Puluhan Tahun Tak Dijamah Pemerintah, Puluhan Warga di Tanjung Ini Masih Hidup di Rumah Reot

Kondisi Terkini di Pemukiman Warga Dimaksud

Visioner Berita Kota Bima-“Kemiskinan nyata” di sejumlah wilayah di Kota Bima, hingga kini masih saja terlihat. Indikasi itu ditemukan melalui masih adanya warga yang bekerja sebagai buruh dan lainnya yang hidup bersama keluarganya di rumah tak layak huni (rumah reot).

Terpaan hujan, panas dan angin diakui sangat dirasakan oleh mereka. Sejak puluhan tahun silam dan bahkan hingga saat ini dijelaskan masih dirasakan oleh mereka. Hasil investigasi Media Online www.visionerbima.com mengungkap, kondisi itu dijelaskan ada yang sudah dijamah oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bima dibawah kendali Walikota, H. Muhammad Lutfi, SE. Namun masih ada pula yang belum dijamah oleh Pemerintah setempat.

Di RT 15/04 Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat-Kota Bima misalnya, sekitar 40 rumah warga terlihat masih hidup di rumah reot. Kondisi pemukiman warga yang berdekatan dengan kolam rentensi itu, diakui terjadi sejak puluhan tahun silam dan masih berlangsung sampai saat ini.

Kendati demikian, dijelaskan bahwa kondisi tersebut hingga kini belum dijamah oleh Pemkot Bima. Pemandangan kurang menarik tersebut, diakui bukan saja mengancam keselamatan masyarakat di saat musim hujan tiba. Tetapi berpotensi mengancam kesehatan warga setempat dari berbagai macam penyakit.

Masih dalam investigasi langsung Media ini, warga setempat mengeluhkan tidak adanya perhatian pihak Pemkot Bima melalui Dinas Perkim setempat. Warga mengaku, pihak Kelurahan Tanjung maupun pihak Camat Rasanae Barat-Kota Bima telah mengajukan permohonan kepada Dinas Perkim setempat agar melaksanakan kegiatan bedah rumah.

Permohonan bedah rumah tersebut, diakuinya berlangsung beberapa tahun silam. Sayangnya, sampai saat ini permohonan tersebut justeru diabaikan oleh Dinas terkait.

“Kami ini warga NKRI. Kami ini warga Kota Bima. Yang lain rumahnya dibedah. Sementara kondisi kami di sini hanya dipandang dengan sebelah mata. Pertanyaan serius, jika kami adalah warga NKRI dan warga Kota Bima-kenapa sampai saat ini pemukiman kami ini tidak pernah disentuh oleh Pemerintah,” tanya warga dengan nada serius.

Warga mengaku, meski bekerja sebagai buruh namun masih bisa menyekolahkan anak-anaknya. Dan ditengah terpaaan hujan, angin dan panasnya matahari di rumah reot itu, namun anak-anaknya masih bisa melaksanakan kegiatan belajar sebagaimana mestinya.

“Tetapi jika kondisi seperti ini masih terus kami rasakan, tentu saja akan menganggu konsentrasi belajar bagi anak-anak kami di sini. Sekali lagi, kami memohon kepada Walikota Bima sekarang agar turun lansung ke lokasi ini. Maksudnya, agar Walikota Bima bisa terketuk hatinya,” pinta warga tersebut.

Permohonan bedah rumah yang diajukan melalui Lurah Tanjung kepada Dinas Perkim Kota Bima tersebut, diakuinya hanya mendapat sebuah jawaban yang sungguh diluar harapan mereka. Yakni, bedah rumah di sana tidak bisa dilakukan karena alasan status tanah di sana masih menjadi milik PT Pelindo (Persero) Cabang Bima. Namun dalam kaitan itu, pihak Pelindo telah memberikan ruang Hak Guna Pakai (HGP) kepada mereka. Sementara kata Dinas Perkim yang diterimanya saat itu, puluhan rumah itu bisa dibedah dengan syarat telah memiliki sertifikat hak milik warga.

“Kendati berstatus HGP, namun kami tetap membayar SPPT kepada Dinas terkait di Kota. Uang itu juga masuk ke dalam kas Negara. Melalui kesempatan ini pula, kami nyatakan tidak ingin menguasai tanah negara ini. Tetapi karena ada ruang HGP yang diberikan oleh Pelindo, kami hanya membutuhkan rumah ini dibedah oleh Pemkot Bima,” tegas warga sekitar.

Dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Pilkada dan Pemilihan Legislatif (Pileg) ke Pileg, mereka menegaskan tetap memberikan hak suara (hak pilih) sesuai ketentuan yang berlaku. Namun dalam kaitan itu, hak suara mereka sangat dibutuhkan untuk kepentingan politik baik utuk Eksekutif maupun Legslatif Kota Bima.

