AJI Mataram Merupakan Yang Pertama Dalam Sejarah Adakan Diskusi Soal Pemberitaan Ramah Anak di Bima

Kinerja Media Masa Juga Disorot Tajam Pada Kegiatan Ini

Dari Moment Diskusi Jurnalistik Bertemakan Pemberitaan Ramah Anak Yang Digelar Oleh AJI Mataram-NTB di Aula SMKN III Kota Bima, Sabtu (9/10/2021)

Visioner Berita Kota Bima-Peristiwa kekerasan dan pedovilia terhadap anak dibawah umur di Kota Bima, dibeberkan cenderung meningkat di tahun ini (2021) oleh pihak Lembaga Perlidungan Anak (LPA) setempat di bawah kendali Juhriati, SH, MH (Ketua LPA Kota Bima). Kecenderungan meningkatnya kasus kejahatan terhadap anak dibawah umur juga terjadi di Kabupaten Bima.

Maka tak heran jika Bima baik Kota maupun Kabupaten menjadi dua daerah yang terungkap santer di kancah Nusantara (Indonesia). Olehnya demikian, Negara, Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan kecerdasan sikapnya menyelamatkan keberlangsung hidup, nasib serta masa depan anak.

Tak hanya itu, kinerja Media Massa juga disorot secara tajam. Sorotan itu terkait pemberitaan Media Massa khususnya di Kota dan Kabupaten Bima yang terkadang memberitakan secara fullgar tentang identitas anak. Salah satunya, dalam pemberitaan menulis inisial anak sebagai korban, tetapi alamatnya tidak dirahasiakan.

Bukan itu saja, foto yang dimuat dalam pemberitaan terkait anak terungkap ada yang tidak dibluurkan, tidak menggantinya dengan karikatur, dan ada pula yang menggunakan karikatur tetapi tetap memperlihatkan sesuatu (Ilustrasi) yang mirip dengan kejadian sesungguhnya sehingga dinilai salam halnya dengan memperlihatkan pelajaran terburuk untuk anak-anak.

Dari pemberitaan Media tersebut, ditegaskan anak bukan saja menjadi korban dari pelaku kejahatan, tetapi mereka juga menjadi korban berikutnya dari pemberitaan tersebut. Tak hanya itu, lepas dari lemahnya aspek kejelian para Jurnalis dalam kaitan itu juga disinggung kian lemahnya kinerja Pemerintah melalui OPD terkait yang cenderung fokus pada akibat tetapi terkesan dominan abai terhadap faktor penyebab.

Peristiwa menarik sekaligus pelajaran penting bagi berbagai pihak demi anak dan masa depanya ini, terkuak pada moment Diskusi dengan tema “Pemberitaan Ramah Anak” yang digagas oleh Assosiasi Jurnalis Indepeden (AJI Mataram-NTB) di aula utama SMKN III Kota Bima, Sabtu (9/10/2021). Catatan penting Media Online www.visionerbima.com menjelaskan bahwa AJI Mataram-NTB merupakan organisasi Kewartawanan yang pertama kali menggelar diskusi ilmiah soal anak ini.

Liputan langsung sejumlah Awak Media pada kegiatan ini melaporkan, narasa sumber yang dihadirkan adalah dari Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kabupaten, Kasi Hukum Polres Bima Kabupaten, LPA Kota Bima, LBH sekaligus Relawan Anak NTB. Dan hadir pula delegasi dari PUSPA Kota Bima (bukan sebagai nara sumber).

Sementara yang tak nampak pada moment diskusi tentang ramah anak ini adalah dari DP3A2KB kabupaten Bima, LPA Kabupaten Bima, Peksos Kota Bima dan Kabupaten Bima. Esensi dari diskusi penting tersebut adalah menyepakati ada sikap Media Massa untuk ke depanya agar merubah cara lama ke hal baru yang esensinya lebih kepada pemberitaan ramah anak.

Lepas dari itu, pada moment tersebut para undangan yang hadir bukan saja mengapresiasi langkah cerdas AJI Mataram-NTB. Tetapi juga untuk kedepanya agar mengusung tema yang lebih tajam, yakni “Jurnalis Milik Anak”. Tujuanya agar para Jurnalis khususnya di Bima bukan saja ikut berpartisipasi menulis berita tentang kasus kekerasan terhadap anak. Tetapi juga dituntut bahwa Jurnalis adalah milik anak.

