Berkas Tahap I Kasus DRM Setubuhi Adik Iparnya dan SST “Pemerkosa” Keponakannya Telah Diserahkan ke Kejaksaan

Angka Kasus Anak Dibawah Umur di Bulan Juli 2023 di Kota Bima Meningkat Signifikan

DRM (Kiri) dan SST Bersama Tim Puma II Sat Reskrim Polres Bima Kota (Kanan) 

Visioner Berita Kota Bima-Kapolres Bima Kota, AKBP Rohadi, S.IK, MH telah memastikan bahwa sesungguhnya tak ada toleransi terhadap para pelaku kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur di Wilayah Hukum (Wilkum) Polres setempat. Penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota dibawah kendali Kasat Reskrim, Iptu Punguan Hutaheang, S.IK, S.TrK pun ditekankanya untuk bekerja secara serius, profesional, terukur dan bertanggungjawab sesuai ketentuan hukum yang berlaku terkait tindak pidana kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime) tersebut.

Tak hanya itu, Rohadi juga memastikan bahwa penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur dilakukan secara cepat dan kemudian berkasnya dilimpahkan penangananya kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima. Sementara sanksi pidana yang menjerat para pelaku kejahatan terhadap anak dibawah umur yang ditangani Polres Bima Kota, bukanlah singkat. Tetapi ada yang diancam dengan hukuman 15 tahun penjara hingga 20 tahun penjara serta seumur hidup.

Catatan penting Media Online www.visionerbima.com melaporkan, dalam bulan Juli 2023 ini Kota Bima digegerkan oleh dua kasus kejahatan luar biasa yakni kejahatan terhadap anak dibawah umur. Pelaku asal salah satu Kelurahan di Kecamatan Mpunda, DRM yang melakukan persetubuhan terhadapadik kandung dari istrinya yang baru saja menamatkan diri dari bangku kelas VI SD dan SST asal salah satu Kelurahan di Kecamatan Asakota yang “perkosa” keponakanya yang masih duduk dibangku SD. Kedua pelaku dijelaskan positif menggunakan Narkotika jenis sabu

Semula kepada Tim Puma I Sat Reskrim Polres Bima Kota yang dipimpin oleh Aipda Abdul Hafid (Katim), DRM membantah keras tudingan keterlibatan dalam kasus memalukan itu. Bantahan yang sama juga dituturkan oleh DRM saat diwawancara oleh Media ini. Tak hanya itu, semula istri DRM yang juga kakak kandung korban menangkis keterlibatan suaminya dalam kasus itu.

Namun berkat kelihaian penyidik Unit PPA setempat saat melakukan penyidikan, akhirnya DRM mengakui perbuatanya. Tak lama kemudian, DRM ditetapkan secara resmi sebagai tersangka dan ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima Kota. Pasca DRM dikerangkeng di dalam sel tahanan Polres Bima Kota, istrinya pun tak bergemin. Singkatnya, hingga kini DRM masih dikerangkeng di dalam sel tahanan setempat.

Sedangkan SST yang ditangkap oleh Tim Puma II Sat Reskrim Polres Bima Kota yang dipimpin oleh Aptu Hero Suharjo, SH (Katim), tampaknya tak bergemin. Ia pun mengakui perbuatanya hingga ditetapkan secara resmi sebagai tersangka dan ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima Kota. Sekedar catatan penting, SST merupakan paman kandung dari korban sempat beberapa hari mengalami sakit serius pada bagian “tertentu” akibat diperkosa oleh SST.

Masih dala catatan Media ini, penanganan dua kasus tindak pidana kejahatan luar biasa tersebut oleh penyidik Unit PPA setempat tergolong sangat cepat. Kapolres Bima Kota melalui Kasi Humas setempat, AKP Jufrin membenarkan hal itu.

“Kedua pelaku sudah ditetapkan secara resmi sebagai tersangka dan hingga kini masih ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima Kota. Perlu ditegaskan kembali bahwa penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur merupakan salah satu atensi keras Bapak Kapolres Bima Kota. Dan dalam kaitan itu, penyidik dituntut untuk bekerja secara serius, profesional, terukur dan bertanggungjawab. Sementara ancaman hukuman hingga penjara bagi para pelakunya, tentu bukanlah singkat dan publik sudah tahu soal itu,” tegas Jufrin.

Terkait penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur di wilayah Kecamatan Mpunda dan Asakota-Kota Bima tersebut, Jufri menjelaskan bahwa berkas tahap I sudah diserahkan secara resmi kepada pihak Kejari Bima. Selanjutnya Jaksa melakukan penelitian terhadap kedua berkas kasus yang telah diserahkan tersebut.

