Bisnis Pupuk, Untung Buat Pengusaha, Derita Bagi Petani


Oleh : Anhar Donggo Sila

Hingga saat ini, persoalan Pupuk belum mampu diselesaikan. Masalahnya beragam, sebut saja dugaan harga jual yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET), Stock terbatas hingga terjadi kelangkaan dan dugaan permainan harga. Modusnya, dugaan penjualan paket Subsidi - Non Subsidi.

Praktek dugaan tersebut berlangsung setiap Tahun. Kebutuhan pupuk yang mendesak bagi Petani diduga menjadi celah atau peluang besar bagi oknum pengusaha untuk mendapat keuntungan besar.  Dugaan permainan harga ditingkat pengusaha pun terjadi, pupuk disalurkan tepat pada momennya.  Praktis, Petani  harus membeli walau dengan harga  diatas HET.  Hal itu terpaksa dilakukan karena pupuk merupakan kebutuhan tanaman yang harus dipenuhi. 

Lantas Siapa yang diuntungkan, yang jelas bukan Petani. Petani justeru menderita dan terbebani. Istilah Laba Rugi hanya berlaku dalam dunia bisnis. Tak terkecuali bisnis pupuk,  bisnis jalan terus, begitupun keuntungan tanpa perduli beban yang dialami petani. 

Jika merujuk pada persoalan yang menimpa Petani dari tahun ke tahun, dapat ditarik kesimpulan bahwa keuntungan berpihak pada pengusaha. Baik distributor maupun pengecer,  diduga kuat Pengusaha meraup keuntungan double, dari HET juga dugaan penjualan dengan modus paket Subsidi - Non Subsidi.

Dampak dari persoalan tersebut jelas berimbas pada Petani. Derita Petani bukan hanya saat membeli pupuk tapi juga setelah musim panen. Masalahnya, lebih karena harga jual hasil panen yang tidak stabil. Sedangkan, harga pupuk terbilang mahal. 

Persoalan serupa yang terjadi setiap Tahun itu, bukan berarti dibiarkan. Berbagai pihak bergerak, baik KP3, Dinas terkait, Polisi, TNI, DPRD dan elemen lainnya. Bentuknya, memanggil Distributor Pupuk, Pengecer dan PT. Pupuk Kaltim. Sayangnya belum mampu dituntaskan, faktanya masalah yang sama terus terjadi. Setiap Tahun Petani dihadapkan dengan persoalan mahalnya harga pupuk dan kelangkaan. 

Secara akal sehat, kelangkaan pupuk terjadi karena jumlah lahan yang lebih besar daripada jatah pupuk untuk distributor. Luas lahan bertambah karena pembukaan lahan baru. Jika luas lahan bertambah, otomatis kebutuhan pupuk meningkat. Sementara, jatah pupuk dari PT. Kaltim untuk Distributor disesuaikan dengan RDKK. Lantas  Siapa yang salah?

Untuk Wilayah Kabupaten Bima, tercatat ada 6 Distributor Pupuk. Sebut saja, CV.Rahmawati, CV.Wiratama, CV Rezeki Bima, CV Bintang Mas, CV Lewa Mori, CV Bintang Mas Dompu dan CV Langgam Tiga.

Dari Enam Distributor tersebut, CV Rahmawati bisa dibilang lebih menonjol. Saking menonjolnya, keluhan petani terus mencuat  seolah-olah tak pernah luput dari masalah. Tahun lalu, dugaan penjualan dengan harga jual diatas HET. Modusnya, penjualan paket Subsidi - Non Subsidi. Harganya tembus hingga Rp.250 per paket, dugaan itu ditemukan pada beberapa Kecamatan.

Dugaan dalam kaitan itu mendapat perhatian serius dari Komisi 2 DPRD Kabupaten Bima. CV Rahmawati dan Dinas Pertanian dan Perkebunan melakukan klarifikasi dengan Komisi terkait. Entah apa hasilnya, masih misterius. 

Persoalan CV Rahmawati kembali terjadi, kali ini saat pendistribusian jatah pupuk untuk Kecamatan Madapangga. Petani melakukan unjuk rasa Sabtu (4/12) di Desa Bolo, massa aksi bahkan memblokade Jalan. Akibatnya, arus Lalu Lintas mengalami kemacetan.

Tak hanya itu, juga sempat terjadi kericuhan, Wahyu salah seorang pengunjuk rasa dilarikan ke RS karena terkena serpihan peluru karet saat Aparat keamanan membubarkan massa. 

Upaya aparat keamanan menuai hasil, blokade jalan dibuka, arus lalin kembali normal. Sementara korban serpihan peluru karet dinyatakan selamat.(***)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.