NTB Darurat Narkoba, Generasi Muda Terancam
![]() |
Nur Rachmat - Lalu Gita Ariadi - Sudjarwoko - H. Agus Talino. |
Visioner Berita
Mataram NTB-Badan
Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, NTB termasuk daerah darurat narkoba.
Prevalensi atau masyarakat yang terpapar narkoba di daerah ini mencapai 63.918
jiwa. Penyalahgunaan narkoba di NTB menjadi ancaman nyata bagi generasi muda di
daerah ini.
Pasalnya,
penyalahgunaan narkoba sudah masuk ke anak-anak usia SD. Untuk menyelamatkan
generasi NTB dari bahaya narkoba, perlu kerja bersama antara semua pihak, baik
kepolisian, BNN, Pemda dan masyarakat. “Salah satu ancaman yang ada setiap saat
adalah narkoba. Presiden Jokowi mengatakan Indonesia dalam keadaan darurat
narkoba. Artinya, kita sudah mengetahui eskalasi berapa besarnya ancaman ini
terhadap kehidupan bangsa di masa datang,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan
Masyarakat (P2M) BNNP NTB, Nur Rachmat, Kamis (30/1/2020).
Hadir
dalam diskusi terbatas itu, Sekda NTB,
Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M. Si, Direktur Reserse Narkoba Polda NTB,
Sudjarwoko, SH, S.IK, SH, Kepala Bakesbangpoldagri NTB, Ir. H. Mohammad Rum,
MT, Kepala Dinas Sosial NTB, Dra. T. Wismaningsih Dradjadiah, Plt Kepala Dinas
Dikbud NTB, Dr.H. Aidy Furqan, M. Pd. Kemudian Perwakilan RSJ Mutiara Sukma,
Lembaga Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba, Kepala Lingkungan Karang Bagu
Mataram dan lainnya. Diskusi dipandu oleh Penanggung Jawab Harian Suara NTB, H.
Agus Talino.
Nur
Rachmat mengatakan, hasil pemetaan yang dilakukan di seluruh Indonesia, terdapat
654 daerah yang rawan narkoba. Dari jumlah itu, sebanyak 30 daerah berada di
NTB. Sebarannya merata di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Dengan rincian 7
daerah kategori bahaya, 23 daerah waspada dan 28 daerah siaga narkoba.
BNNP
NTB sudah memetakan peta jalur peredaran narkoba di NTB mulai dari jalur udara,
laut dan darat. Setiap saat, jalur-jalur peredaran narkoba ini terus dilakukan
pemantauan. “Yang perlu ditingkatkan adalah sarana atau peralatan yang bisa
mematau pergerakan orang yang membawa barang haram ini ke wilayah NTB,”
katanya.
Nur
Rachmat mengatakan, personel yang dimiliki BNNP NTB masih terbatas. Saat ini
baru empat daerah yang sudah terbentuk BNN Kabupaten/Kota di NTB. Yakni, Kota
Mataram, BNNK Bima, BNNK Sumbawa dan
BNNK Sumbawa Barat. Total jumlah kekuatan personel BNN di NTB sebanyak
173 orang. Ke depan, BNNP NTB akan melengkapi pos-pos, bidang dan seksi yang
berada di BNN kabupaten/kota.
Ia
menyebutkan prevalensi narkoba ada peningkatan sekitar 0,03 persen di NTB. Hal
ini disebabkan adanya narkoba jenis baru. Sedikitnya ada 78 jenis narkoba yang
sudah masuk ke Indonesia, tetapi belum semuanya terkomodir dalam UU No.35 Tahun
2009.
Ia
mengatakan, angka pernah pakai narkoba sebesar 2,40 persen. Sedangkan angka
setahun pakai sebesar 1,80 persen. Jika dilihat dari angka prevalensi, ada
penurunan sekitar 0,6 persen. "Artinya sekitar 1 juta jiwa penduduk Indonesia
berhasil diselamatkan dari penyalahguna narkoba,’’ sebutnya.
Sedangkan
di NTB, angka prevalensi masih berada di angka 1,8 persen atau 63.918 jiwa.
