Kasus di Amahami, Fraksi Merah Putih DPRD Kota Bima Menduga Adanya Persekongkolan Jahat

GRIB Jaya Desak Pangdam IX/Udayana dan Forkpimda di NTB Segera Turun Tangan

Sekretaris Fraksi Merah Putih Yang Juga Duta Partai Gerindra DPRD Kota Bima, Robbi Syahrir

Visioner Berita Kota Bima-Dugaan tindak pidana kejahatan yang terjadi di Kawasan laut pantai Amahami Kota Bima yang terjadi sejak lama dan bahkan masih berlangsung sampai saat ini belum juga berkhir. Hasil Pasnsus DPRD Kota Bima tahun 2019, mempertegas bahwa berbagai aktivitas dan kegiatan di seluruh kawasan itu adalah ilegal.

Mantan Ketua Pansus DPRD Kota Bima, H. Armansyah, SE hingga kini masih sangat konsisten dengan sikapnya. Yakni memastikan bahwa rujukan kerja Pansus tersebut itu antara lain berdasarkan surat rekomendasi remsi dari Pemerintah RI melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2019.

Hanya saja, rekomendasi Pansus agar Negara melalui Pemkot Bima menyelesaikan dugaan tindak pidana kejahatan konspiratif yang terjadi di kawasan Amahami tersebut diduga hingga kini mandeg di laci meja Sekda Kota Bima, Drs. H. Muhtar Landa, MH. Bahkan dalam kaitan itu, ditengarai Muhtar Landa justeru memberikan peluang besar kepada seorang terduga mafia tanah yang memblokir jalan dua arah di kawasan itu berinisial BC.

Hal itu tertuang secara jelas melalui Akta Perdamaian antara Pemkot Bima dengan BC pada tahapan awal gugatan Perdata pada Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima. Armansyah bahwa kesepakatan dampai yang terjadi sebelum bertarung di ruang sidang tersebut merupakan langkah yang teramat konyol dan sarat dengan konspirasi antara pihak penggugat (BC) dengan tergugat I (Pemkot Bima) dan tergugat II (DPRD Kota Bima).

Dugaan kesempatan emas yang diberikan oleh oleh kedua pihak tergugat kepada pihak penggugat tersebut, ditegaskan akan memicu terjadinya preseden buruk sekaligus “tamparan keras” bagi Negara (Pemerintah). Oleh sebab itu, Armansyah mendesak Presiden RI Jenderal (Purn) H. Prabowo Subiato melalui Menteri ATR/BPN Nusron Wahid segera turun tangan. Dan Muhtar Landa serta Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH dinyatakan sebagai pihak paling bertanggungjawab.

Masih soal kasus dugaan tindak pidana kejahatan di kawasan Amahami, setelah lama tak bersuara kini Sekretaris Fraksi merah putih DPRD Kota Bima yakni Abdul Robbi Syahrir (Robbi) kembali bersuara tegas. Politisi Partai Gerindra yang juga mantan Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Isloam Indonedia (PBHMI) ini menduga telah terjadi persekongkolan jahat di kawasan Amahami tersebut.

Oleh sebab itu, Robi mendesak agar masalh serius yang terjadi di kawasan Amahami tersebut harus segera disikapi secara serius oleh Negara. Sebaliknya tegas Robbi, justeru akan menjadi preseden buruk.

“Menanggapi terkait polemik pemagaran jalan yang dilakukan oleh BC, saya menilai ini tidak bisa kita lihat secara parsial. Tetapi harus dipandang secara komprehensif dan menyeluruh,” tegas Robbi kepada Media Online www.visionerbima.com, Jum’at (4/4/2025).

Robbi menyatakan, polemik dimaksud harus ditelisik dari tiga “pisau analisis”. Yakni mulai dari status kepemilikan/peruntukan lahan, izin reklamasi dan proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek jalan di pesisir Amahami tersebut. Dan hal itu sudah tertuang secara resmi kedalam hasil rekomendasi Pansus DPRD Kota Bima tahun 2029.

Pada kapasistas saya sebagai Anggota DPRD Kota Bima, tentunya saya harus berangkat dari hasil kerja Pansus DPRD Kota Bima 2019 lalu. Sebab, hasil hasil kerja Pansus tdersebut sampai kapanpun adalah produk DPRD tanpa dibatasi oleh periodesasi,” tandas Robbi.