“Sayangnya, hanya hak suara kami yang dibutuhkan. Namun kondisi yang kami hadapi sekarang justeru diabaikan begitu saja. Sesaat lagi Pileg dan Pilkada Kota Bima akan dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024. Mereka yang maju di Pilkada maupun Pileg itu, tentu saja membutuhkan hak suara dari kami juga,” papar warga.

Terapan bantuan bedah rumah di Kota di Bima, ditudingnya telah terjadi sikap diskriminatif. Dinas Perkim Kota Bima katanya, akan melakukan bedah rumah di sana jika warga telah mengatungi sertifikat hak milik di atas tanah Pelindo tersebut. Namun pada sisi lainnya, anggaran aspirasi dari DPRD digelontorkan di pemukiman kumuh warga tersebut.

“Bedah rumahkan menggunakan APBD 2 Kota Bima juga. Dana aspirasi DPRD Kota Bima yang telah digelontorkan di sini juga bersumber dari APBD 2 Kota Bima pula, kan. Kalau dana aspirasi bisa berlaku di lokasi kumuh ini, lantas kenapa program bedah rumah tidak bisa dilaksanakan di lokasi ini. Sementara dua hal tersebut adalah sama-sama bersumber dari APBD 2 Kota Bima. Sekali lagi, kami  hanya memohon agar rumah ini dibedah agar kami bisa hidup layak seperti warga lainnya di Tanjung ini,” pintanya lagi.

Singkatnya, kondisi memprihatinkan yang menimpa puluhan warga tersebut hingga kini masih berlangsung. Musim hujan yang terjadi saat ini, warga di sana harus berhadapan dengan atap rumah yang bocor dan dinding serta lantainya yang jauh dari kata layak. Olehnya demikian, Pemerintah di desak hadir dengan nurani kemanusiaanya.

“Rata-rata kami disini bekerja sebagai buruh dengan pendapatan tiap harinya hanya bisa digunakan untuk makan saja. Kami berharap agar Pemerintah segera hadir di ini. Perlakukanlah kami layaknya sebagai manusia yang wajb dilayani oleh Pemerintah,” pungkas warga.

Secara terpisah Kepala Keluharan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima, Faisal M. Saleh membenarkan hal itu. Kondisi yang menimpa puluhan rumah warga tersebut, diakuinya terjadi sejak puluhan tahun siam dan masih berlangsung sampai dengansaat ini.

“Itu nyata adanya, bukan sekadar rekayasa semata. Untuk membuktikan hal itu, dipersilahkan kepada Dinas Perkim Kota Bima segera turun langsung ke lokasi itu,” desak Faisal, Senin (76/2/2023).

Faisal kembali memastikan bahwa tak ada progam yang dilaksanakan oleh Pemerintah kepada warga yang hingga kini masih di rumah reot tersebut. Guna menjawab tuntutan sekaligus kebutuhan warga tersebut, pihaknya sudah berkali-kali mengajukan permohonan bedah rumah kepada pihak Dinas Perkim Kota Bima.

“Kata Dinas Perkim Bima bahwa kegiatan bedah rumah tidak bisa dilaksanakan di sana. Sebab, warga setempat tidak memiliki sepertifikat sebagai buktikepemilikan atas tanah di sana pula. Padahal, warga di sana bukan ingin mengusai tanah Pelindo. Tetapi hanya memohon kepada Dinas Perkim setempat agar melakukan bedah rumah saja. Jika bedah rumah warga tersebut tidak bisa dilakukan oleh Dinas Perkim karena alasan itu, lantas kenapa anggaran aspirasi Dewan setempat bisa dilaksanakan di sana. Pertanyaan seanjut, apakah Dinas Perkim Kota Bima menganggap bahwa warga di sana adalah berkebangsaan Amerika atau negara lainya,” tanyanya dengan nada serius.

Faisal kembali memastikan bahwa puluhan warga yang hidup di rumah reot tersebut membayar SPPT kepada Instansi terkait di Kota Bima. SPPT tersebut, dijelaskanya sebagai salah satu sumber PAD Kota Bima.

“Tiap tahun kok warga di sana bayar SPPT kepada Instansi terkait di Kota Bima. Namun sejak dulu hingga sekarang, saya pastikan tak adanya program dari Pemkot Bima yang dilaksanakan di sana, baik program rumah tak layak huni yang bersumber dari dana DAK maupun yang bersumber dari DAU,” pungkas Faisal. (RIZAL AG/ FAHRIZ/RUDY/AL/JOEL) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.