Artinya jumlah ini merupakan demand atau pengguna yang pasti akan membutuhkan
barang haram itu setiap saat. Tentunya, kata Rachmat, hal ini harus ditekan atau dikurangi dengan kegiatan
terpadu, konsisten dan komitmen semua pihak.
Dalam
upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Maka masyarakat
harus dijaga dengan cara menyelamatkan mereka dari penyalahgunaan narkoba.
Dengan menyelamatkan mereka dari penyalahgunaan narkoba, maka kita juga ikut
mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari narkoba.
Upaya
yang dilakukan Pemda sesuai visi misi NTB Gemilang adalah membentuk desa bersih
narkoba atau Desa Bersinar. Rachmat mengatakan,
Gubernur NTB telah menetapkan 10 Desa Bersinar di NTB. Hal ini juga
diikuti bupati.
Ia
menjelaskan, ada sejumlah kegiatan berkesinambungan yang telah dilakukan dalam
upaya menurunkan atau memulihkan wilayah-wilayah yang rawan narkoba, bahaya
narkoba menjadi wilayah yang waspada, awas bahkan aman narkoba. “Upaya-upaya
yang kita lakukan menekan demand dan suplai. Tidak ada artinya melakukan
pemberantasan tanpa memperhatikan demand. Kita upayakan sama-sama turun antara
suplai dan demand,” ucapnya.
Untuk
penurunan demand dilakukan upaya pencegahan. Baik pencegahan primer, yakni kepada mereka yang belum tersentuh narkoba
agar memiliki ketahanan diri. Agar punya daya imunitas terhadap pengaruh
narkoba.
Kemudian
pemberdayaan masyarakat di wilayah-wilayah yang pernah tersentuh narkoba. Dan
juga upaya rehabilitasi pecandu dan penyalahguna narkoba. Memulihkan mereka
yang menjadi penyalahguna narkoba.
Di
sisi suplai, BNNP NTB melakukan pemberantasan atau memutus jaringan peredaran
gelap narkotika. Sehingga jumlah permintaan narkoba bisa ditekan atau diturunkan,
sejauh mungkin bisa habis. Ia menyebutkan, BNNP NTB berhasil mencegah peredaran
2 Kg sabu. Dengan berhasil mencegah peredaran 2 Kg sabu, BNNP bisa
menyelamatkan 13.000 masyarakat NTB dari keterpaparan narkoba jenis baru.
“Sebelumnya
juga pada Desember, kita juga berhasil mencegah peredaran narkoba 15 kg ganja.
Kita tidak akan berhenti dan puas, sebelum bandar kita tangkap,” ujarnya.
Dalam
bidang pencegahan, Rachmat mengatakan pihaknya terus memasifkan diseminasi
informasi lewat media sosial. Sehingga masyarakat dapat melihat upaya-upaya
yang dilakukan BNNP NTB dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di daerah
ini.
Pemberdayaan
masyarakat difokuskan pada daerah-daerah yang disebut Desa Bersinar. Selain
itu, pihaknya melakukan deteksi dini penyalahgunaan narkoba dengan melakukan
tes urine. Temuan yang cukup mencengangkan, kata mantan Kepala BNNK Mataram
ini, ketika pihaknya melakukan razia warnet game online di Kota Mataram dan
Lombok Tengah.
Ia
menyebut para bandar narkoba mencari penyalahguna lewat game online. Hasil
razia yang dilakukan BNNP NTB ditemukan 30
orang di Kota Mataram dan 11 orang di Lombok Tengah penyalahguna narkoba
ketika razia wanet game online.
Rata-rata
anak yang memanfaatkan warnet untuk game online ini usia sekolah. Bahkan yang
paling menyedihkan ditemukan anak kelas V SD sampai jam 5 pagi di warnet. Untuk
itu, pihaknya meminta agar warmet dan game online perlu ditertibkan. Karena
banyak anak-anak usia sekolah yang memanfaatkannya.
Rachmat
menambahkan penyalahguna narkoba sudah ada dimana-mana. Bahkan, orang tidak
tahu diantara mereka ada penyalahguna narkoba atau tidak. Sehingga ia
mengatakan pentingnya dilakukan tes urine. “Kita tak bisa menjamin diantara
kita, keluarga kita, tak bisa menjamin bahwa clear dari narkoba. Sehingga perlu
kita lakukan deteksi dini lewat tes urine. Tentu kita lakukan mendadak dan tak
diketahui,” katanya.
