Terduga Penipu Berinisial RKM Dilaporkan ke Polisi, Modus Pinjam Sertifikat Untuk Agunan Bank Tapi Diduga Direkayasa Jual-Beli Tanah

RKM Dengan Dugaan Kwitansi Jual Beli Tanah Palsu Yang Dibuatnya

Visioner Berita Kabupaten Bima-Dalam beberapa hari terakhir ini, muncul sebuah dugaan penipuan dalam jumlah besar yang dilakukan oleh seorang warga asal salah satu Desa di Kecamatan Sape-Kabupaten Bima berinisial RKM. Terduga korbanya bukan hanya satu orang, tetapi ditengarai lebih dari dua orang dengan angka masing-masing ratusan juta rupiah.

Salah terduga korbanya adalah Hj. Ainal, warga asal Kelurahan Sambinae Kecamatan Mpunda-Kota Bima. Aina diduga ditipu oleh RKM dengan modus meminjam sertifikat tanah milik Ainaa di Sambinae  untuk diagunkan ke salah satu Bank dengan nilai sekitar Rp300 juta. Celakanya, belakang hari terjadi perubahan melalui sebuah kwitansi yang menyebutkan jual beli tanah tersebut antara Ainul dengan RKM seharga Rp300 juta.

Padahal Ainaa mengaku tidak pernah melakukan jual-beli tanah dimaksud dengan RKM. Kecuali RKM meminjam sertifikat terebut untuk diagunkan ke Bank. Dan pihak Kelurahan Sambinae pun dijelaskan anya mengeluarkan rekomendasi bahwa sertifikat tanah tersebut untuk diagunkan ke Bank, bukan transaksi jual-beli antara Ainal dengan RKM.

Hal tersebut dijelaskan oleh Kuasa Hukum Ainal yakni Syamsudin, SH kepada Media Online www.visionerbima.com saat melaporkan kasus ini ke penyidik Pidum Sat Reskrim Polres Bima Kota, Sabtu siang (4/11/2023). Daam kasus ini tegas Syamsudin, RKM dilaporkan terkait dugaan penipuan dan penggelapan terhadap klienya.

“Ya, kasusnya telah kami laporkan secara resmi kepada penyidik Pidum Sat Reskrim Polres Bima Kota. Modusnya, RKM meminjam sertifikat untuk diagunkan di salah satu Bank seharga Rp300 juta. Permohonan melalui salah satu Bank tesebut sudah disetujui dan sbesar Rp300 juta itu sudah diterima oleh RKM. Katanya uang tersebut digunakan untuk mengembangkan usahanya dimana RKM mengaku sebagai distributor barang-barang untuk kebutuhan PKH. Dari total uang Bank tersebut, hanya Rp50 juta yang diberikan kepada klien saya,” beber Syamsudin.

Dari uang Rp50 juta tersebut terang Syamsudin, klienya wajib membayar cicilan sebesar lebi dari Rp1 juta per bulanya dengan masa cicilan selama sekitar tiga tahun. Cicilan Bank tersebut diakuinya telah dibayarkan sebahagian oleh klienya.

“Namun pada saat klien saya hendak melunasi cicilan Bank tersebut, pada saat yang bersamaan muncul dugaan adanya kwitansi jual beli tanah di Sambinae antara Klien saya dengan RKM seharga Rp350 juta. Lucunya, sertifikat  atas tanah tersebut sudah diterbitkan atas nama RKM. Oleh karenanya, klien saya terheran-heran dan tidak pernah menjual tanah tersebut kepada RKM. Sedangkan kien saya hanya menerima uang sebesar Rp50 juta dan uang itu adalah hasil dari mengagunkan sertifikat tersebut kepada salah satu Bank dimaksud,” beber Syamsudin.

Atas hal itu, pihaknya mengunggat RKM secara perdata melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Mataram-NTB. Dari gugatan tersebut mengasilkan keputusan NO. Hal itu dilatari oleh adanya dugaan tindak pidana yang terjadi terkait kasus yang dilaporkan itu.

“Kita sudah menempuh jalur perdata melalui PTUN Mataram NTB. Namun gugatan tersebut menghasilkan keputusan NO. Hal itu dikarenakan oleh adanya unsur tindak pidana terkait kasus dimaksud. Untuk itu, kami harus melaporkan RKM melalui jalur pidana. Dan hal itu sudah kami lakukan. Dalam kaitan itu, klien saya dan sejumlah saksi sudah dimintai keteranganya oleh pihak penyidik Sat Reskrim Polres Bima Kota,” ulas Syamsudin.

