Real Action Ratusan Miliar Terkait Penanganan Pasca Bencana “Masih Kabur”

Ir. Hamdan: Tak ada kaitan dengan soal Pilkada

Potret Bencana Banjir Bandang di kota Bima Desember 2016
Visioner Berita Kota Bima-Peristiwa terpahit yang dialami oleh ratusan ribu warga Kota Bima bernama banjir bandang tertanggal 21 dan 23 Desember 2016 telah berlalu. Sementara penanganan pasca bencana terparah dan sejarah Bima tersebut, menyisakan banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang belum dituntaskan hingga detik ini. Pertanyaan demi pertanyaan, terus menggelinding sampai sekarang. Misalnya soal relokasi rumah di bantaran sungai dan di luar bantaran sungai hingga soal rumah rusak berat serta sedang yang melanda warga.

Sementara pertanyaan lain terkait kapan anggaran ratusan miliar rupiah bagi penanganan pasca bencana dimulai, tampaknya Pemkot Bima masih juga belum memberi kepastian alias “masih kabur”. Kecuali, Walikota Bima melalui Kadis Perumahan Kawasan Pemukiman (PKP), Ir. Hamda mengaku bahwa hingga saat ini pihaknya sedang membentuk struktur kelembagaan sebelum real action itu dilakukan. “Kalau berbicara target sampai kapan,. Tentu kan ada titik star tentang apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dengan jajarannya,” jelas Hamda.

Titik star yang pertama, yakni bagaimana adanya kelembagaan-kelembagaan yang memang memiliki fungsi-fungsi teknis yang harus dibentuk. Artinya, strategi penanganannya dilaksanakan secara kolaboratif. “Kalau bicara dinas yang menanganinya, keterlibatannya sudah multi Pak. Tetapi kita juga harus paham bahwa leading sektor penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) pasca bencana. Kewenangan itu sesungguhnya ada di tangan BPBD Kota Bima, baik yang menyangkut status anggarannya, kemudian bagaimana bentuk anggarannya, dan bentuk belanjanya. Jadi dia ini kan, kalau status APBDnya adalah dana hibah RR. Bentuk bantuannya adalah bantuan sosial (Bansos),” urai Hamdan.

Hal itu harus disebut, karena berkaitan dengan pola penanganan. Katanya, ada beberapa prinsip-prinsip yang berkaitan dengan penanganan pasca bencana di Kota Bima. Diantaranya 1200 warga yang akan direalokasi di bantaran sungai dengan 810 masyarakat di luar bantaran sungai. “Jadi, kita bicara itu dulu. Sementara payung pelaksanaannya adalah rehab rekon pasca bencana.  Didalamnya, ada program penyediaan perumahan layak huni untuk relokasi dan Insitu,” katanya.

Terkait hal itu, maka yang pertama dilakukan oleh pemerintah adalah menjustifikasi jumlah masyarakat yang ada di bantaran, maksudnya masyarakat yang terkena bencana. Kedua, pemerintah menjustifikasi jumlah masyarakat di luar bantaran yang juga menjadi bagian yang harus dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Itu dulu yang harus dilakukan,” ujarnya.

Keterlibatan Dinas Perkim sebagai instansi teknis yang berkaitan dengan kewenangan penyediaan rumah layak huni untuk dua sigman ini, diakuinya sudah beberapan yang telah dilakukan kendatipu nanti akan ada konsolidasi atau semacam validasi yang dilaksanakan oleh konsultan managemen. “Jadi dlama struktur penangananannya ada konsultan managemen yang memanage semua kepentinga-kepentingan tanggungjawab. Soal lembaga mana yang akan menjadi konsultan managemen, itu urusannya BPBD Kota Bima. Mereka mau menggunakan lembaga mana saja, namun yang terpenting adalah lembaga yang sudah memiliki pengalaman dan skalanya sudah nasional,” urainya.