Dari
tes urine yang dilakukan menurut Rachmat cukup efektif dan memberikan efek jera.
Bahkan setiap instansi diawasi dalam satu tahun dua kali dilakukan tes urine.
Dengan melakukan tes urine, karyawan atau pegawai di suatu instansi tak akan
berpikir untuk menyalahgunakan narkoba. “Kita perlu adanya gerakan
bersama. Kami mengajak di tahun 2020,
memasifkan upaya pencegahan dan merehabilitasi bahkan pemberantasan kita
tingkatkan,” tandasnya.
Untuk
pencegahan penyalahgunaan narkoba, saat ini institusi pemerintahan pada saat
rekrutmen karyawan mensyaratkan surat keterangan hasil pemeriksaan narkoba. Ke
depan diharapkan dalam penerimaan siswa baru jenjang SMP/SMA sederajat juga
mensyaratkan adanya surat keterangan hasil pemeriksaan narkoba. Untuk perguruan
tinggi sudah mensyaratkan hal tersebut.
Ia
menyebutkan pada 2019, jumlah kasus penyalahgunaan narkoba yang diungkap BNNP
NTB dan jajaran Polda NTB sebanyak 775 kasus. Angka ini meningkat 21 kasus atau
2,79 persen dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 754 kasus.
Misi NTB Sehat dan
Cerdas
Sementara
itu, Sekda NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M. Si mengatakan diskusi ‘’NTB
Darurat Narkoba’’ relevan dengan misi ketiga NTB Gemilang, yakni NTB Sehat dan
Cerdas. Ia mengatakan, kesehatan dan kecerdasan generasi penerus akan hilang
ketika sejak usia dini anak-anak NTB sudah terpapar narkoba. “Sehingga kondisi
darurat narkoba di daerah kita menjadi atensi,” ujarnya.
Di
satu sisi, NTB bangga sebagai daerah yang disebut religius. Dengan asumsi
peredaran narkoba tidak sedemikian leluasa. Karena di sana banyak sekali
rambu-rambu yang jadi penghalangnya. Kemudian ada program pemerintah yang
membentuk Desa Bersinar. “Ini ikhtiar sungguh-sungguh, modal dasar dan komitmen
mengatasi darurat narkoba. Parahnya, pola interaksi di masyarakat dan keluarga
terjadi pergeseran,” katanya.
Ketika
pola interaksi menjadi terbuka maka kontrol sosial menjadi semakin baik. Maka
lahirlah program di Dinas Dikbud, yakni pendidikan parenting. Hal ini akibat
terjadinya pergeseran interaksi masyarakat mulai dari entitas paling kecil di
keluarga sampai lingkungan masyarakat.
Gita
memberikan contoh, dulu ketika ada salah satu saudara yang belum pulang ke
rumah ketika sudah masuk waktu magrib. Maka saudaranya yang lain akan resah.
Karena orang tua akan marah ketika ada salah satu anggota keluarga yang belum
pulang ketika sudah memasuki waktu magrib.
Anak-anak
diperbolehkan bermain, tetapi ketika waktu magrib tiba, mereka harus pulang ke
rumah. Dengan sikap permisif orang tua, sekarang banyak anak-anak yang
pergaulannya tak terkontrol. “Sehingga pola interaksi yang berubah ini harus
kita waspadai. Dan treatment dari Dinas Dikbud adalah pendidikan parenting,”
katanya.
Sekda
juga prihatin mendengar anak SD yang ditemukan di warmet bermain game online
sampai jam 5 pagi. Anak-anak yang tidak terkontrol demikian sangat rawan
menjadi penyalahguna narkoba. Untuk itu, ia meminta agar izin operasional
warnet harus diperketat. Karena itu bisa menjadi modus dalam penyalahgunaan
narkoba.
Sekda
juga meminta tes urine yang dilakukan BNN agar dilakukan secara selektif dan
efektif. Karena untuk melakukan tes urine biayanya cukup mahal dan juga sumber
daya yang dimiliki BNN juga terbatas. “Sumber daya BNN terbatas, biaya tes
urine mahal. Kalaupun dipermurah tapi masih mahal. Kenapa tak segmentatif,
objek langsung yang kita tuju. Peluru mahal, tapi bagaimana caranya kayak Kopassus,
satu peluru, satu mati,” sarannya.