Syamsudin kemudian membeberkan kronologis kejadian terkait dugaan penipuan dan penggelapan oleh RKM terhadap klienya tersebut. Pada tahun 2022 RK mendatangi rumah Aina di Sambinae. Pada saat itu ungkap Syamsudin, KRM memuji bahwa rumah Aina tersebut sangat bagus.

“Selanjutnya dia (RKM) mengaku punya usaha. Yakni sebagai distributor bahan pangan untuk PKH. Dari usahanya tersebut, dia mengaku kepada klienya saya bisa mendapatkan keuntungan sekitar Rp40 juta-Rp50 juta per bulanya,” paparnya.

Selanjutnya ungkapnya, RKM membawa Aina ke rumahnya di Panda Kecamatan Palibelo-Kabupaten Bima. Tujuanya diduga lebih kepada memamerkan bahwa rumah dibangun dari hasil usahanya sebagai dsitributor bahan pangan untuk PKH.

“Karena saat itu dia mengetahui bahwa klien saya (Aina) ini adalah warga asal Sape,ia pun mengaku sebagai saudaranya. Atas dasar itu, RKM kemudian meminta sertifikat tanah dimaksud untuk dipinjam. Hal itu dimaksudkanya untuk diagunkan ke salah satu Bank  bagi penambahan usaha pengadaan bahan pangan di PKH.   

Berikutnya diakuinya  terjadi kesepakatan antara klienya dengan RKM untuk mengagunkan sertifikat tersebut untuk diagunkan ke Bank dimaksud. Kesepakatan itu diakuinya lahir bahwa saat itu Ainu juga butuh uang.

“Klien saya saat itu nunut saja kepada RKM. Dari total uang hasil agunan sertifikat di Bank tersebut, disepakati bahwa klienya saya hanya mendapatkan Rp50 juta. Sementara Rp250 juta sudah diambil oleh RKM yang katanya untuk keperluan pengembangan usaha pengadaan bahan pangan untuk PKH. Dan dari uang Rp50 juta itu, klien saya tetap membayar cicilan per bulanya sebesar Rp1.650.000 dan itu dalam waktu tidak tahun. Dan sampai sekarang klien saya masih membayar cicilan tersebut,” bebernya.

Pada suatu waktu klirnya ingin menuntaskan cicilan Bank tersebut. Dan dalam kaitan itu katanya, klienya memberitahun kepada RKM. Dan itu berlangsung pada Maret tahun 2023.

“Saat diberitahu soal itu oleh klienya, nampaknya RKM kaget. Dan kepada klien saya tersebut, saat itu RKM melarang Ainu untuk melunasi cicilan Bank dimaksud,” ujar Syamsudin.

Sebelum uang Rp300 juta tersebut dicairkan oleh Bank dimaksud, Syamsudin mengaku bahwa klienya ditelephone oleh RKM. Dalam kaitan itu paparnya, RKM meminta klienya untuk hadir dengan cepat di Bank itu.

“Menurut informasi dari klien saya tersebut, ada surat yang ditandatangani di Bank dimaksud. Dan di Bank tersebut, RKM bilang kepada klien saya untuk tidak bertanya-tanya di hadapan Notaris di bank tersebut, tetapi harus bilan iya-iya saja. Hal itu dimaksudkanya agar uang sebesar Rp300 juta itu segera dicairkan. Permintaan itu pun diikuti oleh klien saya. Pengajuan permohonan kredit melalui Bank tersebut dengan jaminan sertifikat itu terjadi pada Maret 2022 dan dicairkan pada Maret 2022,” sebutnya.

Dijelaskanya bahwa pada Maret 2023 klienya ingn menuntaskan cicilanya pada Bank dimaksud. Namun sebelumnya, klienya saya sudah membayar cicilan kepada Bank tersebut selama 6 ulan.

“Pada momenrt yang bersamaan, klien saya mengetahui adanya akta jual-beli tanah di Sambinae seharga Rp350 juta antara Ainu dengan RKM. Akta jual beli tanah terebut diterbitkan ole seorang oknum Notaris berinisial NHY di Kota Bima. Dan akta jual beli tanah tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan klien saya. Oknum Notaris tersebut diduga ikut terseret dalam kasus ini,” duganya.

