Dukungan Terhadap Si Yatim-Piatu AH Kian Mengalir, Kini Giliran Ketua Muslimah Bima Peduli Bicara Tegas


                                          Ketua Muslim Bima Peduli, 
Parmila Zulfadiyanti

Visioner Berita Kota Bima-Peristiwa naas yang menimpa anak yatim-piatu yakni AH oleh oknum Pegawai Bank Syari’ah Indonesia (BSI) KPC Kartini Kota Bima berinisial APB hingga kini masih dikecam oleh berbagai pihak terutama di Media Sosial. Kecaman keras berbagai pihak tersebut mengarah ke APB karena enggan mempertanggungjawabkan perbuatanya yakni menghamili AH.

Padahal di hadapan Penyidik Reskrim Polres Bima Kota dala kasus dugaan penganiayaan yang dilakukanya terhadap AH, APB mengakui bahwa ia yang menghamili AH. Di hadapan penyidik pun, APB mengaku bahwa hubungan terakhirnya dengan AH yakni sekitar dua bulan lebih yang lalu (2021), dan saat itu bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) AH.

Kecaman berbagai pihak yang mengarah ke APB juga terkait dengan dugaan meminta janin dalam kadungan AH untuk diaborsi. Bukan itu saja, berbagai pihak juga mengecam keras adnaya keinginan APB ingin memberikan uang sebesar Rp20 juga kepada AH dengan catatan perkara dicabut, damai dan selanjutnya APB tidak menikahi AH.  

Tawaran tersebut, justeru dianggap oleh berbagai pihak bahwa APB secara tidak langsung inin memperlakukan AH sebagai “wanita tak terhormat”. Tim Advokasi PUSPA Kota Bima yakni A. Wahab, SH mengecam keras hal tersebut.

“Opsi yang diajukan APB tersebut adalah sama dengan memperlakukan AH seperti “wanita tak terhormat”. Padahal, ia telah mengakui semua perbuatanya dan berjanji menikahi AH di hadapan KUA Kota Bima dan kemudian menceraikanya. Perjanjian itu dipaparkan APB di hadapan Penyidik Polres Bima Kota. Namun faktanya, belakangan ini ia mengingkari janjinya, dan Polisi pun ditipu olehnya (APB). APB sangat tidak konsisten, dan kasus dugaan penganiayaanya harus dilanjutkan sampai vonis Pengadilan,” tegas Wahab.

Setelah berbagai pihak memberikan dukungan penuh kepada AH, kini hal yang sama dari Ketua Muslimah Bima Peduli yakni Parmila Zulfadiyanti. Hijaber yang terus bergelut di bidang kemanusiaan baik di Indonesia maupun di Luar Negeri ini A (Parmila) menegaskan, jika demikian faktanya maka APB harus mempertanggungjawabkan perbuatanya yakni menikahi AH.

Sementara tawaran Rp20 juta oleh APB kepada AH dengan syarat mencabut perkara yang dilaporkan kepada Sat Reskrim Polres Bima Kota, damai dan kemudian tidak menikahi AH dianggap oleh Parmila sebagai cara tak terpuji.

“Opsi itu itu merupakan upaya yang ditawarkan oleh APB tersebut, bermakna secara tidak langsung ingin memperlakukan AH sebagai “wanita bayaran”. Dan sungguh itu merupakan cara tak terpuji. Hal itu pula sangat bertabrakan dengan nilai-nilai penting bagi kehidupan manusia baik dari sisi Agama, budaya, moral dan lainya. Atas nama perempuan Indonesia maupun atas nama Muslim Bima Peduli, kami sangat keberatan dengan opsi yang diajukan APB itu,” tegas mantan aktivis yang juga berprofesi sebagai Aparat Sipil Negara (ASN) ini.

Perempuan tegas yang akrab disapa Parmila ini menyatakan, terkait kehamilan yang dialami oleh AH ini maka disarankan kepada semua pihak untuk menghakimi terduga pelakunya maupun korban. Namun demikian, tanggungjawab terkait kasus ini tidak boleh dihilangkan.

“Dari berbagai kasus model ini, selalu saja perempuan yang menjadi korban. Yang mengasuh anak adalah perempuan. Dinikahi atau tidak dinikahi, maka perempuanlah yang menjadi korbanya. Sementara terduga pelakunya terus mencari cara untuk tidak mau menikah. Dalam kasus yang menimpa AH misalnya, semua pihak tidak boleh menyalahkan terduga pelakunya, tidak boleh menyalahkan korban dan tidak boleh pula menyalahkan pihak keluarga. Maka solusi terbaiknya adalah membicarakan persoalan ini secara baik-baik,” desaknya.