Karena
biaya untuk tes urine mahal, maka perlu dilakukan secara selektif dan efektif.
Siapa yang terindikasi menyalahgunakan narkoba itulah yang perlu diatensi
dengan melakukan tes urine. Sehingga apa yang dilakukan berorientasi pada
hasil. “Jangan sekali begitu (tes urine) tak ada (penyelahguna narkoba)
langsung pasang plang (di instansi) bebas narkoba. Jangan-jangan ada staf,
begitu ada plang, aman dia. Kalau ada terindikasi, langsung panggil. Kita
persilakan di semua OPD dan sekolah,” katanya.
Gita
mengatakan, ke depan BNN dituntut kerja keras. NTB sebagai daerah wisata, dan
pengirim TKI/TKW di mana mobilitas ke daerah NTB yang gampang, kemudian membawa
sesuatu patut diwaspadai. Dengan kondisi geografis NTB, yang akan menjadi
gerbang lalu lintas laut dunia dengan adanya global hub. Kemudian 278
pulau-pulau kecil, menjadi suatu ancaman.
Ia
mengatakan, setiap proses pembangunan selalu melahirkan anak kembar, yakni
sukses dan ekses. Suksesnya capaian target kunjungan wisatawan dengan adanya
penyeberangan langsung fastboat dari Bali ke Gili Trawangan, Gili Air dan Gili
Meno juga memberikan ekses.
Ia
khawatir adanya penyeberangan fastboat yang mengangkut wisatawan mancanegara
dari Bali ke tiga gili tanpa ada pemeriksaan seperti sekarang ini akan menjadi
potensi ancaman. Baik peredaran dan pasar gelap narkoba maupun
penyakit-penyakit membahyakan termasuk terorisme. “Perlu rapat khusus Dinas
Pariwisata, Dinas Perhubungan, Bakesbangpoldagri dan BNNP untuk bagaimana
pintu-pintu masuk ini benar-benar bisa terjaga dari hal-hal negatif. Ini tindaklanjut
dari diskusi kita,” pesan Sekda.
Mengenai
temuan narkotika jenis baru, Sekda mengatakan hal ini menjadi tantangan bagi
BNN. Untuk segera mensosialisasikan ke anak-anak sekolah, termasuk melibatkan
PKK. Karena ibu-ibu PKK bergerak langsung di lapangan atau bersentuhan langsung
dengan anak-anak.
Selain
upaya pencegahan, Gita juga meminta agar penegakan hukum kepada bandar narkoba
tidak lagi permisif. Ia juga meminta agar jika pada suatu wilayah ada potensi
penyalahgunaan narkoba, agar segera ditangani. Jangan menunggu ketika sudah
menjadi besar, baru dilakukan penanganan. “Kalau ada rumornya langsung
dimatikan, ada early warning system. Kalau ada potensi langsung dimatikan.
Kalau sudah besar, cost sosialnya menjadi lebih besar. Kita sudah berkomitmen,
mulai dari yang terkecil dan diri kita. Kampanye efek takut kita lakukan. Efek takut
terhadap ekses diungkap,” tegasnya.
Selain
itu, ia juga meminta agar pencegahan penyalahgunaan narkoba juga menggunakan
pendekatan keagamaan. BNN diharapkan dapat menyusun materi khutbah Jumat
mengenai bahaya narkoba.
Wisatawan Sangat
Leluasa
Direktur
Reserse Narkoba Polda NTB, Sudjarwoko, SH, S.IK, MH menjelaskan narkoba
memiliki dua dampak. Ada yang membutuhkan fasilitas dan ada yang tidak
membutuhkan fasilitas. Rata-rata yang membutuhkan fasilitas dalam mengkonsumsi
narkoba bentuknya ekstasi. Ekstasi
membutuhkan fasilitas karena dampaknya membangkitkan semangat penyalahguna atau
pecandu berhalusinasi dan perlu fasilitas seperti musik dan tempat yang cukup
luas untuk mengekspresikan perasaannya. “Kalau sabu dan ganja itu tak
membutuhkan fasilitas. Dia cukup sembunyi-sembunyi di tempat tertutup atau
dimanapun mereka mau. Kemudian sugesti yang ditimbulkan apa yang dia pikirkan,”
jelasnya.
