Menggiring Nama Walikota Bima dan Istrinya Dalam Kasus Kwitansi Rp7 Juta Dituding Sebagai Bentuk Kebodohan

Inilah Kwitansi Bermsalahan itu dan Diakui Tak Berkorelasi Dengan Dunia Pemerintahan Kota Bima

Visioner Berita Kota Bima-Pelatara Media Sosial (Medsos) khususnya di Bima, kini seolah dipenuhi oleh kasus Rp7 juta. Kwitansi tersebut tertera angka Rp7 juta. Kwitansi itu ditandatangani oleh Hanif MS sebagai jaminan seseorang bernama Imam untuk lolos menjadi anggota Sat Pol PP Kota Bima. Sementara dalam catatan factual, Hanif adalah warga yang berprofesi sebagai wiraswasta alias bukan pegawai Sat Pol PP Kota Bima.

Pantauan langsung Visioner mengungkap, penandatanganan kwitansi yang diduga diluar institusi Sat Pol PP Kota Bima tersebut terjadi pada Hari Sabtu Tanggal 13 Januari 2019. Uniknya, posisi hari dan tanggal pada kwitansi tersebut sangat bereda. Masih dalam pantauan langsung Visioner di pelatara Medsos dalam beberapa hari terakhir ini, dalam kasus tersebut diduga keras adanya sejumlah oknum yang menggiring nama Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE dan Istrinya yakni Hj. Ellya Alwainy. Padahal, Lutrfi dan istrinya sama sekali tidak tahu tentang kejadian yang sampai hari ini masih menjadi topik viral di Medsos tersebut.

Atas hal itu, Walikota Bima dan istrinya tersebut membantahnya dengan keras. Oleh karenanya, Walikota Bima dan istrinya ini enggan menanggapinya, karena peristiwa yang tertuang di dalam kwitansi itu sama sekali tidak ada korelasinya sedikipit dengan pihaknya. Tak hanya itu, Walikota Bima dan istrinya pun menyesalkan sikap beberapa Media yang menghakimi dirinya dan istrinya tanpa membuktikan kekuatan investigasinya serta tidak mengkonfiormasi pihaknya terlebih dahulu sebelum peristiwa itu dipublikasi menjadi berita yang dikonsumsi oleh publik.

Walikota Bima kembali menegaskan, peristiwa yang terjadi dalam kwitansi itu murni tindakan antar individu yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Sat Pol PP Kota Bima. Salah satu indikasinya, tidak ada satupun pegawai Pol PP Kota Bima yang terlibat dalam penandatanganan kwitansi senilai Rp7 juta itu.

Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE
“Jangan menyeret nama orang lain yang tidak terlibat dalam kasus ini. Jangan dengan mudah menjustifikasi keteribatan saya dengan istri dalam kasus ini sepanjang “ANDA” tidak mampu membuktikanya dengan sungguh-sungguh. Dan atas nama Walikota Bima beserta istri, saya pastikan bahwa peristiwa yang tertera dalam kwitansi itu adalah tindakan personal dan nama Sat Pol PP Kota Bima sengaja dicatut. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada dan tidak dibenarkan adanya penarikan uang dalam bentuk apapun terkait perekrutan pegawai di Kota Bima. Hentikan memfitnah orang yang tidak terlibat, kecuali fokus pada objek yang terlibat di dalamnya,” tegasnya.

Pernyataan paling pedas juga dilontarkan oleh Ketua DPC Partai Gerindra Kota Bima, Khalik Bin Walid. Walid menyatakan, menggiring nama Walikota Bima dan istrinya dalam kasus itu, ditudingnya sebagai bentuk kebodohan nyata yang bersumber dari oknum tertentu dan ditengarai ingin mengacaukan suasana Kota Bima yang sampai saat ini masih sangat kondusif.

