkap Safrin.

Jika melihat dari koronologis kejadian dari peristiwa dimaksud ungkapnya, ke 5 TKP dimaksud korban selalu berempat.Yakni korban, terdakwa, Sidon, dan Liling Siska Indah. Namun perlakuan hukum terhadap dua orang saksi kunci itu (Sidon dan Liling Siska Indah) pun dinilainya tidak jelas.

“Status hukum terhadap kedua saksi kunci tersebut pun tidak jelas. Apakah keduanya itu turut serta dalam persekongkolan jahat dalam kasus ini, pun tidak jelas. Padahal yang selalu menjemput dan mengantar pulang korban dari TKP tersebut adalah 2 saksi kunci dimaksud,” tandas Safrin.

Lagi-lagi soal penilaian rendahnya tuntutan jaksa tersebut, Safrin menitipkan harapan besarnya kepada pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima. Yakni memvonis terdakwa dengan hukuman yang seberat-beratnya.

“One itu berstatus sebagai Kepala Desa (Kades) di Oitui. Sebagai Kades, maka dia memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak dibawah umur. Tetapi yang terjadi justeri tidak demikian. Malah One diduga melakukan perbuatan tak lazim terhadap korban yang masih dibawah umur tersebut. Untuk itu, kami sangat berharap agar pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima menghukum One dengan seberat-beratnya,” harapnya lagi.

Safri kembali membeberkan, pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima telah memrintahkan pihak Kejaksaan setempat untuk memproses Sidon dan Liling Siska Indah secara hukum atas dugaan memberikan keterangan palsu di hadapan Majelis Hakim di muka persidangan. Namun sampai detik ini ujar Safri, perintah pihak Majelis Hakim tersebut belum dilaksanakan oleh pihak Kejari Bima.

“Tercatat sudah 2 kali pihak Kejari Bima untuk memproses kedua saksi kunci tersebut secara hukum. Namun sampai saat ini, belum ada taring pihak Kejaksaan itu untuk memproses keduanya secara hukum. Ada apa sesungguhnya itu,” tanyanya dengan nada serius.

Terkait adanya informasi yang menyebutkan bahwa pihak korban akan menggelar aksi demonstrasi dalam waktu dekat terkait penilaian rendahnya tuntutan Jaksa tersebut, diakuinya telah didengar pula oleh pihaknya. Tetapi hal itu, ditegaskanya tidak memiliki korelasi dengan pihaknya.

“Tugas kami dalam kasus ini adalah mendampingi korban mulai dari awal hingga Majelis Hakim PN Raba-Bima memutuskan One dengan hukuman yang seberat-beratnya. Dalam kasus ini, adalah kewajaran bagi One untuk menerima konsekuensi hukum seberat-beratnya karena stausnya sebagai Kades Oitui. Namun atas nama LPA, kami nyatakan kecewa terhadap rendahnya tuntutan Jaksa tersebut,” keluhnya.

Sementara Peksos Anak Kabupaten Bima yang merupakan kepanjangan tangan dari Kemensos RI, Abdurrahman Hidayat yang dimintai tanggapanya juga menegaska bahwa tuntutan Jaksa tersebut sangat rendah dan tidak sejalan dengan ketentuan yang berlaku dalam UU Perlindungan Anak (UU PA).

“Saya fikir, tuntutan Jaksa tersebut sangatlah rendah jika dibandingkan dengan beberapa kasus anak sebelumnya yang justeru dituntut dengan hukuman maksimal. Atas nama Peksos Anak yang selama ini hingga sekarang mendampingi kasus anak, harusnya tuntutan Jaksa itu maksimal dan berjalan berbarengan dengan hukuman maksimal  oleh pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima,” terang Dayat, Kamis (15/9/2022).

Dayat kemudian menegaskan, sejatinya pihak Kejaksaan harus menuntut One secara maksimal. Sebab, One menjabat sebagai Kades Oitui yang seharusnya menjaga dan melindungi anak (korban).