Sudjarwoko
setuju dengan pandangan Sekda mengenai tes urine yang perlu dilakukan selektif
dan efektif. Pasalnya, sangat kelihatan ciri fisik dari pengguna narkoba
apabila dia berada di sekolah. Misalnya, malam hari dia menggunakan narkoba,
maka besoknya di sekolah akan kelihatan.
Terutama pada bagian mulut, apabila pernah menggunakan sabu dan ekstasi,
mulutnya tak pernah berhenti untuk bergerak, mengunyah dan kering terus. “Itu
ciri fisik yang nampak. Sehingga teknik-teknik seperti ini yang perlu dipahami
oleh para guru di sekolah. Supaya bisa melakukan operasi yang selektif dan
prioritas. Tak mengahambur-hamburkan biaya yang mahal (untuk tes urine),”
katanya.
Delapan
bulan menjadi Dirresnarkoba Polda NTB, Sudjawoko melihat sumber masuknya
narkoba ke NTB berasal dari Bali menuju Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air.
Wisatawan mancanegara yang datang ke tiga gili sangat leluasa tanpa ada
pemeriksaan menggunakan x-ray atau metal detector seperti di bandara. “Di Gili
Trawangan kita tak punya alat pendeteksi apa yang dibawa oleh wisatawan itu.
X-ray, metal detector, petugasnya tidak ada. Saya sangat setuju apabila ini
ditertibkan kembali. Atau kalau berwisata ke NTB lewat jalur udara. Karena di
bandara punya x-ray, metal detector dan peralatan lainnya,” kata mantan Wakil Dirresnarkoba
Polda Bali ini.
Selama
menjadi Dirresnarkoba Polda NTB, Sudjarwoko mengatakan beberapa kasus
penyelundupan narkoba lewat jalur udara diungkap. Satu kasus penyelundupan
narkoba dari Malaysia melalui Kalimantan, lewat Surabaya dan turun ke Lombok.
NTB Belum Aman dari
Narkoba dan TPPO
Dengan
kondisi NTB yang darurat narkoba, ia mengatakan penyeberangan wisatawan dari
Bali menuju tiga gili di Lombok Utara harus ditertibkan. Salah satu jalan
masuknya narkoba tidak menutup kemungkinan 80 persen dari daerah itu. Karena
barang bawaan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke sana tak terdeteksi sama
sekali. “Saya mantan Wakil Dirresnarkoba Polda Bali. Saya memperhatikan
wisatawan mancanegara di Bali mau ke NTB, itu loss saja. Tak ada pemeriksaan,
tak ada pengawasan. Mereka beli tiket, naik fastboat. Saya lihat di NTB, sama juga,” katanya.
Dengan
tidak adanya pemeriksaan, ia mengatakan wisatawan akan sangat aman
menyelundupkan narkoba ke Gili Trawangan. Hal ini harus menjadi perhatian
Pemprov NTB untuk ditertibkan. Dari sisi pendapatan, kata Sudjawoko, tak ada
pemasukan bagi daerah dengan adanya penyeberangan fastboat Bali – Gili
Trawangan tersebut.
Meskipun
tak ada anggaran untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba di Direktorat Reserse
Narkoba, namun pihaknya terus berkolaborasi dengan BNN untuk melakukan
penegakan hukum. Dalam penanganan penyalahgunaan narkoba, Polri hanya
memperoleh anggaran untuk melakukan penegakan hukum, untuk lidik, sidik dan pengembangan penyidikan. ”Makanya
ada tim terpadu untuk asesmen. Kami berkoordinasi, orang BNN juga dari polisi
di dalamnya,” jelasnya.
Ia
menyebutkan, jumlah kasus penyalahgunaan narkoba yang ditangani pada 2019 di
NTB sebanyak 777 kasus. Di mana sebanyak 694 kasus dituntaskan pada 2019,
sisanya pada awal 2020. Sedangkan pada 2018, jumlah penyalahgunaan narkoba yang
ditangani kepolisian di NTB sebanyak 743 kasus. Semua kasus pada 2018 berhasil
dituntaskan pada tahun yang sama.