Masih soal bencana banjir bandang di Kota Bima Desember 2016
Jangan-jangan tenaga Universitas Petra Surabaya lagi yang akan digunakan sebagai konsultan managemennya?. “Oh itu tidak ada kaitannya dengan Universitas Petra, dan yang bersangkutan tidak ada kaitannya dengan unsur perencanaan. Sementara Universitas Petra itu adalah arsitektur. Oleh karenanya, jangan bicara begitu. Sebab, asumsi tersebut terlalu subyektif,” imbuhnya.

Jadi konsultan perencanaan itu yang nantinya, minimal akan melakukan beberapa hal. Diantaranya membentuk tim konsultan perencana dalam rangka menyiapkan dokumen perencanaan untuk realokasi. Namun disamping itu juga katanya, ada konsultan pengawas yang menjadi bagian tanggungjawabnya konsultan managemen (KM). Disamping itu juga, ada pembentukan Satgas RR. Karena di Satgas RR-lah yang menjadi kitab kuningnya penanganan pasca bencana dan dokumennya sudah ada.  

“Tugas lain KM adalah pembentukan fasilitatoor yang juga ada tenaga ahli atau senior fasilitatornya, jadi satu itme itu sudah selesai yakni terkait tugasnya KM. Selanjutnya kita tarik mundur keluar, itu ada tugasnya instansi teknis.

“Kami di PKP bertindak sebagai ketuam tim teknis untuk relokasi, ada juga ketua tim teknis disitu juga terkait dengan penyediaan perumahan layak huni yang dinakhodai oleh teman-teman BPBD selaku ketua tim tekhnisnya. Tugasnya tim teknis ini adalah melakukan pendampingan. Maksudnya pendampingan terhadap kelompok masyarakat penerima manfaat, demikian juga tugas tim teknis yang ada di Insitu. Selanjutnya melakukan koordinasi dengan TFL yang dibentuk oleh KM bersama Satgas RR,” jelas Hamdan.  

Satgas dimaksud, memiliki makna dalam fungsinya. Karena, dia tetap melakukan pengawalan, pendampingan bagi masyarakat selaku penerima manfaat.  “Bayangkan saja 1200 yang realokasi, dan sebegitu beratlah tugasnya Satgas RR. Disamping itu, ada data yang harus kita verifikasi dan validasi dengan baik. Maksudnya, terutama sekali apakah 1200 jumlah warga yang ada di bantaran sungai atau tidak.  Sebab, bantaran sungai ini kita tidak bicara hanya DAS saja.  Sebab semua wilayah yang kebetulan ada sungainya, maka kita kategorikan ada masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Itu prinsip, karena bagaiamanapun jugamereka adalah masyarakat yang terkena dampak,” tegasnya.

Bukti dari ganasnya bencana banjir bandang di Kota Bima Desember 2016
Sehingga pihaknya melakukan pembagian, ada 1200 jumlah warga yang sudah ada di data awal yang nantinya akan divalidasi kembali oleh KM bersama tim fasilitatornya dan oleh pihak Dinas PKP. “Fungsi validasi ini, penting untuk menjamin faktualitas orang-orang yang tinggal di bantaran sungai. “Sehingga ada kebijakan Walikota Bima nantinya, memberikan satu pemahaman kepada masyarakat di bantaran sungai untuk melakukan realokasi dengan tahapan proses yang didahului oleh adanya sosialisasi oleh tim yang dibentuk. Itu penting untuk menyatukan persepsi, sehingga kebijakannya nanti tidak menemukan adanya kendala,” tutur Hamdan.

Hamdan mengakui, anggaran Rp167 M yang sudah ada untuk penanganan pasca bencana di Kota Bima, itu adalah lahir atas kerja kolaboratif antara Pemerintah Daerah (eksekutive dan legislatif) dan pemerintah pusat yang melibatkan eksekutive dan legislatifnya (DPR RI). Menyongsong aplikasi pelakasanaan anggaran tersebut, hamda mengakui bahwa kelembagaan bagi pelaksanaannya sudah dibentuk. “Soal pemetaan sebelum dilaksanakan kegiatan penanganan pasca bencana, sebenarnya sudah ada rapat koordinasi awal yang didalamnya ada pembagian tugas pemerintah pusat, provinsi dan daerah,” katanya lagi.

