Kisah Melati “Disiksa”, Ditinggalkan-Tak Dinafkahi oleh Suami Setelah Seminggu Menikah Hingga Sekarang
Ia Pun Melaporkan Suaminya ke Polisi Dalam Kasus Dugaan Penelantaran
Melati Saat Memberikan Keterangan Kepada Penyidik Terkait Laporannya Beberapa Waktu Lalu |
Kepada Visioner, Melati menjelaskan bahwa
menikah dengan H tentu saja didasari oleh cinta. Sebab sebelum keduanya menikah
secara resmi (Pesta yang dihadiri oleh banyak undangan), terlebih dahulu
diawali hubungan cinta-kasih selama sekitar dua tahun lamanya. "Mungkin pernikahan saya dengan dia yang sangat aneh, Mas. Saat bersanding di pelaminan, dia kesaya sudah jam berapa sekarang. Sayapun membalasanya dengan pertanyaan (kenapa?). Ia kemudian menjawab tak apa-apa, kecuali memberitahukan akan menjual maharnya ke saya berupa cincin kawin," bongkar Melati.
Melati kemudian menjelaskan tentang kisah manis yang dialaminya selama berpacaran dengan H. "Sebelum menikah, kami berdua berpacaran
selama dua tahun. Selama dua tahun membangun hubungan cinta-kasih, H terlihat
sangat baik dan sangat perhatian pula kepada saya. Maksudnya, selama itu pula
dia selalu mengajari saya tentang kebaikan. Saat itu, saya masih kuliah di
salah satu Kampus yang bergerak dibidang Kesehatan di Kota Bima,” tandas Melati
beberapa hari lalu.
Beberapa bulan setelah selesai wisuda pada Kampus
tersebut, H pun menikahinya secara resmi. Pernikahan yang berlangsung di
kampung halamanya pada tanggal 4 Oktober 2018 itu, diakuinya terlepas dari
dasar cinta tetapi juga disepakati oleh keluarga kedua keluarga yang berhajat. “Pernikahan
kami berdua, tentu saja direstui oleh kedua orang tua dan keluarga saya serta
kedua orang tua serta keluarganya H. Sekali lagi, kami menikah sesuai dengan
rencana dan didasari oleh cinta,” ulas Melati.
Setelah menikah secara resmi, keduanya bukan
tinggal di rumah sendiri, dan bukan pula di rumah orang tuanya. Tetapi, hidup
berdua di sebuah kamar kontrakan di salah satu wilayah di Kecamatan Rasanae
Barat-Kota Bima. Baru seminggu keduanya hidup di kamar kontrakan tersebut,
praktis saja muncul sebuah masalah. Yakni, Melati melihat obrolan antara
suaminya dengan seorang wanita lain melalui inbok di Media Sosial.
“Obrolan keduanya melalui kotak chating
tersebut, menggambarkan sekaligus memperkuat adanya hubungan layaknya pasangan
kekasih. Karenanya, saya pun cemburu dan bahkan bertanya kepada suami. Namun,
jawaban yang saya peroleh adalah kekerasan secara fisik,’ ungkap Melati.
Kekerasan fisik yang diterimanya dari suami
selama seminggu hidup di kamar kontrakakan tersebut, diakuinya sering terjadi.
Kendati demikian, Melati mengaku masih bisa menahannya dengan penuh kesabaran.
“Kekerasan yang menimpa saya selama hidup di
kamar kontrakan tersebut, tidak saya beritahukan kepada keluarga. Dan, hal
itupun tidak saya laporkan kepada Polisi karena pertimbangan sekaligus harapan masih
ingin baik dengan suami saya. Bentuk kekerasan fisik tersebut, H memukul mulut
saya hingga terluka dan berdarah. Dan sampai sekarang, luka akibat pukulan
tersebut masih saya rasakan. Dampak lainnya dari kekerasan tersebut, sampai
sekarang makan nasipun tidak lancar,” terang Melati.
Sebelum pernikahannya dengan H berumur
seminggu, Melati mengaku sempat pulang ke kampung halamanya bersama suaminya. Melati
menjelaskan, pulang kampung bersama suaminya dengan tujuan memanen padi di
sawah.
“Pada saat mau pergi panen padi di saya, tiba
dia memerintahkan saya untuk memanen padi di sawah milik orang tua saya. Sementara
saat itu, dia memanen padi di sawah milik orang tuanya. Dan sebelum kegiatan
memanen padi berlangsung, dia sempat menyatakan tidak bisa saling membantu satu
sama lainya. Pun pada saat itu pula, saya merasa kok tidak seperti seperti
suami-isteri. Maksudnya, kok bisa ya
saya pergi ke tempat orang tua sendiri, dan dia pun pergi sendiri ke tempat
orang tuanya,” tanya Melati.
Kisah aneh plus pahit yang dirasakannya, tak
berhenti sampai di situ. Tetapi, masih saja terjadi dari hari ke hari. Dari hari
ke hari itu pula, Melati mengaku mengetahui bahwa suami diduga membangun
hubungan dengan seorang wanita lain lagi. Kendati demikian kata Melati, sang
suami tidak mengaku salah apalagi meminta maaf kepadanya.
“Kecuali, yang terjadi adalah dia
meninggalkan saya tanpa alasan yang jelas. Dia meninggalkan saya, sejak tanggal
10 April 2018, tepatnya disaat pernikahan kami berumur seminggu (7 hari) hingga
sekarang. Dan sampai dengan September 2018 ini, terhitung sudah hampir enam
bulan dia meninggalkan saya,” urainya.
Maka selama itu pula, Melati hidup dirumah
orang tuanya. Sedangkan sejak menikah sampai sekarang, Melati mengaku tak
pernah dinafkahi sedikitpun oleh suaminya. Sementara untuk kebutuhan
makan-minum sehari-hari sejak ditinggalkan oleh suaminya dan bahkan sampai
sekarang, Melati justeru dinafkahi oleh kedua orang tuanya sendiri.
“Selama menikah, dia tidak pernah menafkahi
saya secara lahiriyah. Kecuali, selama seminggu hidup bersama di kamar
kontrakan itu dia hanya memberikan nafkah batin. Biaya hidup selama di kamar
kost itu, bukan dari dia. Tetapi, diperoleh dari orang tua dan keluarga saya.
Suatu hari, ia pernah menyerahkan uang sewa kost sebesar Rp150 ribu kepada
saya. Padahal, sewa kamar kost tersebut
Rp400 ribu sebulan. Sayapun menyatakan bahwa uang yang diberikan itu
tidak cukup untuk sewa kost, namun dengan dengan tegas dia menyatakan tidak mau
tahu,” ungkap Melati lagi.
Menurut informasi yang diperolehnya dari orang-orang,
menyebutkan bahwa gaji suaminya yang masih bertstus sebagai tenaga sukarela itu
sebesar Rp2 juta per bulan. Tetapi selama selama menikah, Melati mengaku tidak
pernah menerima penjelasan dari suaminya nominal gaji perbula pada salah satu
instansi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima itu. Yang saya tahu, baru tiga
tahun dia bekerja sebagai tenaga sukarela pada instansi tersebut. Namun soal berapa
besar gajinya perbulan, saya tidak tahu. Sebab, dia tidak pernah memberitahukan
hal itu kepada saya,” ucap Melati.
Masalah rumah tangganya bersama H yang sejak
awal hingga saat ini masih dirundung oleh prahara, suatu waktu diakuinya sempat
dibahas pada satu moment, tepatnya di rumah Kepala Dusung di kampung
halamannya.
“Namun niat untuk membahas sekaligus menyari
solusia penyelesaian terkait prahara ruah tangga ini, harus menemui kegagalan.
Sebab, saat itu tiba-tiba dia bersama keluarganya datang sambil marah-marah.
Akibatnya, moment penting yang di rumah Kepala Dusun dengan niat awal untuk menemukan
jalan keluar bagi penyelesaian prahara rumah tangga ini justeru tidak jadi
dilaksanakan.
Lanjut Melati, kepada orang-orang di kampung
halamannya, H mengaku bahwa hubungannya dengan Melati masih akur-akur saja. “Rasanya
itu sangat aneh, dia mengaku kepada orang-orang bahwa hubungan rumah tangganya
dengan saya masih akur-akur saja padahal faktanya prahar rumah tangga ini masih
berlangsung sampai sekarang. Dan semakin aneh lagi ketika dia mengaku bahwa hubungan
rumah tangganya dengan saya masih baik-baik saja padahal sejak tanggal 10 April
2018 hingga sekarang dia tidak pernah menafkahi saya, dan tidak pernah pula
mendatangi saya,” timpa Melati.
Menjawab pertanyaan tentang seperti apa hubungan
komunikasinya dengan suaminya sejak dirinya ditinggalkan sampai sekarang,
Melati mengaku tak pernah ada pembicaraan melalui saluran seluler yang
menggambarkan hal-hal yang baik. “Setiap dia dapatkan nomor HP saya dan
kemudian menelephone saya, kata-katanya tidak ada setikitpun kata-katanya yang
sejuk. Kecuali, yang terngiang ditelinga
saya hanyalah kata-kata dan kalimat kasar,” sebut Melati.