Berdasarkan
profesi, tersangka penyalahguna narkoba paling banyak swasta. Pada 2019,
pegawai swasta yang menjadi tersangka sebanyak 407 orang, sedangkan 2018
sebanyak 433 orang. Kemudian wiraswasta, pada 2019 sebanyak 326 orang dan 2018
sebanyak 229 orang.
Kemudian
pengangguran sebanyak 105 orang pada 2019, sedangkan 2018 sebanyak 71 orang.
Mahasiswa sebanyak 20 orang pada 2019, sedangkan 2018 sebanyak 16 orang. Petani
sebanyak 59 orang pada 2019, sedangkan 2018 sebanyak 76 orang. Buruh sebanyak
33 orang pada 2019, sementara 2018 sebanak 18 orang.
Selanjutnya,
pelajar sebanyak 15 orang pada 2019, sedangkan 2018 sebanyak 14 orang. PNS
sebanyak 13 orang pada 2019, sementara 2018 sebanyak 7 orang. Selain itu,
anggota Polri sebanyak 6 orang pada 2019, sedangkan 2018 sebanyak 4 orang. “Saat
pertama apel di Polda. Saya mulai dari diri sendiri dan saya bersihkan diri
saya sendiri. Internal Direktorat Narkoba yang saya bersihkan pertama kali.
Beberapa anggota Direktorat Narkoba yang sudah saya buang yang terindikasi
terlibat narkoba. Beberapa anggota Direktorat Narkoba yang sudah saya periksa,”
bebernya.
Selanjutnya
pada bulan ketiga, ia melakukan pembersihan ke Satker lain yang ada di Polda
NTB. Ia menegaskan semua yang terlibat penyalahgunaan narkoba dihajar. Kemudian
pada bulan keempat, ia kemudian melakukan penegakan hukum ke luar. “Artinya
kami mencoba transparan dan mulai dari diri sendiri. Saya ajak anggota
membersihkan diri sendiri baru kita keluar. Jangan kita keluar, kita sendiri
kotor. Saya memberikan contoh. Dimanapun saya
bertugas, saya begitu. Makanya tahun 2018 itu 4 anggota polisi, tahun 2019
meningkat jadi 6 anggota polisi (tersangka). Mungkin dalam waktu dekat kami
akan melakukan pemeriksaan mendadak kepada anggota-anggota polisi yang kami curigai
terindikasi,” katanya.
Ia
mengatakan, persoalan penyalahgunaan narkoba bukan saja tugas BNN dan
kepolisian. Namun persoalan narkoba menjadi tanggung jawab bersama. Menurutnya,
anak-anak sekolah perlu mendapatkan perhatian. Karena sangat rawan terpapar
narkoba. Teman bergaul dan lingkungan mereka bergaul harus diperhatikan. “Kalau
kami Direktorat Narkoba, Polres dan BNN, sudah setengah mati. Tapi kami tak
putus asa. Bahkan kami memberikan reward dan punishment kepada anggota yang
terlibat dalam pengungkapan kasus. Bagus prestasinya kami berikan promosi. Yang
tidak bekerja dengan baik, kami berikan punishment. Berapa yang sudah kami
buang,” terangnya.
Sudjarwoko
mengatakan, kaitan dengan anak-anak yang menjadi kurir. Mereka tergiur karena
upahnya dari para bandar narkoba sangat menjanjikan. Narkoba yang masuk ke NTB
biasanya dari China. Di sana harga per gram Rp350 ribu. Masuk ke Indonesia
atau di
NTB harganya mencapai Rp2 juta
per gram. “Berarti untungnya sudah Rp1,7 juta per gram. Inilah yang sangat
menggiurkan sekali. Ditambah para bandar ini sangat pandai. Dia menyerang
anak-anak atau masyarakat dengan tingkat ekonomi sangat rendah. Sehingga kapan
saja mereka diiming-imingi uang, pasti mau dengan jumlah yang signifikan. Itu yang menyebabkan banyak menjadi korban
anak-anak kita masih di bawah umur jadi kurir,” pungkasnya.(TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda