Oknum Kades Potong BLT Rp 300 ribu, Camat Donggo Geram

Camat Donggo.

Visioner Berita Kabupaten Bima-Oknum Kepala Desa Doridungga, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima diduga memotong Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk warganya. Pemotongan itu dilakukan untuk melunasi hutang Pemerintah Desa.

Kecurangan penyaluran bantuan sosial untuk warga miskin ini membuat Camat Donggo, Ardafis geram. Ia pun akan memanggil oknum Kades, Jubair untuk dimintai klarifikasi serta pertanggungjawabannya.

"Pemotongan BLT untuk warga miskin itu tidak diperbolehkan. Yang bersangkutan akan segera saya panggil secara kedinasan untuk dimintai klarifikasi. Kita akan tanya apa dasarnya BLT disunat begitu," kata Ardafis.

Ardafis memyanyangkan ketika bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu justeru diselewengankan dengan dalih untuk melunasi hutang Pemdes.

Karena itu, warga diminta segera melapor ke pihak terkait jika bantuan langsung tunai yang diterima tidak utuh.

"Kalau ada temuan seperti itu, lapor saja ke polisi atau Pemcam. Kami siap tindaklanjuti," ujarnya.

Dirinya meminta para Kades untuk melakukan sosialisasi jika BLT harus diterima penuh oleh warga terdampak Covid-19 yakni sebesar Rp 300 ribu per bulan.

Menurut dia, BLT DD harus diberikan secara utuh kepada yang berhak dan ditidak boleh disunat dalam bentuk apapun.

"Jangankan Rp 300 ribu, seribu rupiah saja dilarang disunat. Dengan alasan apapun, termasuk alasan hutang desa dan lainnya tidak dibenarkan. Kalau ada kegiatan desa, itu kan anggarannya ada di ADD. Jika tidak ada, Pemdes bisa mensiasatinya dengan cara lain yang tidak merugikan msyarakat," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, warga Desa Doridungga mengungkapkan adanya pemotongan BLT untuk tahap ketiga.

Dedi, salah seorang warga setempat mengatakan, BLT yang bersumber dari Dana Aloksi Desa (ADD) untuk dirinya itu disunat senilai Rp 300 ribu usai pencairan.

Menurut dia, BLT DD harus diberikan secara utuh kepada yang berhak dan ditidak boleh disunat dalam bentuk apapun.

"Potongannya Rp 300 ribu dari total bantuan yang saya terima Rp 900 ribu. Katanya buat bayar hutang Pemdes untuk kegiatan MTQ dan Lomba Posyandu," kata dia saat dihubungi.

Dia mengaku, dirinya menerima BLT untuk triwulan ketiga yakni bulan Mei, Agustus dan September. Setiap satu bulan itu, dia menerima BLT Rp 300 ribu. Namun bantuan yang yang diterimanya tidak utuh.

"Anehnya, yang kita tandatangan Rp 900 ribu. Sedangkan yang diterima cuma Rp 600 ribu," tuturnya.

Diketahui, Pemerintah Desa setempat telah menetapkan 102 penerima BLT tahun 2022. Besaran bantuan yang diterima warga masing-masing sebesar Rp 3,6 juta per tahunnya.

Di awal menerima BLT, Dedi mengaku tidak ada pemotongan, sehingga bantuan dari pemerintah untuk triwulan pertama dan kedua itu diterima utuh.

Namun menjelang pencairan untuk triwulan ketiga, kata dia, semua penerima BLT di kumpulkan di balai desa. Saat itu, mereka diminta mendonasikan sebagian uangnya untuk membayar hutang Pemdes.

Semula warga setempat tidak setuju dengan permintaan Kades tersebut. Karena mereka tidak ingin Bansos untuk warga miskin yang terdampak Covid-19 itu dipotong dengan alasan melunasi hutang.

Meski demikian, mereka akhirnya sepakat bantuan yang diterima 102 kepala keluarga di desa ini masing-masing dipotong Rp 300 ribu.