Usulan tersebut diapresiasi oleh para nara sumber dan seluruh Wartawan yang hadir pada moment diskusi dimaksud. Hal penting lain yang terkuak pada moment yang dinilai sangat mulia ini, juga terkait kinerja Media Massa yang ada di Bima pada pemberitaanya tidak tuntas terkait tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur.

Maksudnya hanya menggebu pada awal kejadian namun lemah pada tindak lanjut (running) mulai dari penanganan di tingkat Kepolisian, Kejaksaan hingga pada pembacaaan putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima. Olehnya demikian, partisipasi aktif Media Massa untuk kedepan dituntut mulai dari soal edukasi, kontrol sosial terkait penanganan kasus kejahatan terhadap anak dibawah umur mulai dari penanganan di tingkat Kepolisian, Kejaksaan hingga diputuskan oleh Majelis Hakim PN Raba-Bima.

Tujuanya lebih kepada agar publik menjadi tahu tentang kerja serius dan kerja tuntas Media Massa terkait kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur. Sorotan penting lainya pada moment tersebut, juga muncul terkait adanya dugaan adanya kasus tindak pidana kejahatan terhadap  anak dibawah umur yang berakhir di meja mediasi, padahal ancaman hukuman bagi para pelaku sesuai yang tertera di dalam UU Perlindungan Anak adalah belasan tahun penjara, seumur hidup dan pidana mati.

Kinerja Media Massa di Kota Bima dan Kabupaten Bima yang disorot pada moment kegiatan tersebut adalah soal “budaya copy paste berita”, dan cenderung lemah pada ranah edukasi dan investigasi. Disinggung pula, bahwa kelemahan tersebut merupakan salah satu pemicu bagi tak tuntas kinerja Jurnalis di Bima terkait kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur.

Beragam pesan-pedan penting tersebut, bukan saja disampaikan oleh seluruh naras sumber yang hadir. Tetapi juga menjadi ekspektasi seluruh Wartawan dari berbagai Media Massa yang hadir pada moment penting dimaksud.

Pihak penyelenggara kegiatan diskusi pemberitaan ramah anak ini yakni AJI Mataram-NTB, bukan saja diakui sukses melaksanakan kegiatan ini. Tetapi pihak penyelenggara juga mengakui bahwa tema pemberitaan ramah anak yang diusung pada diskusi dimaksud sangat penting mengingat maraknya peristiwa tindakan kejahatan terhadap anak dibawah umur baik sebagai pelaku maupun anak sebagai korban di Kota Bima dan Kabupaten Bima, dan selanjutnya dinilai diperparah oleh pemberitaan Media Massa yang tidak ramah terhadap anak.

“Partisipasi berbagai elemen masyarakat termasuk Media Massa yang dibutuhkan untuk ke depanya. Anak yang sudah menjadi korban maupun anak sebagai pelaku kejahatan wajib untukdijaga, diselematkan karena mereka memiliki harapan, cita-cita, tujuan dan keberlangsung hidup serta masa depanya. Oleh perlu disepakati bahwa persekusi terhadap anak dalam pemberitaan merupakan kejahatan. Olehnya demikian, cara lama yang cenderung karena faktor lemahnya pemahaman soal regulasi terkait anak soal pemberitaan untuk ke depanya mutlak untuk dibenahi,” tegas Penyelenggara kegiatan.

Tak hanya itu, pihak Penyelenggara kegiatan juga menekankan bahwa Media Massa juga merupakan salah satu pihak paling bertanggungjawab dan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan keberlangsunganhidup, nasib dan masa depan anak baik sebagai korban maupun anak sebagai pelaku kejahatan.

Ketua LPA Kota Bima, Juhriati, SH, MH pada moment tersebut membeberkan bahwa ditemukan adanya pemberitaan di Media Massa di Bima baik Kota maupun Kabupaten yang tidak utuh dalam merahasiakan identitas anak baik sebagai korban maupun pelaku kejahatan. Hal itu ditegaskanya sama halnya dengan memperparah mental dan kondisi kejiwaan terhadap anak-anak itu sendiri.

“Anak yang telah menjadi korban kejahatan maupun pelaku kejahatan jangan lagi dijadikan sebagai korban pada pemberitaan di Media Massa. Kasus kejahatan terhadap anak dibawah umur khususnya di Kota Bima, saat ini cenderung meningkat (lebih dari 40 kasus). Namun yang dominan adalah kasus kekerasan sexsual terhadap anak dibawah umur. Selain itu, ada juga kasus anak yang terjerat sebagai pelaku kejahatan,” ungkapnya.

Juhriati menambahkan, peristiwa kejahatan terhadap anak juga dipicu oleh sejumlah persoalan penting yang diabaikan. Antara lain lemahnya pengawasan internal dan eksternal, dan diperparah lagi oleh adanya pemberitaan Media Massa yang dinilai terlalu fullgar yang tidak untuk merahasiakan identitas anak baik korban kejahatan maupun anak sebagai pelaku kejahatan.

“Masa depan anak adalah tanggungjawab kita semua. Kalau bukan sekarang ya kapan lagi. Dan kalau bukan kita ya siapa lagi. Mari kita semua secara bersama-sama melindungi, menjaga tentang keberlangsungan hidup, nasib dan masa depan anak. Sementara kegiatan yang digelar oleh AJI Mataram-NTB ini adalah luar biasa, dan membuktikan bahwa kita semua sangat peduli terhadap anak Indonesia,” pintanya.

Sedangka dua orang nara sumber dari Polres Bima Kabupaten yakni Kepala Seksi Bagian Hukum (Kasikum), Iptu sade suhendra, SH dan Kanit PPA Sat Reskrim setempat, Ipda Ruslan sama-sama menjelaskan tentang kian meningkatnya peristiwa tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur baik sebagai korban maupun anak sebagai pelakunya.

Keduanya kemudian berharap, peristiwa ini berharap adanya kekuatan bersama dari seluruh elemen masyarakat dan Pemerintah melalui OPD terkait untuk menyikapi secara serius dan meminimalisirnya. Bagi Aparat Penegak Hukum (APH) baik Polisi, Kejaksaan dan Majelis Hakim PN Raba-Bima, tetap menempatkan bahwa aspek penegakan hukum terkait kasus tersebut tetap bersifat mutlak.

“Diversi terhadap anak sebagai pelaku kejahatan hanya berlaku pada ancaman dibawah 7 tahun penjara. Selebihnya tetap diberlakukan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan hum yang berlaku pada UU Perlindungan Anak. Peristiwa kejahatan yang terjadi pada anak-anak di Bima bukan saja pada anak-anak sebagai korbanya, tetapi juga melibatkan anak-anak anak sebagai pelaku kejahatan. Sekali lagi, APH tetap fokus dan serius pada penegakan supremasi hukumnya,” tegas keduanya.

Keduanya juga berharap agar pemberitaan soal anak baik korban kejahatan maupun anak sebagai pelaku dari kejahatan itu sendiri dan difilter (disaring) semakasimal mungkin oleh Media Massa. Yang demikian tegas keduanya, merupakan cerminan bahwa Media Massa telah membuktikan kesadaran dan partisipasinya di dalam menyelamatkan mental, kejiwaan, nasib, masa depan dan keberlangsungan hidup anak-anak Indonesia.

“Jadikanlah anak-anak Indonesia sebagai anak kita semua. Hari ini, esok dan selanjutnya bagi anak Indonesia adalah tugas dan tanggungjawab kita semua. Fungsi kontrol dan pengawasan terhadap anak bukan saja oleh Massa, tetapi juga para orang tua, para pegian dan berbagai elemen masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan AJI Mataram-NTB ini diharapkan tidak sampai di sini saja. Tetapi mutlak untuk dilanjutkan untuk ke depanya dengan menghadirkan berbagai nara sumber baik dari APH, Pemerintah melalui OPD terkait, para pegiat anak dan para orang tua dari anak-anak itu sendiri,” harap keduanya.