“Hingga kini kedua berkas perkara tersebut masih diteliti oleh Jaksa. Penelitian berkas tersebut bertujuan untuk memastikan apakah ada petunjuk-petunjuk Jaksa yang harus dilengkapi oleh penyidik atau sebaliknya. Jika hasil penelitian berkas tersebut dinyatakan telah lengkap oleh Jaksa, maka selanjutnya kasus tersebut segera di P-21. Namun samai saat ini, penyidik masih menunggunya,” tandas Jufrin.

Masih kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur, Jufri memastikan bahwa angkanya di bulan Juli tahun 2023 mengalami kenaikan secara signifikan. Pun demikian kasus kejahatan lainya yang melibatkan anak dibawah umur. Antara lain kasus pemanahan, penjambretan, perkelahian antar pelajar dan lainya yang hingga kini masih ditangani secara serius oleh penyidik Unit PPA setempat.

“Sistim kontrol dan pengawasan terhadap anak oleh orang tuanya masing-masing, wajib hukumnya guna mempersempit ruang gerak anak. Anak-anak jangan diberikan kebebasan untuk menggunakan alat komunikasi seperti smart phone (android). Sebab, salah satu pemicu terjadinya kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur itu berawal dari adanya komunikasi melalui Media Sosial (Medsos)seperti Massanger, WA, IG dan lainya. Olehnya demikian, perilaku abai para orang tua terhadap anak dibawah umur dimaksud harus segera disingkirkan sekarang juga,” desak Jufrin.

Pasalnya, Jufri menyatakan bahwa ruang kebebasan yang sangat besar diberikan para orang tua terhadap anak-anaknya itu menjadi salah satu pemicu utama bagi terjadinya kasus kejahatan yang melibatkan anak dibawah umur, baik sebagai korban maupun sebagai pelakunya.

“Kasus perkelahian antar individu, kelompok dan golongan yang melibatkan anak dibawah umur juga dipicu oleh hilangnya ketegasan para orang tua, keluarga pada masing-masing lingkunganya. Pun demikian halnya dengan kasus penjambretan yang melibatkan anak dibawah umur sebagai pelakunya. Jangan hanya datang meminta tolong agar anaknya dibantu setelah terjadinya peristiwa, dong. Tetapi mereka harus mengantisipasinya sebelum terjadinya peristiwa. Perlu ditegaskan lagi, penegakan supremasi hukum atas kasus kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelakunya adalah sama dengan orang dewasa,” terangnya dengan nada tegas.

Masih soal kasus anak baik sebaga korban maupun pelaku, Jufrin kembali menekankan kepada seluruh penggiat seperti LPA, Peksos, PUSPA, Instansi terkait dan lainya harus terus melakukan edukasi secara intensi. Dan dalam kaitan itu pula, diakuinya bahwa pihak Polres Bima Kota tak tinggal diam. Tetapi terus melakukan edukasi di seluruh Wilkum Polres Bima Kota.

“Antara lain kami sudah memasang balogo dan spanduk di berbagai titik strategis di wilayah hukum Polres Bima Kota. Pada spanduk dan baligo yang dipasang tersebut, bertuliskan sikap awas terhadap kasus kejahatan yang melibatkan anak baik sebagai pelaku maupun anak sebagai korban. Pihak sekolah juga harus melakukan hal yang sama. Pun demikian halnya dengan Instansi terkait dan seluruh Penggiat perempuan dan anak. Hal itu penting untuk dilakukan guna meminimalisir kasus kejahatan yang melibatkan anak, baik sebagai pelaku maupun korban,” imbuh Jufrin.

Jufrin kemudian mencumnya adanya dugaan modus baru yang diperankan oleh anak-anak sebagai salah satu pemicu bagi terjadinya kasus kejahatan. Yakni melalui momentum “belajar kelompok”. Atas dugaan tersebut, Jufrin kembali mendesak para orang tua dan keluarganya untuk memperketat sistem kontrol dan pengawasan terhadap ruang gerak anaknya.

“Jangan biarkan anak-anak berkeluruyuran setelah Sholat Maghrib hingga larut malam. Pada jam itu hingga sebelum tidur, tekankan anak-anak untuk tetap berada di rumah untuk belajar, mengaji, Sholat dan hal-hal penting lainya. Ingat, memberikan kesempatan terhadap anak untuk berkeluyuran pada malam hari adalah sama dengan memberi ruang bagi terjadinya kasus kejahatan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun anak sebagai pelakunya. Semoga semuanya tersadarkan,” harap Jufrin. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.