"Awalnya saya sendiri yang protes terkait perihal pemotongan bantuan kepada warga tersebut. Tapi karena semua sudah sepakat, saya juga ikut menyetujuinya," tutur Dedi.

Sementara itu, Kepala Desa Doridungga, Jubair saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler membenarkan pemotongan dana Bansos kepada penerima atas dasar kesepakatan bersama. 

Termasuk BPD dan pihak Pemerintah Kecamatan, kata dia, juga ikut menyetujui perihal pemotongan BLT tersebut.

"Pemotongan ini atas inisiatif KPM sendiri. Dan perlu kami klarifikasi bahwa ini bukan memotong untuk kepentingan pribadi, tapi untuk lunasi hutang Pemerintah desa. Langkah ini kita ambil setelah ada kesepakatan dengan KPM, BPD dan Sekcam," kata dia.

Ia mengatakan, sebanyak Rp 30.600.000 terkumpul dari uang yang dipotong itu. Selanjutnya, hasil pemotongan tersebut dipakai untuk membayar hutang Pemdes ke pihak lain yang sebelumnya telah digunakan untuk biaya kegiatan MTQ dan Lomba Posyandu tingkat Kecamatan beberapa waktu lalu.

Menurut Jubair, pihaknya terpaksa mengambil langkah itu karena biaya untuk kebutuhan lomba tingkat kecamatan tidak dianggarkan dalam APBDes.

Apalagi saat itu, kata dia, desa setempat menjadi tuan rumah kegiatan MTQ tingkat kecamatan, sehingga Kades mengaku harus kelimpungan mencari dana talangan.

Akibatnya, ia terpaksa berhutang ke pihak ketiga untuk membiayai kegiatan tersebut dan akan dilunasi setelah mendapat dana talangan lain.

Namun karena tidak ada pilihan lain untuk melunasi hutang, Kades langsung mengambil inisiatif dengan mengumpulkan semua penerima bantuan sebelum BLT dipotong.

"Ya mau bagimana lagi, kami tidak punya anggaran untuk melunasi hutang. Sedangkan MTQ dan lomba Posyandu tidak dianggarkan di APBDes tahun ini, makanya kita berhutang. Karena tidak ada alternatif, kami minta sumbangan dari KPM. Tapi sebelum itu, dimusyawarahkan dulu dengan semua pihak, yang hadir itu BPD dan Sekcam. Setelah musyawarah itu, semua KPM sepakat bantuannya dipotong masing-masing Rp 300 ribu untuk melunasi hutang desa," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemdes di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMDes) Kabupaten Bima, Safriatna mengaku belum mendapat laporan terkait adanya kecurangan saat penyaluran BLT.

Meski demikian, ia memastikan akan memanggil oknum Kades untuk dimintai penjelasan.

"Masalahnya belum ada laporan di kita, perlu dicek dulu ya. Kalau memang ada penyimpangan, enggak boleh. Cuma kita belum tau faktanya seperti apa disana, nanti kita panggil kadesnya untuk dimintai penjelasan. Jika ditemukan adanya pemotongan, kita akan lakukan pembinaan," kata Safriatna saat ditemui di DPMDes, Rabu (21/9/2022).

Sesuai ketentuan, lanjut Safriatna, bahwa tidak diperkenankan Pemdes menyunat bantuan untuk warga miskin. Karena itu, ia meminta Kades setempat untuk mengembalikan BLT DD yang sebelumnya telah di potong ke warga yang berhak.

"Harusnya diberikan kembali ke yang berhak. Karena prinsipnya BLT desa itu ditetapkan Rp 300 ribu per bulan dan diberikan per triwulan, harus diterima secara utuh. Kalau pun ada temuan pemotongan seperti itu, pasti Inspektorat yang punya ranah itu. Mereka yang meminta untuk dikembalikan bantuan yang sebelumya di pungut," pungkasnya. (FAHRIZ)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.