Nara sumber dari dari Aliansi Jurnalis Independen Mataram-NTB, Atin juga menyatakan hal senada. Pada pemberitaan bukan saja soal perlindungan terhadap anak baik sebagai korban maupun anak sebagai pelaku tindak kejahatan. Atin juga menyoroti tentang kinerja beberapa Media Massa yangterkesan engabaikan regulasi sdoal anak, dan masa Kode Etik Wartawan Indonesia serta UU Pers Nomor 40 tahun 1990.

Dampak dari pemberitaan yang terkesan fullgar kata Atin, bukan saja mengancam mental anak, tetapi juga beresisrtensi kepada psikologi anak. Tak hanya itu, ada beberapa Media yang terkesan kuran memahami regulasi seutuhnya tentang sanksi bagi Jurnalis pada pemberitaan yang tidak ramah soal anak.

“Pemberitaan yang tidak ramah anak tesebut, juga memiliki dampak sosial. Tak hanyaitu, anak sebagai korban kejahatan selanjutnya dikorbankan lagi oleh pemberitaan yang tidak ramah anak. Berita adalah fakta. Namun tidak semua fakta bisa soal anak bisa diberitakan. Misalnya, ada kronologi tentang praktek pencabulan oleh pelaku kejahatan terhadap anak tidak semua harus dibeberkan secara fullgar pada pemberitaan Media Massa,” terang Atin.

Sementara itu, Direktur Pusat Bantuan Hukum Mangandar (Dirut-PBHN), Yan Mangandar, SH, MH menegaskan, mengungkapkan pentingnya pengawasan terhadap pemberitaan soal anak sangatlah penting di era digital ini. Sebab, di era ini dijelaskan bahwa bisa mencari informasi sendiri melalui Handphone (HP) Android pribadinya.

“Minat baca terhadap pemberitaanterkait kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak bukan saja dari kalangan Dewasa dan orang tua. Tetapi juga anak-anak, mereka penasaran dengan peristiwa dimaksud dan selanjutnya membacanya dan kemudianya membagikanya di beranda Medsos. Misalnya pada salah satu kasus yakni kasus perceraian di di salah satu wilayah mana anak diperebutkan oleh orang tuanya dan namanya ditulis oleh Media Massa hingga akhirnya anak tersebut mengalami perundungan dan kemudian enggan lagi melanjutkan sekolahnya.

Bukan itu saja, Yan juga menyorot tentang perilaku bablas yang terjadi di Medsos terkait peristiwa pembantaian terhadap anak dibawah umur di Desa Sondosia Kecamatan Bolo-Kabupaten Bima beberapa waktu lalu. Pada postingan di Medsos oleh oknum tertentu tersebut, terlihat jelas video dan foto anak dibawah umur yang tewas ditempat oleh pelaku yang sebelumnya pernah dipenjara di Malaysia. Video dan foto yang sama juga diposting terkait dua korban lainya (kakak beradik) yang juga jadi korban dari pelaku itu pula.

“Kelemahan dalam kaitan itu, bukan saja dilakukan oleh oknum tertentu. Tetapi juga terlihat melalui pemberitaan Media Massa yang menjelaskan secara fullgar tentang identitas anak sebagai korbanya. Tak hanya itu, Pemerintah melalui OPD terkait juga lalai. Bentuk kelalaian dimaksud adalah tidak melakukan identifikasi terlebih dahulu sebelumnya kejadian berlangsung tentang kondisi dari pelaku itu sendiri. Peristiwa berdarah tersebut juga mengorbankan seorang personil Polsek Bolo-Polres Bima Kabupaten,” beber Yan. 

Diakhir kegiatan tersebut juga digelar diskusi terbuka antara Nara Sumber dengan puluhan Wartawan yang hadir sebagai undangan. Diskusi ini melahirkan kesepakatan tentang merubah pola pemberitaan untuk ke depanya. 

Tak hanya itu, masyarakat umum juga agar berkewajiban terlibat aktif dalam menjaga, mengawasi dan mengontrol secara ketat tentang ruang lingkup pergaulan anak. Tak hanya itu, diakhir acara AJI Mataram NTB memberikan sertifikat kepada seluruh Nara Sumber dan Wartawan yang hadir. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.