Pasalnya, klienya tidak pernah melakukan transaksi jual beli tanah di Sambinae itu dengan RKM. Yang ada hanyalah klienya meminjamkan sertifikat tanah tersebut kepada RKM untuk diagunkan ke Bank dimaksud.

“Akta jual beli tanah yang diterbitkan oleh oknum Notaris tersebut sangatlah aneh. Sebab, klien saya tidak pernah melakukan transaksi jual-beli tanah dengan RKM. Sedangkan uang yang diterima klien saya sebesar Rp50 juta itu adalah hasil dari sertifikat yang dipinjam oleh RKM untuk diagunkan di Bank itu pula. Sekali lagi, uang sebesar Rp300 juta itu adalah hasil menjaminkan (mengagunkan) sertifikat dimaksud di Bank itu. Dan klien saya tidak pernah menerima unang sebesar Rp350 juta dari hasil transaksi jual beli tanah dengan RKM,” tegas Syamsudin.

Syamsudin menandaskan, kwitansi jual beli tanah tersebut diperoleh oleh klienya pada saat sidang gugatan melalui PTUN di Mataram. Namun sebelumnya, klienya tidak mengetahi kwitansi dimaksud.

“Gugatan tersebut terkait balik nama pada sertifikat tanah di Sambinae dari nama Aina menjadi RKM itu. Proses balik nama terkait sertifikat itu dilakukan tanpa sepengetahuan klien saya. Yang mengurus proses balik nama terkait sertifikat itu adalah oknum Notaris berinisial NHY. Dan berdasarkan informasi yang saya dapatkan menjelaskan bahwa balik nama terkait sertifikat itu dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima dan diduga memakan anggaran sebesar Rp36 juta,” ungkap Syamsudin.

Karena soal sertifikat itu merupakan produk hukum TUN (pejabat negara) berupa sertifikat, ditegaskanya sangat berkorelasi dengan PTUN. Namun setelah diproses di PTUN melalui gugatan dimaksud, dijelaskanya bahwa gugatan tidak dapat diterima (NO).

“Sebab, di dalamnya terindikasi ada pidananya. Oleh sebab itu, kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh RKM tersebut telah kami laporkan secara resmi kepada penyidik Pidum Sat Reskrim Polres Bima Kota,” katanya.

Syamsudin kembali mengungkapkan, soal balik nama sertifikat yang dilakukan secara sepihak dimaksud sudah dilaporkan oleh klienya itu pada Maret 2023 dengan delig penipuan penggelapan. Hari ini (4/10/2023) pihaknya melaporkan RKM atas pembuatan kwitansi palsu terkait jual beli tanah di Sambinae.

“Dan Senin Minggu depan (6/10/2023) kami akan melaporkan pembuatan akta jual beli tanah di Sambinae dimaksud karena isinya tidak benar dari sisi hukumnya. Dan perlu kami tegaskan lagi, pihak Kelurahan Sambinae memastikan bahwa status tanah di Sambinae itu sampai sekarang masih atas nama Ainu dan tertera di dalam DHKPnya. Dan pihak Kelurahan setempat menjelaskan, sertifkat tanah yang dipinjamkan oleh RKM kepada Ainu untuk diagungkan ke Bank dimaksud tidak sedang dalm sengketa,” pungkas Syamsudin.

Secara terpisah Kapolres Bima Kota, AKBP Rohadi, S.IK, MH melalui Kasi Humas setempat yakni AKP Jufrin membenarkan adanya laporan Ainu dimaksud. Dalam kasus ini, terduga korban melaporkan RKM terkait dengan dugaan penipuan. Dan pada moment yang sama terangnya, pihak pelapor didampingi oleh Kuasa Hukumnya, Syamsudin, SH.

“Terkait RKM ini, sudah ada dua laporan yang dilaporkan oleh Ainu. Kedua kasus ini sedang ditangani Penyidik. Dan status penangananya masih dalam tahapan penyelidikan,” sahut Jufrin, Sabtu (4/11/2023).

 Jufrin kemudian menambahkan, aspek penegakan supremasi hukum terkait kasus yang telah dilaporkan tersebut tetap berifat mutlak. Pihak pelapor dan sejumlah saksi yang diajukanya, diakuinya telah dimintai keteranan awal oleh penyidik.

“Dan pada tahapan penyelidikan, penyidik juga akan memanggil pihak terlapor. Namun hal itu akan dilakukan dilakuka oleh penyidik setelah melewati sejumlah tahapan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Jufrin.  (TIM VISIONER

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.