Masih soal kasus ini, Parmila menyatakan apreasi dan bangga terhadap AH yang enggan menggugurkan janin dalam kandunganya. Dan diharapkan untuk kedepanya AH tidak menggugurkan kandunganya. Saya percaya bahwa kelak APB akan menikah, sebab tidak mungkin ia ingin hidup sendirian.

“Semoga AH tetap bertahan dengan sikapnya. Dan semoga APB menyadarinya, dan menikahi AH. Saya percaya bahwa suatu saat APB akan menikah, sebab tidak mungkin dia memilih hidup sendiri,” terang Parmila.

Berguru dari kasus AH ini, Parmila kemudian menyatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak PUSPA harus diapresiasi oleh berbagai pihak. Pendidikan seks yang dicanangkan oleh pihak PUSPA Kota Bima, diakuinya sebagai upaya yang sangat tepat untuk mengantisipasi kejadian seperti yang dialami oleh AH.

“Orang cenderung terjebak pada hal yang sifatnya tekstual, tetapi tidak pada kontekstualnya. Mereka menganggap bahwa pendidikan seks adalah mengajarkan kepada anak untuk berhubungan seks layaknya suami-istri, padahal tidak demikian adanya. Pendidikan seks yang dimaksudkan adalah mengajarkan kepada anak-anak dan perempuan agar bagaimana mereka menghargai serta menyelamatkan dirinya sendiri,” jelas Parmila.

Parmila mengaku bahwa dirinya diajarkan tentang pendidikan seks oleh orang tuanya sejak umur 11 tahun, dan saat itu ia masih duduk dibangku SMP. Sementara orang-orang justeru measih meragukan soal pendidikan seks ini.

“Saya sendiri diajarkan tentang pendidikan seks sejak duduk di bangku SMP oleh orang tua. Pendidikan seks yang diajarkan oleh orang tua kepada saya saat itu adalah agar bagaimana laki-laki tidak menyentuh kita karena bukan muhrimnya. Olehnya demikian, stigma yang dibangun oleh orang-orang bahwa pendidikan seks seperti yang dicanangkan oleh PUSPA Kota adalah identik dengan mengajarkan anak-anak untuk berhubungan seks layaknya suami-istri harus dihentikan,” desak Parmila.

Kembali ke soal APB yang sampai saat ini enggan mempertanggungjawabkan pebuatanya terhadap AH, Parmila menawarkan agar para pihak yang mendampingi AH untuk melakukan tes DNA. Dan dengan itu pula (tes DNA) merupakan satu-satunya cara.

“Saya percaya bahwa dengan hasil tes DNA itu akan membuat mereka malu sendiri. Jika benar APB mengakui perbuatanya, ya tanggungjawab dong, jangan maunya enak saja. Kepada APB, ya nikahi AH dong. Sebab, anda sudah mengakui perbuatan anda kepada AH. Jika sekarang anda tidak mau bertanggungjawab, namun ketika tes DNA memastikan bahwa itu anak anda tentu saja akan membuat anda malu sendiri ,” tegas Parmila lagi.

Dalam kasus ini pula, Parmila menjelaskan perasaanya baik sebagai perempuan maupun sebagai Ketua Muslim Bima Peduli. Lebih jelasnya, Parmila menyatakan sangat sedih terkait peristiwa yang menimpa AH yang jiuga anak yatim-piatu ini.

“Ia sudah mengakui perbuatanya. Bejatnya dia adalah telah menghamili AH. Kalau sudah demikian, maka nikahilah AH. Sebab, untuk memastikan status janin dalam kandungan AH itu adalah melalui pernikahan. Untuk bertujuan agar nantinya bayi dalam kandungan tidak berstatus sebagai anak haram,” ujar Parmila.

Lagi-lagi Parmila menyatakan kesedihanya terkait masalah yang menimpa AH. Karena bagaimanapun juga adalah mahluk yang lemah, dirayu sedikitpun ia akan selalu menyerah. Oleh sebab itu, perempuan-perempuan harus diberikan pemahaman bahwa dia mempunya hak untuk menentukan hidupnya, dan mempunyai hak untuk menentukan sikap tentang siapa laki-laki yang bisa menyentuhnya atau tidak.

“Otomatis hal ini tentu saja kembali ke soal Agama. Ini bertujuan agar para perempuan tidak dengan mudah menyerahkan tubuhnya kepada laki-laki hanya karena alasan cinta. Sementara laki-laki, kan lebih banyak gombalnya,” pungkas Parmila. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.