Warga “Diperalat Guna legalkan Kepentingan Asing”,-Hotel Milik WNA Sedang Dibangun di Kawasan Lariti?


Ketua KPKBT, Jasmin A. Malik S.Pd
Visioner Berita Bima-Kekayaan destinasi wisata pada Kabupaten Bima bagian timur khususnya di Kecamatan Sape dan Lambu, berhasil membuka mata para investor untuk meliriknya. Masih soal destinasi wisata, Lambu Sape Komodo dan Sangiang (Lasakosa) pun telah menjadi agenda Provonisi NTB untuk mengembangkannya terlepas dari pengembangan Saleh Moyo Tambora (Samota).

Masih di Kabupaten Bima bagian timur, di sana telah ada sebuah Resort bernama Kalimaya. Sebuah tempat yang didalamnya ada hotel ini, berlokasi di wilayah Desa Poja Kecamatan Sape. Kalimaya Resort, tercatat sudah beroperasi sekitar tiga tahun silam. Hanya saja, banyak pihak yang mengeluhkannya teruma warga Sape dan Lambu karena hanya “orang tertentu yang bisa mengunjunginya”.

Informasi yang diterima sejumlah awak media menyebutkan, Kalimaya Resort yang juga menyediakan puluhan spot diving ini adalah milik Warga Negara Asing (WNA). Namun secara legal, kepemilikan Kalimaya Resort adalah menggunakan nama isterinya yang juga Warga Negara Indonesia (WNI).

Lagi-lagi soal kekayaan destinasi wisata di Kabupaten Bima bagian timur ini, dibalik adanya usaha legal dan wacana pengembangan Lasakosa, kini muncul pula isu-isu miring. Yakni, diduga ada upaya seorang WNA sedang membangun sebuah Hotel dibawah payung PT. Naga Resort di Desa Sumi Kecamatan Lambu, lokasinya masih dalam kawasan Pantai Lariti. Dan lokasi pembangunan hotel tersebut, berbatasan langsung dengan Desa Soro Kecamatan Lambu. Pembangunan hotel tersebut, disinyalir tak mengantongsi sejumlah dokumen penting dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) dan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Kabupaten Bima.

“Masyarakat Desa Sumi menolak pembangunan hotel milik WNA tersebut. Penolakan masyarakat terkait hal itu, berlangsung pada acara sosialisasi yang dilakukan di Desa Sumi beberapa waktu lalu. Intinya, warga Lambu menolak keras pembangunan hotel milik WNA tersebut. Namun, pihak Perusahaan dimaksud yang dibeking oleh seorang warga berinisial AHY, sudah memasukan sebuah excavator untuk meratakan tanah untuk kepentingan pembangunan hotel itu,”  ungkap Ketua Komite Pembentukan Kabupaten Bima Timur (KPKBT), Jasmin A. Malik S.Pd, Jum’at (25/5/2018).

Sementara status tanah di lokasi pembangunan Hotel seluas sekitar belasan hektar tersebut, menurut informasi yang diterimanya sudah bersertifikat. Namun sebebelum sertifikat tanah atas nama warga diterbitkan oleh pihak BPN Kabupaten Bima, lokasi itu diduga berstatus sebagai lahan milik negara.

“Sebelum SPPT diterbitkan, sejumlah oknum mempengaruhi masyarakat untuk mengkavling-kavlin tanah. Setelah kelompok masyarakat memiliki mengantongi SPPT, makanya selanjutnya berporses hingga sertifikatnya diterbitkan oleh pihak BPN. Ketika kelompok masyarakat yang semula diduga sengaja dibentuk oleh oknum tersebut telah mengantongi sertifikat resmi sebagai pemilik tanah, maka selanjutnya dilakukan proses jual-beli dengan Perusahaan dimaksud di Notaris PPAT.  

Dugaan memperalat masyarakat untuk mengkavling tanah di kawasan pinggir pantai oleh sejumlah oknum yang pada akhirnya dilegalkan untuk kepentingan WNA, akuinya bukan hal baru. Tetapi, ditengarai berlangsung lama dan masih berlangsung sampai sekarang. Dugaan modus operandi lain untuk mendapatkan tanah di sana, juga dalam bentuk lainnya. Misalnya kata Jasmin, ada beberapa warga yang lokasinya dipagar tetapi belum punya sertifikat. Maka langkah selanjutnya, oleh oknum tertentu diduga ikut berjuang hingga yang bersangkutan memiliki sertifikat. Ujung-ujungnya, diduga tanah bersertifikat tersebut dijual ke WNA.

“Hampir seluruh kawasan sekitar pantai diduga kuat-telah dikavling-kavling oleh kelompok masyarakat ditengarai sengaja dibentuk, namun pada akhirnya akan dijual ke WNA. Dugaan pengavlingan kawasan pantai tersebut, diduga dinakhodai oleh sejumlah oknum. Ingat, perlawanan dari warga Lambu khususnya tak pernah berhenti terkait hal itu. Dan, perlawanan tersebut merupakan kesepakatan bersama,” tegas tokoh muda yang dikenal tegas dan berani ini.

Terkait pembangunan hotel milik WNA tersebut, Jasmin mengaku telah menyampaikan secara lisan kepada Bupati Bima, Hj. Indah Dhamyanti Putri. Pun pertemuan tersebut, diakuinya bersifat terbatas. “Pada pertemuan terbatas tersebut, Bupati Bima mengaku tidak tahu ada pembangunan hotel di sana. Sekali lagi, saya tegaskan bahwa Bupati Bima tidak tahu soal adanya pembangunan hotel di sana,’ ulasnya dengan nada tegas.

Kerasnya penolakan pihaknya terkait kehadiran pihak Asing di kawasan pantai Lariti tersebut, Jasmin mengungkap adanya oknum yang datang memintanya untuk menerima pembangunan hotek milik WNA. Namun, dengan tegas Jasmin menolaknya walau apapun yang akan terjadi. “Bersama rakyat Lambu, kami telah berkomitmen untuk tetap menolaknya, walau sudah ada beberapa orang oknum yang berhasil mereka bujuk,” beber Jasmin.

Dugaan pengkavlingan kawasan pesisir pantai, bukan saja di kawasan Lariti, tepatnya di wilayah Desa Sumi dan Desa Soro. Tetapi, hal yang sama juga ditengarai akan melebar sampai ke Pulau Kelapa.

“Selama ini, upaya-upaya yang dimainkan oleh terduga mafia tersebut, berhasil digagalkan oleh warga Lambu. Namun, sekarang mereka hadir dengan cara baru. Katanya, dikawasan hutan produksi terbatas bisa membentuk kelompok sebanyaknya-banyaknya. Masih katanya, beberapa puluh tahun kedepan kelompok tersebut akan bisa memiliki lahan dan kemudian mengurus sertifikatnya. Informasi ini, diceritakan sendiri oleh mereka. Dan, katanya hal tersebut sudah diatur oleh Undang-undang,” papar Jasmin.

Sementara upaya yang diduga dilakukan oleh oknum berinisial AHY ungkap Jasmin, yang bersangkutan ingin menguasai wilayah pesisir utara Kecamatan Sape hongga ke pesisir selatan Kecamatan Lambu. Jika hal tersebut sukses dilakukannya, maka diduga akan lahir sebuah tujuan besar.

“Yakni, jika suatu waktu wisatawan ingin ke Pulau Kelapa dan lainnya tentu harus melewati rute mereka terlebih dahulu. Mulai dari pesisir Sape utara dan pesisir selatan Lambu, mereka berencana akan membangun hotel dan pelabuhan. Jadi suatu waktu, tempat mereka akan dijadikan sebagai terminal wisata. Menurut kawan saya, dulu mereka ingin menguasai wilayah sekitar pelabuhan Sape. Namun, oleh Camat Sape saat itu tidak berani memberikan ruang kepada mereka,’ tandas Jasmin.

Singaktanya, sosialisasi terkait kehadiran PT. Naga Resort itu pernah dilakukan di Danposramil Lambu. Pada saat itu, ada beberapa kelompok yang berhasil mereka lobi. Namun pada keputusan akhir sosialisasi, beberapa kelompok kecil langsung frontal dan kemudian menolaknya.

“Intinya, sosialisasi kehadiran Perusahaan tersebut berujung pada penolakan oleh warga.  Sementara sikap Pemerintah Desa (Pemdes) Sumi saat itu, jelas tidak bisa berbuat apa-apa karena masyarakat menolak. Kades yang sekarang ini, kan teman sejalannya AHY. Namun, banyak yang tidak mampu mereka lobi termasuk saya. Anehnya, karena saya menolak justeru tidak diundang saat sosialisasi. Padahal, awalnya yang mengusulkan sosialisasi tersebut adalah saya,’ ujar Jasmin.

Belum lama ini beber Jasmin, sempat terjadi konflik antara warga Desa Sumi dengan warga Desa Soro. Usut punya usut tuturnya, ternyata konflik tersebut dipicu oleh soal pengkavlingan tanag oleh beberapa kelompok masyarakat di perbatasan antara Desa Sumi dengan Desa Soro. “Sebab, mereka ingin memiliki tanah dikawan pantai Lariti dan seterusnya hingga ke watasan Sumi.  Tujuan mereka, tanah itu mau dijual. Sebab, sudah ada AHY yang akan membayarnya,” bebernya lagi.

Tanah  yang dikavling sebagai pemicu konflik antara warga Soro dengan Sumi sebutnya, itu bukan tanah untuk perladangan. Tetapi, justeru tanah yang tidak bisa ditanami dengan apapun, karena konfisinya berada di kawasan pesisir pantai.

“Untuk itu, kami menengarai adanya pihak Perusahaan tersebut dibalik terjadinya konflik antara warga Soro dengan warga Sumi itu. Dan, sampai saat ini warga Soro sudah berbondong-bondong mengkavling tanah di sana. Dan si AHY sudah siap membelinya. Awalnya, AHY Cs ini membeli tanah di sana sektar 12-14 hektar, selanjutnya akan terus berkembang. Tujuan tanah itu dibeli adalah untuk membangun hotel. Ada beberapa oknum yang diduga berhasil dilobi oleh AHY dengan uang. Selain itu,  warga melayaninya karena AHY sudah berjanji pada saatnya nanti akan dipekerjakan untuk membangun Resort maupun home stay dan ada pula warga yang dijanjikannya sebagai pemasok material bangunan, serta menjadi tenaga kerja,” katanya.

Tentang legal atau sebaliknya pembangunan hotel di milik PT. Naga Resort di Kawasan Pantai Lariti atau tepatnya di wilayah Desa Sumi tersebut, Kepala KPPT Kabupaten Bima melalui Kasi Pelayanan Perizinan, Jumratul Haidah, SE menegaskan, sampai sekarang Perusahaan tersebut belum pernah hadir di Isnatnsi ini. “Yang jelas, sampai sekarang mereka belum mengajukan berkas permohonan ke kami,” tegasnya, Ju’at (25/5/2018).

Ia kemudian menjelaskan tentang sejumlah persyarakat permohonan izin untuk kepentingan pembangunan apapun di kawasan itu. Yakni status tanahnya harus jelas, maksudnya tanah itu milik siapa harus didukung oleh aktanya. Kedua, tata ruangnya harus sesuai, dan dirapatkan terlebih dahulu dengan BKPRD dan kemudian ditindaklanjuti dengan kepengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Selanjutnya, baru masuk ke dokumen perizinan, dokumen lingkungannya, UKL-UPL. Selanjutnya, baru masuk ke kita terkait rekoemndasi Camat dan Desa, hasil sosialisasinya. Jika tidak ada rekoemndasi Desa, tentu saja kita tidak bisa menindaklanjutinya. Yang jelas, proses kepengurusannya harus dimulai dari bawah,’ terangnya.

Jika WNA ingin membangun hotel atau Resort di sana, ditegaskannya harus ada izin prinsipnya terlebih dahulu  dari Badan Penanaman Modal Asing (BPMA) di Jakarta. “Kalau sudah ada izin prinsinya dari BPMA, kami di Badan Penanaman Modal Daerah (BMPD) akan menindaklanjutinya rekomendasi Desa, Camat dan lainnya. Sekali lagi, berkas permohonan izin dari PT. Naga Resort tersebut, sampai detik ini belum masuk ke KPPT Kabupaten Bima. Dan, kami juga tidak tahu adanya pembangunan hotel milik PT. Naga Resort di Sumi itu. Beberapa staf disini, juga mengaku belum pernah menerima berkas permohonan izin dari perusahaan itu,” ungkapnya. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.