Pemerintah pusat yang diamaksudnya, adalah Menkeu (penyedia anggaran), BNPB sebagai instansi teknis dan anggaran tersebut bersumber dari APBN yang menjadi miliknya BPNB dan kemudian diteruskan ke APBD 2 Kota Bima.

“Masing-masing sudah ada pembagian kewenangan. Soal adanya perbedaan data, itu lebih kepada hal yang menyangkut kewenangan. Jadi tanggungjawab BNPB terkait dengan SK Walikota Bima nomor 105 tahun 2017 adalah memayungi seluruh masyarakat yang terkena dampak di bantaran sungai maupun di luar bantaran sungai. Sementara jumlah masyarakat di bantaran sungai, itu sebanyak 3038. Jumlah tersebut, itu berdasarkan garis sempadan yang 10 meter. Sementara di luar bantaran sungai, itu  berjumlah 1286. Jadi, totalnya sekitar 5000,” sebutnya.  

Sepertinya terlalu lama menjelaskan tentang tahapan, proses dan mekanismenya-lantas kapan real actioannya?. “Rencananya launching soal struktur kelembagaan terkait pelaksanaan pembangunan pasca bencana akan dilaksanakan sekitar akhir Maret 2018. Dan real action pelaksanaan penanganan pasca bencana, itu rencana akan dilaksanakan pada April 2018,” paparnya.

Ir. Hamdan (kanan) di dampingi Kabid Perumahan pada PKP, Muktadir alias Gito (kiri)
Jangan-jangan hal tersebut sangat erat kaitannya dengan “tujuan utama salah satu Pasangan Calon (Paslon)”?, Hamda membantahnya secara keras. “Kebijakan murni soal penanganan pasca bencana, sama sekali tidak ada kaitannya dengan soal Pilkada Kota Bima periode 2018-2023. Sekali lagi, mari kita singkirkan kepentingan Pilkada dari masalah penanganan pasca bencana,” bantahnya.   

Hamdan menyatakan, ada dua hal penting yang menjadi catatan terkait penanganan pasca bencana. Yakni, penanganan tekhnis operasional tidaklah semudah membalikan tepak tangan. Tetapi menurutnya, pihaknya sudah mengawalinya dengan persoalan-persoalan terkait proses-proses administrasi.

“Administrasi pertama adalah meyakinkan berapa sich tanggungjawab BNPB dari 3038 plus 1286, itu dulu Pak. Jadi yang menjadi tanggungjawab BNPB adalah sebanyak 2625, sementara sisanya itu boleh oleh Provinsi NTB, boleh dengan APBD 2 Kota Bima, boleh dengan APBN yang reguler, boleh juga oleh pihak ketiga dan lainnya,” sebut Hamdan lagi.

Real action pelaksanaan fisik terkait penanganan pasca bencana itu kapan?. “Begini, kita tidak bisa menentukan real action fisiknya akan dimulai pada April 2018. Tetapi, Pak Walikota Bima sudah menekan ke kita jika proses pembentukan KM bisa diputuskan Maret 2018, maka saat itu juga kita akan launching. Maka dengan demikian, KM akan melakukan apa saja di bulan Maret 2018. Karena secara hukum, Km ini sudah ditetapkan sebagai KM,” urainya.

Artinya lambannya aplikasi pelaksanaan terkait penanganan pasca bencana karena masih adanya kendala?. “Itu sudah pasti, kendala kita kan soal merekrut KM ini harus mengacu kepada Perpres. KM ini juga kan mengelola uang, walaupun uang bukan untuk dianya. Tetapi, uang untuk biaya-biaya lembaga yang dia rekrut. Singkatnya, soal launching dan real action penanganan fisiknya sudah dijadwalkan. Kemarin pun, kami diundang untuk menyusul jadwa di setiap unit-unit fungsi sebelum pelaksanaan pembangunan terkait penanganan pasca bencana,” pungkasnya. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.