“Laporkan Hanif dan Imam ke lembaga hukum agar nantinya tentang apa sanksi yang akan diterimanya. Dan peristiwa yang tertera dalam kwitansi senilai Rp7 juta itu, adalah tindakan yang terjadi di luar istitusi Pemerintahan. Kecuali, dalam kaitan itu telah terjadi pencatutan nama Sat Pol PP Kota oleh pihak yang terlibat di dalam kwitansi itu pula,. Sekali lagi, segera giring pihak pemberi dan penerima yang tertera dalam kwitansi tersebut ke meja hukum. Karena, peristiwa itu melibatkan pihak pemberi dan penerima uang sebesar Rp7 juta. Sementara menggiring nama orang lain yang tidak bisa dibuktikan tentang keterlibatannya adalah sama halnya dengan memicu lahirnya masalah baru. Untuk itu, hentikan opini sesat yang akan merugikan diri sendiri maupun orang lain,” Desak Walid.

Walid menegaskan, dalam kasus kwitansi Rp7 juta ini juga diduga keras adanya upaya oknum tertentu yang menyerempetnya ke masalah SARA dengan penyebut nama suku Arab. Namun diakuinya, Hanif adalah warga keturunan  Arab yang lahir dan berdomilisi di Kota Bima. Tetapi, dalam kasus ini tidak ada kaitannya dengan Etnis Arab. Tetapi, murni perbuatan individunya Hanif itu sendiri.

“Dalam dugaan adanya indikasi menyeret Etnis Arab dalam kasus ini, saya meminta kepada Tim Cyber Crime Mabes Polri maupun Polda NTB serta Polres Bima segera menyikapinya dan terus memantaunya terutama di Medsos. Kita tidak boleh menyeret hal lain pada praktek kejahatan yang dilakukan oleh seseorang (oknum),” imbuhnya.

Ketua DPC Partai Gerindra Kota Bima, Khalid Bin Walid
Lagi-lagi, duta Partai Gerindra di DPRD Kota Bima (Anggota Dewan) ini, dengan tegas menyatakan bahwa menggiring kasus ini kepada visi-misi PERUBAHAN usungan Pemerintahan Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri) oleh oknum tertentu dalam kasus ini dinilai sebagai bentuk kecelakaan cara berfikir.

“Jika kejahatan itu dilakukan oleh oknum maka fokuslah pada oknum yang terlibat di dalamnya. Namun jika kemudian ada yang dengan sengaja menggiring bahwa kasus tersebut berkorelasi dengan visi-misi PERUBAHAN usungan Lutfi-Feri, maka hal itu pantas disebut sebagai opini sesat dan menyesatkan,” timpalnya.  

Pun Walid menandaskan, mengkritik kinerja Pemerintahan Lutfi-Feri melalui kasus dapat disebut sebagai sebuah kesalahan fatal. Sebab, peristiwa yang tertera dalam kwitansi itu sama sekali tidak ada kaitannya tentang kinerja Pemerintahan Lutfi-Feri.

“Adakah korelasinya peristiwa yang terjadi pada kwitansi itu dengan kinerja Pemerintahan Lutfi-Feri?, saya nyatakan tidak. Maka pertanyaan selanjutnya-waraskan kita menggiring opini bahwa peristiwa yang terjadi dalam kwitansi tersebut berkorelasi dengan visi-misi Perubahan, lagi-lagi saya nyatakan tidak. Sebab, pada point yang tertera pada visi-misi PERUBAHAN itu salam sekali tidak tertera kata maupun kalimat yang memperbolehkan warga Kota Bima untuk melakukan kejahatan. Kecuali, dalam visi-misi PERUBAHAN itu hanya berkaitan dengan membangun Kota Bima beserta masyarakatnya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya,” tandas Walid.

Politisi yang kembali terpilih menjadi angota DPRD Kota Bima ini kemudian kepada semua pihak agar mengritisi kinerja Pemerintahan Lutfi-Feri dengan cara menawarkan ide dan gagasan cerdas untuk kepentingan pembangunan Kota dan beserta masyarakatnya, serta solusi objektif atas kelemahan Pemerintah pada aspek kinerjanya.

“Tak jarang ditemukan, kita hanya pintar berkata-kata hingga menghujat tetapi kerap ditemukan lemah pada aspek bertindak pada hal-hal terpuji. Salah satu indikatornya, yakni ditemukan melalui adanya opini yang sengaja diperluas oleh oknum dalam bentuk menggiring nama Walikota beserta istrinya serta mengaitkannya dengan visi-misi PERUBAHAN. Oleh karenanya, saya berharap untuk kedepannya agar menselaraskan antara kata dengan tindakan. Dan jadilan pinter yang sesungguhnya, bukan pintar memelintir,” sarannya.

Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH
Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Bima Samsurih, SH dengan tegas menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi pada kwitansi senilai Rp7 juta itu sama sekali tidak kaitan dengan Walikota Bima dengan istrinya, sera sama sekali tidak ada kaitannya dengan visi-misi PERUBAHAN usungan Pemerintahan Lutfi-Feri.

“Jangan orang lain dan visi-misi PERUBAHAN dalam kasus ini. Sebab, kasus ini murni tindakan individu yang sama sekali tidak ada kaitanya Walikota Bima dan istrinya, serta tidak berkorelasi sedikitpun dengan visi-misi PERUBAHAN usungan Pemerintahan Lutfi-Feri. Sekali lagi, upaya membentuk opini menggiring pihak lain dalam kasus itu merupakan sikap dan tindak ngawur, dan mencerminkan bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak memiliki kapasitas secara faktual terkait visi-misi PERUBAHAN,” timpal Samsurih kepada Visioner, Minggu (1/9/2019).

Samsurih menandaskan, sebagai salah satu unsur Pimpinan Partai Koalisi yang mengusung pasangan Lutfi-Feri pada Pilkada Kota Bima periode 2018-2023 memastikan bahwa Hanif sama sekali tidak masuk di dalam tubuh Partai Koalisi. Pernyataan tegas ini, lebih kepada menjelaskan kepada publik bahwa pengiringan opini alias mempolitisir kasus yang terjadi pada kwitansi tersebut merupakan kesalahan yang teramat fatal.

“Soal Hanif sebagai pihak penerima dengan pihak pemberi uang sebesaar Rp7 juta itu adalah murni masalah hukum. Persoalan apakah dia sengaja mencatut nama Sat Pol PP dalam kwitansi itu, biarkan hukum yang akan memutuskannya. Sekali lagi, kasus kwitansi itu adalah urusan Hanif dan Imam. Oleh karenanya, jangan mempolitisir masalah itu ke hal lain jika masih ingin disebut sebagai anak bangsa yang baik. Dan mempolitisir kasus tersebut adalah sama halnya dengan memamerkan kejahatan di ruang publik, maka hindarilah,” imbuhnya.

Samsurih kemudian menjelaskan, atas nama Ketua Tim Badang Anggaran (Banggar) dan Ketua DPRD Kota Bima tidak pernah menyediakan anggaran bagi rekrutmen Sat Pol PP Kota Bima baik di tahun 2018 maupun tahun 2019. “Jika tidak percaya dengan pernyataan ini, silahkan buka dokument APBD Kota Bima baik tahun 2018 maupun di 2019 ini,” pungkasnya.

Sementara itu, hingga berita ini di tulis Hanif MS belum berhasil dikonfirmasi. Nama pada akun Medsosnya, Hanif menyatakan bahwa kasus tersebut tidak ada sangkut-pautnya dengan pihak lain. Tetapi, peristiwa itu terjadi murni atas kecerobohan dirinya. "Kasus itu tiak melibatkan pihak lain, kecuali murni kecerobohan saya pribadi," paparnya singkat. (TIM VISIONER)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.