Robbi kemudian mempertanyakan secara tegas tentang diterbitkanya Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Amahami tersebut setelah Pansus DPRD Kota Bima tahun 2019 yangantara lain merujuk pada surat rekomendasi resmi dari DKP Pemprov NTB tahun 2019 pula.  

“Dalam kaitan itu, kinerja BPN Kota Bima harus dipertanyakan secara serius. Yakni soal dasar hukum dari terbitnya SHM dimaksud setelah ditegaskan oleh DKP Provinsi NTB dan hasil kerja Pansus DPRD Kota Bima. Sekali lagi, apa dasar hukumnya terkait penerbitan SHM dimaksud,” tanya Robbi dengan nada sangat serius.

Oleh sebab itu, Robbi menduga bahwa bahwa penerbitan SHM dikawasan tersebut melibatkan lintas instansi Pemerintahan dan melalui proses yang tidak sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI.

Kedua ujar Robbi, hasil kerja Pansus DPRD Kota Bima tersebut memberikan keterangan bahwa proses reklamasi kawasan pesisir Amahami adalah ilegal dan/atau belum memiliki izin. Artinya papar Robbi, soal segala kegiatan dan aktivitas di kawasan Amahami itu adalah melanggar hukum.

“Yang ketiga, dengan adanya pemagaran jalan yang dilakukan BC ini menandakan bahwa proses perencanaan dan pelaksanaan proyek jalan di pesisir Amahami adalah tidak sesuai SOP dan  terkesan dipaksakan,” timpal Robbi.

Yang terakhir tutur Robbi, disimpulkan bahwa apa yang terjadi dikawasan pesisir Amahami Teluk Bima tersebut diduga kuat telah terjadi persekongkolan jahat dalam bentuk perampasan ruang laut (ocean grabbing) oleh kelompok tertentu. Oleh sebab itu, Robbi mendesak agar pihak-pihak yang berwenang segera memberikan atensi khusus.

“Tidak boleh berdiam dini. Sebab, ini masalah sangat serius. Untuk itu, saya atas nama Sekretaris Partai Merah Putih sekaligus Kader Partai Gerindra mendesak para pihak yang berwenang segera mengatensinya secara serius,” pungkas Robbi.

Masih soal Amahami tersebut, kini Gerakan Indonesia Bersatu Jaya (GRIB) Jaya kembali bersuara lantang. Melalui Ketua DPD GRIB Jaya NTB, Iskandar S.Sos menyatakan bahwa ada tiga “prestasi terburuk” yang ditunjuk oleh Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH dan PJ. Walikota Bima, Drs. H. Muhtar Landa, MH terkait kasus dugaan tindak pidana kejahatan mafia tanah di kawasan Amahami itu.

“Yakni rekomendasi Pansus DPRD Kota Bima tahun 2029 tidak dijalankan alias diduga telah dibuangnya. Kedua, kalah di sidang PTUN terkait gugatan Perdata terkait blok 70 melawan Akhyar Anwar, padahal yang bersangkutan (Akhyar) tidak memiliki alas hak. Dan ketiga, berdamai dengan BC yang ditandai dengan terbitnya Akta Perdamaian di PN Raba-Bima. Dan ketiga prestasi terburuk tentu saja saja menjadi pertanyaan serius tentang kemampuan Kabag Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan, SH, MH dan Kabag Hukum DPRD Kota Bima,” pungkas Iskandar.

Iskandar menambahkan, masalah yang terjadi di kawasan Amahami tersebut juga harus dijadikans ebagai atensi serius oleh Pangdam IX/Udayana, Gubernur NTB, Danrem 162/WB, Kapolda NTB, Walikota-Wamkil Walikota Bima, DPRD Kota Bima dan seluruh Unsur Forkopimda setempat. Tak hanya itu, Iskandar juga mendesak seluruh elemen masyarakat agar tidak tinggal diam.

“Jangan biarkan aset Negara dirampas oleh para terduga mafia tanah di sana. Oleh sebab itu, Presiden RI segera turun tangan dan memerintahkan seluruh elemen Negara untuk menyikapinya secara tegas dan tuntas,” pungkas Iskandar, Jum’at (4/4/2025). (JOEL/RUDY/AL/DK)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.