Melati kemudian menandaskan, kekerasan fisik
yang diterimanya dari suaminya itu juga sempat dilaporkannya kepada pihak
Polsek Sape. Upaya hukum yang ditempuhnya dalam kaitan itu, justeru harus
dihadapkan dengan permintaan damai dari suaminya beserta keluarganya. “Ada
upaya damai yang hendak dilaukan di Mapolsek Sape itu, namun saya tegaskan
bahwa hubungan suami-isteri ini tidak ada kata damai. Oleh karenanya, kasus itu
harus dituntaskan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Melati.
Perjuangan untuk mencari keadilan hukum atas
peristiwa yang menimpanya, tampaknya masih berlanjut. Beberapa hari lalu,
Melati berada di ruang PPA Polres Bima Kota. Tujuannya melaporkan suaminya
secara resmi dengan delig penelentaran. Pada moment tersebut, Melati juga hadir
dengan dua orang saksi. “Saya dan dua oran saksi sudah memberikan keterangan
kepada penyidik PPA Polres Bima Kota. Kata penyidik PPA, saya masih akan
dipanggil lagi untuk memberikan keterangan terkait kasus ini. Namu, saya belum
tahu kapan saya menghadap Penyidik PP Polres Bima Kota,” tanya Melati.
Adakah kata damai bagi sang suami dan
kemudian kembali bersama guna memperbaiki sekaligus membangun rumah tangga yang
jauh lebih baik dari sebelumnya?, pertanyaan ini justeru dijawab dengan nada
tegas dan bahkan lantang oleh Melati.
“Harapan untuk kembali bersama dengan dia itu
sesungguhnya sudah tak ada lagi. Sebab, beban teramat berat, penyiksaan serta
rasa sakit yang saya rasakan selama bersama dia sangat sulit untuk dilupakan. Maka
pilihan saya yang paling tepat adalah perceraian. Ya, perceraian adalah
keharusan. Namun, hal itu akan dilakukan setelah kasus yang saya laporkan
kepada Polisi ini dituntaskan terlebih dahulu secara hukum. Untuk itu, dalam
kasus ini saya berharap agar hukum dapat ditegakan dengan seadil-adilnya,” imbuh
Melati.
Singkatnya, Melati menyatakan bahwa prahara yang
menimpa rumah tangganya terjadi sejak hidup berumah tangga dengan H, dan hingga
detik ini belum juga berakhir. Pahit-getir hidup yang ditambah lagi dengan
kekerasan fisik, beratnya beban hidup yang dipikulnya dan kata-kata kasar yang
diterimanya serta peristiwa lainya yang terjadi selama ia hidup bersama dengan
suaminya-adalah rujukannya kedepan untuk tidak kembali jatuh pada lubang yang
sama alias status suami-isteri itu harus diakhiri di Pengadilan Agama
(perceraian). Tetapi, hal itu akan dilakukan setelah kasus yang dilaporkannya
secara hukum itu dituntaskan oleh palu Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima.
“Semula saya tidak pernah menduga bahwa
pernikahan resmi dengan H yang didasari oleh kekuatan cinta, justeru dirundung
oleh prahara sejak awal yang kemudian diperparah oleh kekerasan fisik dan hal
lain yang selama ini ia lakukan terhadap saya. Dan pada saat pernikahan baru berumur
satu minggu, tercatat sebaanyak tiga kali ia melontarkan kata akan menceraikan
saya. Bukan itu saja, dia kepada orang-orang
dia mengaku telah bercerai secara resmi di PA dengan saya. Padahal, hingga hari
ini ia tidak pernah mengajukan gugatan cerai di PA Bima. Ironisnya lagi, dia
sempat memposting akta cerai melalui aku Facebooknya (FB). Padahal, akta cerai
itu milik orang lain,” tambahnya.
Melati juga mengakui bahwa suami adalah sosok
yang taat beribadah seperti Sholat 5xsehari semalam, rajin berpuasa, dan rajin pula
melaksanakan ibadah Sholat Jum’at. Sisi baik lain yang melekat pada diri
suaminya yang diketahuinya, yakni tidak judi, bukan penikmat Narkoba, Miras
maupun obat-obat terlarang lainnya.
“Tetapi dibalik itu, yang
saya tahu dia adalah pecinta wanita. Dan saya tahu soal itu karena bersama dia
dalam waktu yang lama pula. Yakni, sejak pacaran hingga kami menikah secara
resmi. Walau pada saatnya nanti rumah tangga kami harus diakhiri, namun sampai
sekarang status saya dengan H masih berstatus sebagai suami-isteri yang sah
secara hukum,” pungkas Melati. (TIM
VISIONER)
Tulis Komentar Anda