“Awalnya kami berharap agar Jaksa memberlakukan tuntutan maksimal terhadap One (Terdakwa). Namun yang terjadi justeru sebaliknya. Dan dari keterangan korban kepada kami di Peksos Anak, harus Jaksa menuntut One secara maksimal. Sekali lagi, belajar dari Pengalaman selama ini maka Jaksa tuntutan Jaksa harus sejalan dengan putuan pihak Majelis PN Raba-Bima. Tetapi dalam kasus ini, kami sangat berharap agar pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima memutuskan agar One dihukum secara maksimal,” ujar Dayat.

Terkait adanya informasi bahwa pihak keluarga korban akan menggelar aksi demonstrasi terkait penilaian rendahnya tuntan Jaksa tersebut, Dayat mengaku belum mengetahuinya. Dan hal itu diakuinya tidak memiliki keterkaitan dengan Tugas Pokok dan Fungsinya (Topksi) sebagai Peksos Anak.

“Tupoksi kami adalah melakukan pendampingi anak baik sebagai pelaku maupun korban dalam kasus tindak pidana kejahatan, termasuk kasus yang dilakukan oleh oknum Kades Oitui dimaksud. Soal kasus One itu, kami melakukan pendampingan sejak awal dan akan terus mengawasi serta mengawal secara ketat hingga pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima menerapkan keputusan seberat-beratnya kepada One. Kalau menurut kami, One harus dihukum dengan seberat-beratnya. Sebab, terdakwa tersebebut adalah seorang Tokoh yang seharusnya menjaga dan melindungi anak. Tetapi faktanya, Ome justeru diduga keras berbuat tak lazim terhadap anak dibawah umur (korban),” pungkas Dayat.

Perasaan dan rasa keadilan telah tercubit atas penilaian rendahnya tuntutan Jaksa tersebut, juga dikemukakan oleh ayah kandung dari korban. Oleh sebab itu, yang bersangkutan memastikan bahwa dalam waktu dekat akan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Kejari Bima. Dan aksi demonstrasi tersebut, rencananya akan digelar oleh pihaknya pada moment Majelis Hakim PN Raba-Bima menggelar sidang pembacaan putusan nantinya.

“Perasaan dan rasa keadilan bagi kami dilukai oleh tuntutan yang rendah itu. Oleh karenanya, kami sangat keberatan. Untuk itu, dalam waktu dekat kami akan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Kejari Bima. Dan aksi demonstrasi tersebut juga akan kami lakukan di depan gedung PN Raba-Bima. Terkait kasus ini, kata hati dan harapan besar kami letakan kepada pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima. Yakni menjatuhkan hukuman penjara dengan seberat-beratnya kepada One,” desaknya, Kamis (15/9/2022).

Namun pihaknya sangat percaya dan meyakini bahwa pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima akan menjatuhkan vonis penjara secara maksimal kepada One. Sebab, selama ini pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima selalu menjatuhkan hukuman yang santat berat kepada para terdakwa yang terlibat dalam kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur.

“Sekali lagi, kami percaya dan bahkan sangat yakin bahwa pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima memiliki perhatian khusus terkait kasus yang menimpa anak dibawah umur. Untuk itu, kami memohon kepada pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima menjatuhkan hukum yang seberat-beratnya kepada One itu,” pungkasnya.

Sekedar catatan penting, sejak awal penanganan hukum hingga saat ini korban didampingi oleh sejumlah Lembaga yang berkaitan dengan anak dibawah umur. Yakni PUSPA, LPA, Peksos Anak, Relawan Anak NTB, Ahli Psikologi dari Balai Paramita NTB yang merupakan kepanjangan tangan dari Kemnsos RI dan pihak Pemkab Bima melalui DP2AKB Kabupaten Bima. Tak hanya itu, sejak awal hingga saat ini korban didampingi oleh Kuasa Hukumnya dari LBH Bintang dibawah kendali Dedi Susanto, SH. Singkatnya, para pihak tersebut meminta kepada pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada terdakwa (One). (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.